Mubadalah.id – Tulisan ini lahir dari sebuah refleksi pasca membaca buku yang mengandung makna dalam. Sebab, genre buku ini adalah filsafat. Semoga tulisan ini mengantarkan teman-teman pembaca untuk menemukan clue-clue yang harus dilakukan untuk bisa melahirkan “kemerdekaan diri”. Siapapun, baik laki-laki maupun perempuan, berhak untuk merasakan “kemerdekaan diri”.
Buku terjemah rasa merupakan sebuah buku karangan dari Dr. Fahrudin Faiz seorang filsuf sekaligus pengajar di Ngaji Filsafat Masjid Jenderal Sudirman Yogyakarta. Buku ini sebuah kumpulan puisi dan prosa yang berasal dari kumpulan cacatan-cacatan kecil.
Pak Faiz, begitu orang-orang menyapa pengarang buku ini. Pak Faiz dalam pembukaannya telah memberikan penegasan bahwa pembaca sangat bebas dan merdeka untuk memaknai setiap tulisan yang ada dalam buku ini. Kebebasan ini disampaikan dengan alasan, karena setiap tulisan yang ada memiliki tingkat ke-relate-an yang berbeda bagi setiap pembaca.
Bisa saja, sebagian tulisan yang dianggap Pak Faiz memiliki makna yang dalam, ternyata bagi pembaca bermakna biasa saja. Namun, justru sebagian tulisan yang menurut Pak Faiz biasa saja maknanya, malah memiliki makna yang berarti bagi pembaca. Sehingga, alasan tersebut beliau memberikan kebebasan kepada pembaca untuk memaknai tulisan yang ada dalam buku Terjemah Rasa.
Apa Makna Kemerdekaan Diri?
Sebenarnya buku ini memang tidak merujuk atau spesifik membantu kita mendefinisikan makna dari kemerdekaan diri. Namun, buku ini bisa menjadi bagian dari alat yang membantu menjawab pertanyaan “semacam apa kemerdekaan diri itu?”
Lahirnya ide atau kesadaran atas hal tersebut, atau kesadaran bahwa buku ini bisa membantu memaknai kemerdekaan diri, juga lahir dari pemaknaan diri saya sendiri pasca membaca buku Terjemah Rasa: Tentang Aku, Hamba dan Cinta.
Lalu, bagaimana buku ini membantu mendefinisikan makna kemerdekaan diri? Buku ini akan mengantarkan kita pada pembahasan tentang Aku, Hamba dan Cinta. Aku sebagai seorang manusia yang lengkap dengan kelemahan dan kelebihannya, Hamba sebagai makhluk ciptaan-Nya yang menjalankan segala perintah-Nya, dan Cinta sebagai laku atau jalan terbaik yang bisa dilakukan oleh Aku dan Hamba.
Pak Faiz pada bagian tertentu juga membantu untuk mendefinisikan “siapa sejatinya diri ini.” Makna yang saya tangkap dari bagian ini adalah Pak Faiz membantu pembaca untuk mengenali diri sendiri, karena banyak fenomena seseorang tidak mengenali diri sendiri.
Kondisi tidak mengenai diri sendiri inilah yang melahirkan beberapa problem dalam kehidupannya. Ia akan mendapatkan persoalan-persoalan yang lahir dalam diri. Intinya, pada bagian satu, pembaca diajak untuk berefleksi dan bertanya kepada diri sendiri mengenai “siapa diri ini?”.
Pentingnya Mengenali Diri Sendiri
Di antara makna-makna yang lahir dalam bagian tersebut, saya menangkap dengan kuat bahwa pentingnya kita sibuk mengenali diri dengan berjalan menuju diri sendiri, bukan justru menjauh dari diri sendiri. Berjalan menuju diri sendiri maksudnya seperti perilaku muhasabah diri saat mendapatkan masalah, bukan mencari-cari alasan yang berada di luar diri kita.
Sosok Aku dan Hamba sebagai pelaku, Pak Faiz menjelaskan bahwa jalan yang paling mulia untuk tertempuh oleh pelaku ialah Cinta. Bagi saya, Pak Faiz tidak jauh dari misi Islam tentang Rahmatal lil’alamin. Kemampuan seseorang untuk mengenali diri sendiri akan melahirkan dampak terhadap perilaku sibuk melakukan perbaikan terhadap diri sendiri, dan selanjutnya selesai dengan sendiri.
Artinya, akan lahir seseorang yang dalam hatinya tidak menyimpan energi negatif, kalaupun menyimpan itu tidak dominan. Justru yang menyelimuti dan memenuhi adalah energi cinta.
Kemampuan seseorang mengenali diri sendiri, tidak menyimpan perasaan iri dengki serta kawan-kawannya kepada liyan, yang selanjutnya saya definisikan dengan kemerdekaan diri. Pada kondisi ini seseorang telah fokus menjadi diri sendiri yang memiliki tugas untuk menjadi hamba dan membagikan cinta kepada seluruh makhluk yang hidup bersama dalam alam semesta.
Pada kondisi ini pula, seseorang akan lebih menikmati segala dinamika kehidupan, termasuk kesulitan. Kemampuan ini kita miliki karena diri telah mengenali sendiri, sehingga mengetahui solusi semacam apa yang tepat untuk kita jalankan.
Selain itu, kemampuan ini memang tidak mudah kita tempuh dalam waktu yang singkat dan usaha yang ringan. Sebab kemampuan ini akan terbentuk dari sebuah proses panjang dan memakan banyak usaha yang serius serta konsisten. Namun, tidak ada salahnya kan jika kita mengetahui teorinya terlebih dahulu? Sekian. []