Mubadalah.id – Di Tunisia, ada salah satu tokoh Islam yang menyuarakan kesetaraan dan keadilan gender. Tokoh tersebut adalah Thahir al-Haddad.
Thahir al-Haddad menulis buku yang sangat kontroversial berjudul Imraatuna fi asy-Syariah wa al-Mujtama’ (Kaum Perempuan dalam Syariah dan Masyarakat Kita).
Buku ini membahas isu-isu diskriminasi terhadap hak-hak perempuan, terutama dalam hukum keluarga, pemakaian hijab dan cadar.
Akibat kritisismenya dalam buku ini, ia diberi stigma sebagai liberal dan kafir. Bahkan, ia juga dipenjara dan diusir dari tanah airnya. Ia meninggal di Arab Saudi pada usia yang sangat muda, 36 tahun.
Thahir al-Haddad sejatinya melanjutkan perjuangan Rifa’ah yang berhasil merintis sekolah bagi perempuan.
Dan, setelah itu, sekolah-sekolah perempuan banyak berdiri di Timur Tengah. Demikian pula, muncul kesadaran untuk memperjuangkan kesetaraan dan keadilan bagi perempuan.
Para ulama perempuan sekaligus para pembaru tersebut kemudian melahirkan para ulama dan aktivis perempuan di banyak negara muslim.
Tidak sedikit para ulama perempuan atau perempuan ulama tampil kembali ke panggung-panggung sejarah Islam.
Pengetahuan mereka dalam bidang ilmu-ilmu agama (Islam) cukup mendalam dan luas. Mereka cerdas dan kritis.
Beberapa di antaranya ialah Huda Sya’rawi (1879-1947 M), Aisyah Taymuriyah (1840-1902), Batsinah, Nabawiyyah Musa (1886-1951), Zainab al-Ghazali (1917-2005).
Kemudian, Aisyah Abdurrahman binti Syathi (1913-1998), Asma Barlas, Amina Wadud Muhsin, Asma al-Murabit. Lalu, Rahma el-Yunusia, Rasuna Said, Nyai Khairiah Hasyim, dan masih banyak lagi. []