Mubadalah.id – Saat ini Indonesia adalah salah satu negara dengan sejuta problem kehidupan di antaranya kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan. Lebih dari separuh penduduk negeri ini adalah perempuan. Karenanya, Negeri ini tengah berharap akan lahirnya banyak cendekiawan dan ulama perempuan yang memberikan kontribusi bagi upaya-upaya memecahkan problem-problem besar tersebut.
Pengalaman negara bangsa yang sejahtera di sejumlah negara Eropa menunjukkan bahwa negara-negara tersebut dikelola oleh banyak perempuan cerdas dan terpelajar, yang dalam istilah Islam disebut ulama.
Lebih jauh, perempuan Indonesia kini tengah mengalami problem besar yang telah menghantui ruang dan waktu perempuan seperti diskriminasi dan kekerasan.
Fakta-fakta kekerasan dan pandangan diskriminatif terhadap mereka terjadi hampir di semua ruang kehidupan dan telah berlangsung selama berabad-abad.
Mereka kini sedang berjuang keras untuk membebaskan dirinya dari siklus diskriminasi dan kekerasan itu.
Kehadiran ulama perempuan di mana-mana dan dalam setiap zaman niscaya akan memberikan dampak positif bagi kehidupan mereka dan bangsa ini.
Bahkan, di dunia, khususnya dunia Islam menunggu kontribusi dan kelahiran banyak ulama perempuan dengan seluruh makna keulamaanya.
Mereka dibutuhkan untuk bersama laki-laki membangun negara dan bangsa demi terwujudnya cita-cita luhur peradaban manusia yaitu keadilan dan kesejahteraan.
Mereka perlu untuk memberi makna-makna baru atas keadilan. Karena keadilan adalah gagasan paling sentral sekaligus tujuan tertinggi yang setiap agama dan kemanusiaan ajarkan.
Abu Bakar al-Razi (w. 865 M), salah seorang pemikir besar Islam abad pertengahan menegaskan,
“Tujuan tertinggi untuk apa kita ciptakan dan kemana kita arahkan bukanlah kegembiraan atas kesenangan-kesenangan fisik. Akan tetapi, pencapaian ilmu pengetahuan dan praktik keadilan.”*
*Sumber: tulisan KH. Husein Muhammad dalam buku Ijtihad Kyai Husein, Upaya Membangun Keadilan Gender.