Mubadalah.id – Sepak bola adalah olahraga paling populer di Indonesia. Fanatisme para supporter juga ikut mewarnai dinamika olahraga yang dimainkan oleh sebelas pemain tersebut. Ajang dua tahunan AFF yang diadakan konfederasi ASEAN juga menumbuhkan atmosfer bagi pemain dan para pendukungnya. Melihat sejarah di kompetisi ini, Timnas Indonesia selalu menjadi langganan dalam menduduki runner up pada ajang dua tahunan ini. Tercatat sudah 6 kali Timnas Sepak Bola Indonesia menjadi runner up.
Di tahun 2023, Indonesia juga masuk dalam kompetisi terbesar di kawasan Asia. Anak buah Shin thaeyung mampu mengejutkan publik Asia atas keberhasilannya menuju babak 24 besar Piala Asia. Dalam pertandingan terakhirnya, Timnas Indonesia mampu mengalahkan Timnas Burundi dengan skor 3:1 dan di leg kedua Timnas Indonesia mampu menahan imbang 2:2. Tren positif ini yang mampu menaikkan semangat anak-anak merah putih dalam laga-laga selanjutnya.
Pada tahun yang sama, Indonesia mendapat kesempatan menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20. Sebelumnya, Indonesia berebut menjadi tuan rumah ajang sepak bola terbesar dunia ini dengan Argentina dan Peru. Namun, Indonesia mampu memenangkan tempat tersebut untuk pengadaan ajang bola terbesar di dunia untuk U-20.
Pada Maret lalu, harusnya pengundian babak 24 besar sudah diadakan oleh FIFA di Bali. Lolosnya Timnas Israel menjadi sorotan tajam bagi pengamat sepak bola dan politik. Konflik antara Israel dan Palestina adalah persoalan utama yang masuk pada pembahasan ini.
Argumentasi Penolakan
Tanggapan pun mulai berdatangan oleh beberapa pihak. Ada yang mengatakan penolakan secara tegas dari sosok I Wayan Koster (Gubernur Bali) dan Ganjar Pranowo (Gubernur Jawa Tengah). Alasan yang mereka gaungkan tak lain penolakan atas penjajahan yang Israel lakukan atas Palestina yang justru mencederai isi dari Pembukaan Undang-undang Dasar 45. “Bahwa penjajahan di atas dunia harus dihapuskan. Karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan.” Hal ini juga sejalan dengan apa yang Presiden Soekarno sampaikan atass Israel.
Banyak juga tokoh-tokoh yang mempersilahkan Timnas Israel datang ke Indonesia. Salah satunya Gus Yahya Kholil Tsaquf. Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Di mana beliau memberikan respon yang sangat memberikan angin segar. Dalam wawancaranya di awak media ia mengatakan bahwa “Kalau kita cuma menolak Israel, “Jangan datang!’, habis itu tidur, apa gunanya buat Palestina? Enggak ada gunanya juga.” Cetus Gus Yahya di Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (24/3).
Melihat hal ini menjadi perbincangan kembali, saya justru teringat dengan Almarhum Gus Dur. Beliau semasa hidupnya pernah menjalin hubungan dengan Israel di waktu menjabat sebagai ketua Umum PBNU dan semasa ia menjabat sebagai Presiden Indonesia. Semasa menjabat sebagai Ketua Umum PBNU hubungan yang ia jalin dalam perdamaian konflik antara Israel dan Palestina hanya sebatas kultural saja. Kecaman ketika ini tentu ada, namun tak sebesar ketika ia menjabat sebagai Presiden.
Gus Dur Pernah Ke Israel
Dalam sejarahnya, Presiden Indonesia ke-4 KH Abdurrahman Wahid juga pernah berkunjung ke Israel. Pada waktu itu, banyak kecaman dari warga Indonesia atas kunjungannya tersebut. Karena terlihat seolah Gus Dur memihak ke Israel. Padahal Presiden yang sekaligus Kiai itu bukan tanpa sebab berkunjung ke Israel.
Selain menjalin hubungan bilateral antara Indonesia dan Israel, Ia seolah menjadi mediator perdamaian bagi konflik antara Israel dan Palestina. Pendekatan yang soft ini memang banyak menuai kontroversi di kalangan masyarakat. Namun, tujuan yang beliau bangun tak lain hanya ingin mendamaikan kedua negara tersebut.
Dalam dalam buku Damai Bersama Gus Dur (2010). Gus dur bukan tidak tahu penderitaan yang warga Palestina derita Justru melalui hubungan bilateral ini, Indonesia bisa menjalin relasi antara Government to Government. Apa yang Gus Dur pikirkan sederhana saja, Indonesia bakal sulit menjadi agen perdamaian di antara konflik Israel dan Palestina jika tidak menjalin hubungan diplomasi ini.
Selain itu, Palestina juga negara pertama yang mendeklarasikan kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945. Hubungan ini yang menjadi erat selain populitas bagi sesama muslim yang ada. Tentunya, Gus Dur juga tidak akan lupa dengan apa yang sudah rakyat Palestina lakukan untuk Indonesia di masa kemerdekaan.
Momentum Menjadi Tuan Rumah Piala Dunia U-20
Melihat hal ini, seharusnya, dengan adanya momentum terpilihnya Indonesia menjadi tuan rumah Piala dunia U-20. Indonesia bisa menjadikan tempat untuk menunjukkan eksistensinya sebagai negara yang siap menjadi agen perdamaian dunia. Ajang ini harusnya cocok, melihat setelah mengadakan berbagai rentetan acara G-20 di Bali yang didalamnya terdapat R-20 yang diinisiasi oleh Nahdlatul Ulama.
Nasi sudah menjadi bubur, dan keputusan FIFA mencabut Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 sudah tidak bisa kita bantah. Sekarang tinggal pemahaman antara permasalahan politik yang dicampur adukan dengan olahraga sebagai pembelajaran bagi masyararakat Indonesia pada umumnya. Meskipun pada akhirnya, bidang olahraga juga bakal mempengaruhi perpolitikan Internasional Indonesia dengan negara lainnya.
Melihat hal ini, Presiden Jokowi juga memberikan tanggapan terhadap kegagalan Indonesia dalam menjadi tuan rumah dalam ajang piala dunia “Tadi malam saya telah mendapatkan info dari Ketua Umum PSSI. Bahwa FIFA telah membatalkan Piala Dunia U-20 di Indonesia. Kita harus menghormati keputusan tersebut. Tentunya masyarakat kecewa akan hal itu. saya juga kecewa dan sedih. Sehingga ini bisa menjadi pembelajaran bagi sepak bola Indonesia”. Tangapannya pada Kamis (31/3). []