• Login
  • Register
Kamis, 29 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Pernak-pernik

Sejauh Mana Pemahaman Feminisme Kita?

Kita harus percaya bahwa gerakan kesetaraan atau feminisme maju satu langkah, setiap kali ada laki-laki dan perempuan dari segala usia bekerja bersama demi berakhirnya seksisme

Zahra Amin Zahra Amin
11/02/2023
in Pernak-pernik
0
Pemahaman Feminisme

Pemahaman Feminisme

943
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Saya tertarik mengulas tentang sejauh mana pemahaman feminisme kita, setelah mengikuti kelas DKUP Lanjutan Fahmina Institute pada  4 s/d 6 Februari 2023 pekan kemarin. Kegiatan dipandu fasilitator Dr. Faqihuddin Abdul Kodir dan Dr. Iklilah Muzayyanah atau yang akrab kami sapa Mbak Iklilah.

Dalam sesi kelas sore bersama Mbak Iklilah, ada banyak pertanyaan yang diajukan sebagai bahan refleksi tentang bagaimana sikap kita sebagai perempuan. Atau yang mendaku diri sebagai feminis. Atau yang malu-malu mengakui sebagai feminis, dan lebih memilih mendaulat diri sebagai pejuang kesetaraan tapi bukan seorang feminis.

Review Kesadaran Gender

Salah satu pertanyaan dalam materi refleksi itu adalah, bagaimana sikap kita sebagai perempuan ketika meninggalkan anak balita saat harus mengikuti kegiatan pelatihan di luar kota. Ada empat pilihan jawaban. Antara lain, pertama membawa anak tanpa pengasuh meski harus kerepotan dan tidak fokus mengikuti kegiatan. Kedua, membawa anak sekaligus pengasuhnya. Bisa suami, atau anggota keluarga terdekat.

Ketiga, meninggalkan anak dengan suami atau keluarga terdekat dengan menyiapkan seluruh kebutuhan anak secara detail. Sehingga selama kegiatan, perempuan merasa tenang. Keempat, meninggalkan anak bersama suami atau keluarga terdekat dan tidak menyiapkan apapun. Perasaan kita sebagai ibu juga biasa-biasa saja. Tidak merasa bersalah.

Pertanyaan reflektif di atas kenyataannya memang banyak kita temui sehari-hari. Terutama yang dialami oleh para perempuan bekerja. Jujurly, ketika menjawab pertanyaan di atas, saya sampai berulang kali membacanya.  Meski Mbak iklilah menegaskan tidak ada jawaban benar dan salah. Ini hanya menguji sejauh mana pemahaman feminisme kita.

Baca Juga:

#JusticeForArgo: Melawan Privilese Dalam Menegakkan Keadilan Korban

Kafa’ah yang Mubadalah: Menemukan Kesepadanan dalam Moral Pasutri yang Islami

Melampaui Batasan Tafsir: Membebaskan Narasi Gender dalam Islam Menurut Mernissi dan Wadud

Herland: Membayangkan Dunia Tanpa Laki-laki

Konstruksi Gender

Dan ya, saya menjawab nomer tiga, dengan beberapa pertimbangan. Saya dan suami sama-sama bekerja. Bahkan mungkin porsi bekerja suami lebih banyak, hampir 24 jam. Sebagai tenaga kesehatan dan buka praktik mandiri di rumah, setiap hari selalu berinteraksi dengan pasien dan keluarganya. Lalu pertimbangan lain, kami tidak punya pengasuh anak. Semua hal kami kerjakan sendiri, dengan saling berbagi dan berganti tugas serta peran dalam keluarga.

Tetapi apapun jawabannya, tanpa sadar sebenarnya kita tengah memperlihatkan bagaimana konstruksi gender itu telah mengakar hingga ke alam bawah sadar. Di mana secara tidak langsung kita masih membebankan pengasuhan anak hanya pada ibu semata. Dan tugas Ayah hanya mencari nafkah, memenuhi kebutuhan materi saja.

Seperti saya, yang mungkin masih belum percaya pada suami ketika meninggalkan anak di rumah untuk waktu yang lama. Atau pada akhirnya ada ketergantungan laki-laki pada perempuan untuk urusan domestik, sehingga tak punya kemampuan untuk mengambil keputusan dalam soal pengasuhan anak.

Jika Terjadi Ketidakadilan terhadap Perempuan

Pada review berikutnya, pertanyaan yang juga membuat saya tertarik adalah tentang bagaimana jika terjadi ketidakadilan terhadap perempuan di sekitar kita, hal apa yang harus diperjuangkan. Pilihan jawabannya, pertama membuat aturan hukum dan kebijakan. Kedua, mendorong perempuan agar berdaya secara ekonomi sehingga punya posisi tawar.

Ketiga, memberikan pendidikan pada perempuan agar bersikap kritis. Pada point keempat saya lupa mencatat. Tapi dari tiga jawaban di atas saya kira sudah cukup mewakili penjelasan Mbak Iklilah berikutnya. Karena melalui jawaban yang kita berikan itu, justru menunjukkan di mana posisi kita sebagai feminis, atau yang mendaku diri sebagai pejuang kesetaraan tapi sejatinya ya feminis juga.

Feminisme Liberal

Bagi peserta yang memilih jawaban hukum dan kebijakan, sebenarnya telah menunjukkan bahwa kita adalah seorang feminis liberal. Di mana dalam artikel yang pernah saya baca di Konde.co, bahwa Feminisme liberal cenderung fokus pada penggunaan sistem kekuasaan yang ada, seperti pengadilan dan pemerintah yang harus kita reformasi untuk memperjuangkan hak dan memperbaiki kehidupan perempuan.

Pada dasarnya feminisme liberal cenderung mengandalkan negara untuk mencapai kesetaraan. Artinya negara dipandang sebagai pelindung hak-hak individu. Konsekuensinya, aliran pemikiran ini banyak dianggap sebagai aliran feminisme reformis, bukan aliran revolusioner. Karena aliran ini tidak mempertanyakan sistem, tetapi percaya bahwa negara dan kapasitas sistemnya bisa kita reformasi.

“Jangan salah, proses dan hasil musyawarah keagamaan atau fatwa Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) juga menyasar ke sini.” Tegas Mbak Iklilah.

Feminisme Marxis

Sedangkan bagi peserta yang memilih jawaban ekonomi sebagai persoalan perempuan, sehingga ia berada dalam posisi yang lemah, maka tanpa sadar kita sepakat dengan pemikiran feminisme marxis. Di mana salah seorang feminis Marxis, yakni Sharon Smith, pada Mei 2013, pernah menulis bahwa pembebasan perempuan dapat tercapai melalui jalan antara lain memasukkan perempuan ke dalam kegiatan ekonomi yang bersifat produktif, dan di dalam suatu sistem yang penuh dengan perencanaan.

Feminisme Radikal

Terakhir adalah feminisme radikal untuk merespon jawaban bahwa  pendidikan kritis bagi perempuan sebagai jalan untuk menghadapi persoalan ketimpangan. Feminis radikal sendiri terbagi menjadi dua. Yaitu Feminisme Radikal libertarian yang muncul pada  tahun 1960-1980 dan fokus pada berbagai pilihan pribadi perempuan atas tubuh dan seksualitas mereka.

Aliran feminisme ini percaya bahwa identitas gender feminin membatasi perempuan untuk berkembang sebagai manusia seutuhnya, dan menganggap musuh utama perempuan adalah patriarki.

Berbeda dengan feminisme radikal libertarian, feminisme radikal kultural  mempercayai bahwa selain patriarki, laki-laki juga merupakan bagian dari munculnya opresi terhadap perempuan. Mereka menganggap bahwa laki-laki mengendalikan seksualitas perempuan untuk kepuasan si laki-laki.

Kerja-kerja Strategis

Menjadi feminis, atau perempuan yang punya kesadaran tentang kesetaraan selalu memahami betapa perlunya mengubah pemikiran laki-laki. Kita tahu, semua perempuan di dunia bisa menjadi feminis, tetapi laki-laki tetap ingin mempertahankan pemikiran seksis mereka, maka feminisme kita tidak akan pernah sempurna.

Kita harus percaya bahwa gerakan kesetaraan atau feminisme maju satu langkah, setiap kali ada laki-laki dan perempuan dari segala usia bekerja bersama demi berakhirnya seksisme. Kerja-kerja strategis ini tidak selalu mengharuskan kita untuk bergabung ke dalam komunitas atau organisasi. Kita dapat bekerja atas nama feminis di tempat kita berada saat ini. Kita bisa memulai kerja-kerja feminisme di rumah. Tempat di mana kita tinggal, mengedukasi diri sendiri dan orang-orang yang kita cintai. []

 

 

Tags: DKUPFahmina InstitutefeminismeGenderkeadilanKesetaraan
Zahra Amin

Zahra Amin

Zahra Amin Perempuan penyuka senja, penikmat kopi, pembaca buku, dan menggemari sastra, isu perempuan serta keluarga. Kini, bekerja di Media Mubadalah dan tinggal di Indramayu.

Terkait Posts

Etika Sosial Perempuan 'Iddah

Etika Sosial Perempuan dalam Masa ‘Iddah

28 Mei 2025
Kehidupan

Fondasi Kehidupan Rumah Tangga

27 Mei 2025
Sharing Properti

Sharing Properti: Gagasan yang Berikan Pemihakan Kepada Perempuan

27 Mei 2025
ihdâd

Ihdâd: Pengertian dan Dasar Hukum

24 Mei 2025
Obituari

Membaca Bersama Obituari Zen RS: Karpet Terakhir Baim

23 Mei 2025
KB perempuan

Benarkah KB Hanya untuk Perempuan?

23 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Merariq Kodek

    Merariq Kodek: Ketika Pernikahan Anak Jadi Viral dan Dinormalisasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Alarm Kekerasan Terhadap Anak Tak Lagi Bisa Diabaikan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • #JusticeForArgo: Melawan Privilese Dalam Menegakkan Keadilan Korban

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Budaya Gosip dan Stigma atas Perempuan dalam Film Cocote Tonggo (2025)

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Refleksi Buku Umat Bertanya, Ulama Menjawab: Apakah Perempuan Tak Boleh Keluar Malam?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Refleksi Surah Al-Ankabut Ayat 60: Menepis Kekhawatiran Rezeki
  • Etika Sosial Perempuan dalam Masa ‘Iddah
  • Budaya Gosip dan Stigma atas Perempuan dalam Film Cocote Tonggo (2025)
  • Refleksi Buku Umat Bertanya, Ulama Menjawab: Apakah Perempuan Tak Boleh Keluar Malam?
  • #JusticeForArgo: Melawan Privilese Dalam Menegakkan Keadilan Korban

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID