• Login
  • Register
Rabu, 29 Maret 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Bibit Kekerasan Simbolik di Lembaga Pendidikan

Kekerasan simbolik dalam buku teks bisa berkaitan dengan soal gaya hidup, pakaian, fisik, minat, bahkan pekerjaan sekalipun

Muhammad Rafii Muhammad Rafii
16/03/2023
in Publik
0
Kekerasan Simbolik

Kekerasan Simbolik

512
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Lembaga pendidikan kita percaya memiliki nilai, budaya, dan prinsip yang menjunjung tinggi martabat manusia. Masyarakat mempercayai bahwa lembaga pendidikan bisa menjadi “bengkel moral” untuk mendidik anak-anak baik dalam hal pengetahuan maupun pendidikan moral. Itu sebabnya lembaga pendidikan masih diminati dan terus memiliki nilai jual untuk mencerdaskan kehidupan anak bangsa dan menciptakan generasi yang berkarakter.

Lantas apa sebabnya kekerasan kerap terjadi di lembaga pendidikan, pendidikan formal ataupun informal, pendidikan agama maupun non agama? Hal ini dapat kita telusuri dari persoalan yang kita sadari ataupun tidak sama sekali serta menganggapnya sebagai kebiasaan tanpa efek sedikitpun.

Daftar Isi

    • Buku Teks yang Bias
  • Baca Juga:
  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja
  • Bagaimana al-Qur’an Berbicara Mengenai Gender?
  • Haideh Moghissi : Fundamentalisme Islam dan Perempuan
  • Merayakan Kehadiran Laki-laki Baru
    • Kekerasan Simbolik
    • Lingkungan Sekolah yang Tidak Ramah

Buku Teks yang Bias

Buku teks atau bahan ajar di lembaga pendidikan tersusun dengan tim yang berbeda-beda. Kesadaran, orientasi, bahkan nilai yang kita percaya. Itulah sebabnya kita dapat melihat buku-buku teks yang memuat berbagai keganjilan dalam mendidik anak dari tindakan kekerasan simbolik. Buku teks diajarkan, didoktrin, dan dihafal oleh peserta didik untuk memperoleh pemahaman terhadap materi yang sekolah ajarkan.

Kita dapat melihat dan melacak kembali buku-buku teks yang sekolah ajarkan, pemerintah produksi, dan tersebarluaskan ke seluruh peserta didik di Indonesia yang memuat “bias” terhadap pendidikan yang ramah terhadap lingkungan, ramah terhadap pertemanan, dan bersih dari kekerasan. Simbolik maupun fisik.

Berbagai buku teks ini memuat berbagai macam materi yang menjadikan hal-hal negatif sebagai contoh. Meskipun narasi tersebut sebenarnya kita gunakan untuk memudahkan pemahaman anak. Namun tetap menjadi bagian internalisasi terhadap alam bawah sadar mereka, pikiran mereka, hingga kemudian muncul dalam tindakan dan buku perbuatan mereka.

Baca Juga:

Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja

Bagaimana al-Qur’an Berbicara Mengenai Gender?

Haideh Moghissi : Fundamentalisme Islam dan Perempuan

Merayakan Kehadiran Laki-laki Baru

Tidak sedikit kita menemukan contoh negatif, misalnya Roni mencuri buah di kebun petani, Roki mengejek seorang anak yang berasal dari desa dan berpenampilan lusuh, atau robi membeli baju baru dan memamerkan di hadapan teman-temannya. Ini beberapa contoh yang negatif dan bias dari kekerasan simbolik.

Beberapa kekerasan simbolik yang dapat kita temui di buku teks menjadi bahan gurauan sehari-hari siswa di lingkungan sekolah. Kekerasan simbolik dalam buku teks bisa berkaitan dengan soal gaya hidup, pakaian, fisik, minat, bahkan pekerjaan sekalipun.

Misalnya, petani, dalam buku teks selalu menarasikan petani sebagai orang kampung, pedesaan, tidak memiliki cita-cita tinggi, dan berpenampilan kumuh. Padahal kita dapat sadari bahwa tanpa kehadiran petani, orang kota yang selalu mencemooh petani tidak dapat mengkonsumsi apa yang dimiliki saat ini; beras, sayur-sayuran, dan buah-buahan.

Kekerasan Simbolik

Lebih jauh terkait Kekerasan simbolik bagi profesi petani tersebut dianggap rendahan, tidak berpendidikan, dan tidak mengetahui perkembangan zaman. Anak-anak petani di hari libur tergambarkan pergi ke ladang, memancing, mandi di sungai dan bermain sebagaimana anak-anak di desa pada umumnya. Sebaliknya, orang tua yang bekerja di perkantoran tergambarkan anak mereka pergi liburan ke luar negeri, naik pesawat, main ke mall, nonton bioskop, berenang di kolam renang.

Jadi pandangan, pemahaman, dan penilaian yang berbeda dan tidak setara dalam wilayahnya masing-masing tersebut menjadi kekerasan simbolik. Ini penilaian yang tidak setara dan adil. Buku teks menyajikan perbedaan yang kemudian menjadi bahan pertunjukan terhadap nilai yang kita junjung tinggi, menganggap suatu hal bagus dan lain buruk, suatu profesi menjadi standar cita-cita siswa dan profesi lain tidak.

Akibatnya, sulit kita temukan anak-anak di sekolah yang bercita-cita menjadi petani. Apakah petani profesi yang tidak berkontribusi untuk kehidupan manusia, kemajuan negara? Tidak bukan? Bias ini menyebar luas kepada anak didik bersamaan dengan tersebarnya buku-buku teks di sekolah.

Buku teks jelas menjadi bibit dalam mendidik anak. Materi di dalamnya menjadi penilaian, pandangan, bahkan menjadi rujukan bagi anak dalam melihat, merespon, dan bertindak dalam kehidupannya. Tidak heran jika anak hari ini berpandangan selalu oposisi biner, salah-benar, baik-buruk, cantik-jelek.

Lingkungan Sekolah yang Tidak Ramah

Selain buku teks, bibit kekerasan simbolik dapat terjadi dan umum kita temukan di lingkungan sekolah. Di mana kita yakini para peneliti dan tokoh menjadi salah satu pendukung utama dalam mendidik anak dan mempengaruhi terhadap sikap, perbuatan, nilai, dan interaksi anak dalam kehidupan sehari-hari.

Lingkungan sekolah yang tidak ramah terhadap pergaulan, kesetaraan, dan nilai yang kita junjung tinggi dalam pendidikan akan dimanfaatkan menjadi pembenaran terhadap tindakan atau perlakuan anak yang tidak bermoral di lingkungan masyarakat. Lingkungan sekolah hari ini sudah terbiasa dan sesak dengan tindakan bullying. Padahal perbuatan ini sangat tidak benar dalam pandangan agama, moral masyarakat, maupun tujuan pendidikan.

Misalnya, dalam proses pembelajaran tidak jarang kita temui seorang guru mengatakan seorang siswa bodoh dan siswa yang lain pintar. Kemudian dalam bergaul dengan teman sebaya, siswa pun terbiasa mengatakan temannya bodoh. Anak merasa benar karena gurunya pun melakukan demikian. Artinya ada lingkungan tidak sehat, tidak ramah terhadap anak dari berbagai tindakan kekerasan simbolik seperti di atas.

Lingkungan sekolah bahkan kita yakini menjadi proses internalisasi, penanaman, atau pembibitan terhadap nilai, moral, keyakinan, dan perbuatan siswa dalam kehidupan sehari-hari. Lingkungan sekolah yang tidak ramah terhadap kekerasan simbolik maupun fisik berakibat pada tindakan yang tidak kita inginkan.

Oleh karena itu, kekerasan simbolik di sekolah harus menjadi perhatian bersama, guru, pemerintah, pengelola lembaga pendidikan, dan masyarakat. Meskipun demikian kita juga mengapresiasi apa yang telah lembaga pemerintah maupun non pemerintah lakukan dalam mengurangi, menekan, dan menghapus kekerasan simbolik maupun fisik di sekolah. []

Tags: biasGenderkeadilanKekerasan SimbolikKesetaraanLembaga Pendidikan
Muhammad Rafii

Muhammad Rafii

Muhammad Rafii, lahir di Baringin, Tapanulis Selatan, 13 Maret 1995. Anak dari orang tua, ayah Ali Jabbar Ritonga dan ibu Nurida Rambe dan menetap di Jambi. ia merupakan almuni Pondok Pesantren Dzulhijjah di Muaro Bulian, Kabupaten Batanghari, Jambi. Studi Sarjana ditempuh pada Fakultas Adab dan Humaniora UIN Sulthan Thaha Saifuddin di Jambi pada Jurusan Bahasa dan Sastra Arab, (2013-2017). Selanjutnya menempuh Studi Pascasarjana pada Jurusan Studi Ilmu Agama Islam UIN Maulana Malik Ibrahim di Malang (2017-2019). Minat kajiannya meliputi: studi gender, agama dan budaya, dan politik Islam. Ia aktif menjadi relawan dan mengikuti kajian Beranda Perempuan. Ia juga merupakan anggota aktif Gusdurian Jambi dalam mengisi diskusi, kajian dan pembahasan seputar isu-isu di Jambi

Terkait Posts

Ruang Anak Muda

Berikan Ruang Anak Muda Dalam Membangun Kotanya

29 Maret 2023
Sittin al-‘Adliyah

Kitab Sittin Al-‘Adliyah: Prinsip Kasih Sayang Itu Timbal Balik

28 Maret 2023
Tradisi di Bulan Ramadan

Menggali Nilai-nilai Tradisi di Bulan Ramadan yang Mulia

28 Maret 2023
Propaganda Intoleransi

Waspadai Propaganda Intoleransi Jelang Tahun Politik

27 Maret 2023
Akhlak dan perilaku yang baik

Pentingnya Memiliki Akhlak dan Perilaku yang Baik Kepada Semua Umat Manusia

26 Maret 2023
kitab Sittin al-‘Adliyah

Kitab Sittin Al-‘Adliyah: Laki-laki dan Perempuan Dilarang Saling Merendahkan

26 Maret 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Sittin al-‘Adliyah

    Kitab Sittin Al-‘Adliyah: Prinsip Kasih Sayang Itu Timbal Balik

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Menjadi Bapak Rumah Tangga Dianggap Rendah?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Islam Pada Awalnya Asing

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Imam Malik: Sosok yang Mengapresiasi Tradisi Lokal

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kewajiban Orang Tua Menjadi Teladan Ibadah bagi Anak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Berikan Ruang Anak Muda Dalam Membangun Kotanya
  • Pendirian Imam Malik Menghargai Tradisi Lokal
  • Kewajiban Orang Tua Menjadi Teladan Ibadah bagi Anak
  • Islam Pada Awalnya Asing
  • Jalan Tengah Pengasuhan Anak

Komentar Terbaru

  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja pada Pesan untuk Ibu dari Chimamanda
  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Petasan, Kebahagiaan Semu yang Sering Membawa Petaka pada Maqashid Syari’ah Jadi Prinsip Ciptakan Kemaslahatan Manusia
  • Berbagi Pengalaman Ustazah Pondok: Pentingnya Komunikasi pada Belajar dari Peran Kiai dan Pondok Pesantren Yang Adil Gender
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist