Mubadalah.id – Jika merujuk pandangan Nasaruddin Umar tentang penciptaan laki-laki dan perempuan dalam al-Qur’an, maka sebetulnya dalam ayat al-Qur’an tidak menceritakan secara kronologis mengenai asal-usul dan proses penciptaan laki-laki dan perempuan.
Al-Qur’an juga tidak memberikan pembahasan lebih terperinci tentang pembagian peran laki-laki dan perempuan, namun bukan berarti al-Qur’an tidak mempunyai wawasan gender. Namun, justru perspektif gender dalam al-Qur’an mengacu pada nilai-nilai universal. (Baca juga: Nasaruddin Umar: Berargumen dengan Kesetaraan Gender)
Terlebih dengan adanya kecenderungan pemahaman bahwa konsep-konsep Islam banyak memihak pada gender laki-laki, belum tentu mewakili substansi ajaran al-Qur’an.
Al-Qur’an juga tidak menafikan adanya perbedaan anatomi biologis, tetapi perbedaan ini tidak dijadikan dasar untuk mengistimewakan jenis kelamin yang satu dengan jenis kelamin yang lainnya. (Baca juga: Mengungkap Keutamaan Menuntut Ilmu dalam Hadis Nabi)
Dasar utama hubungan laki-laki dan perempuan, khusunya pasangan suami-istri, adalah kedamaian yang penuh rahmat mawaddah wa rahmah).
Ayat-ayat gender memberikan panduan secara umum bagaimana mencapai kualitas individu dan masyarakat yang harmonis. (Baca juga: Tragedi Kanjuruhan, Kilometer 50, dan Brigadir J: Buruknya Strategi Penyelesaian Masalah)
Al-Qur’an tidak memberikan beban gender secara mutlak dan kaku kepada seseorang. Tetapi bagaimana agar beban gender itu dapat memudahkan manusia memperoleh tujuan hidup yang mulia, di dunia dan akhirat.*
*Sumber: tulisan karya M. Nuruzzaman dalam buku Kiai Husein Membela Perempuan.