Mubadalah.id – Dalam perjalanan hidupnya menuju remaja, Fatima Mernissi pernah bertanya tentang kepemimpinan perempuan kepada pedagang sayur langganannya di Maroko.
Karena hal itu akan menunjukan barometer opini masyarakat, ternyata pedagang sayur itu menjawab “na’udzubillah min dzalik”.
Seraya pedangang sayur itu berseru dengan kaget dan menyebutkan salah satu hadits Nabi, bahwa “tidak akan mencapai kejayaan suatu kaum apabila menyerahkan urusan (kepemimpinan)-nya kepada seorang perempuan”.
Mernissi hanya terdiam, karena dalam ajaran Islam, hadits bukanlah sesuatu yang sembarangan.
Ketika melihat dunia Barat pada tahun 1990, Fatima Mernissi merasa terkejut dan kaget dengan situasi demokrasi dalam segala hal dan tidak pernah membedakan jenis kelamin, anak-anak, orang dewasa, maupun orang tua. Hak-hak asasi benar-benar ada dan diterapkan dalam kehidupan masyarakat.
Pengalaman-pengalaman di dunia Barat-lah yang kemudian banyak mempengaruhi dan membentuk pikirannya, terutama menyangkut tentang hak-hak asasi perempuan.
Bagaimana dengan Islam sendiri, kenapa dia justru banyak menemukan teks-teks keagamaan yang merendahkan perempuan.
Dengan penuh emosi Fatima Mernissi ungkapkan dalam tulisannya:
“Terdiam, kalah dan marah, mendadak saya merasakan kebutuhan yang mendesak untuk mengumpulkan informasi mengenai hadits tadi dan mencari nash-nash di mana ia sebutkan untuk bisa memahami lebih baik, kekuasaannya yang luar biasa atas rakyat awam di sebuah negara modern.” *
*Sumber : tulisan karya Anisatun Muthi’ah dalam buku Menelusuri Pemikiran Tokoh-tokoh Islam.