Mubadalah.id – Dalam perjalanan sejarah masyarakat Timur, hijab bagi kaum perempuan sangat memainkan peranan penting dalam membentuk sistem sosial yang ada.
Bahkan sebenarnya hijab bukan saja merupakan ciri khas masyarakat Timur saja.
Sejarah telah mencatat, kaum perempuan pada masyarakat Yunani waktu itu juga memakai busana tersebut jika keluar dari rumahnya.
Adat ini berlanjut sampai pada abad pertengahan, khususnya abad ke-12 M, dan sampai pada abad ke-13 M.
Hanya saja, karena keadaan sosiologis yang terus berubah menuju kemajuan dan kemodernan maka adat ini pun, di daerah Yunani dan wilayah Barat lainnya menjadi punah.
Menurut Qasim Amin masyarakat Arab mempunyai pandangan yang salah kaprah terhadap hijab ini, sehingga mereka bersikeras mempertahankan tradisi ini.
Hijab hanya dianggap sebagai pesan syari’at agama an sich, sehingga agama dijadikan legitimasi atas kewajiban memakai hijab.
Padahal menurut Qasim tidak ada satupun nash-nash shahih yang mewajibkan pemakaian hijab ini.
Dalam surat an-Nur ayat 30, Allah berfirman secara jelas, bahwa kaum perempuan yang beriman diperintahkan untuk menjaga kehormatannya, dan tidak boleh memperlihatkan perhiasannya (tubuhnya) selain dari yang nyata (mesti terbuka).
Para ulama telah bersepakat bahwa maksud dengan anggota tubuh yang mesti terbuka di sini adalah anggota tubuh dalam kehidupan dan interaksi sehari-hari, yaitu wajah dan telapak tangan.
Tujuan Hijab
Jika pemakaian hijab bertujuan menghindari fitnah, maka menurut Qasim, justru hijab dalam makna masyarakat Mesir di atas lengkap dengan atribut cadarnya yang berpotensi menimbulkan fitnah.
Sebab seorang yang memakai hijab cenderung lebih bebas untuk bertindak melanggar sosial tanpa ada rasa khawatir untuk diketahui oleh khalayak ramai.
Hal ini, karena perempuan yang menggunakan hijab lengkap dengan cadar susah untuk orang lain mengenalnya. Sehingga ia bisa melakukan apa saja tanpa ada yang tahu siapa ia karena tertutup niqab.
Berbeda dengan seorang perempuan yang tidak menutupi wajahnya, ia akan cenderung menjaga kehormatan pribadi dan keluarganya. Sehingga lebih berhati-hati dalam bertindak.
Jadi, etika dan perilaku sosial yang terpuji tidak ada hubungannya dengan pemakaian hijab. Karena yang lebih menentukan baik atau tidaknya moral seseorang adalah nurani dan hatinya, bukan dari penampilan lahiriyah.*
*Sumber: tulisan karya M. Nuruzzaman dalam buku Kiai Husein Membela Perempuan.