Mubadalah.id – Orang Jawa biasa menyebut Sayyidah Sukainah dengan sebutan Siti Sukainah. Ia adalah putri tercinta Imam Husein bin Ali, cucu Imam Ali bin Abi Thalib dan Sayyidah Fatimah, dan cicit Rasulullah Saw.
Sayyidah Sukainah ahir pada 669 M, dan wafat pada 736 M. Sukainah ialah salah seorang yang ikut bersama ayahnya di Karbala.
Bersama saudaranya Sayyid Ali bin Husein as-Sajjad, ia menyaksikan dengan mata kepalanya pembantaian atas ayahnya oleh pasukan tentara Yazid bin Muw’awiyah.
Kemudian, ayah Sukainah sangat menyayanginya. Dalam sejumlah literatur, menyebutkan bahwa Sayyid Husein bin Ali begitu mencintai Sukainah (putrinya) dan istrinya, Rubab. Sebuah puisi menyampaikan:
Aku bersumpah demi dirimu
Aku senang dengan rumah
yang di dalamnya ada Sukainah dan Rubab
Aku mencintai keduanya .
Semua milikku akan kuberikan
Aku akan menyesali diriku sendiri
jika tak mampu melakukan hal ini.
Sukainah adalah sosok yang banyak menarik perhatian para sejarawan dan penulis biografi tokoh dunia. Antara lain, Ibnu Jarir ath-Thabari, Syekh al-Mufassirin sekaligus sejarawan, menulis tokoh perempuan ini dalam bukunya yang sangat terkenal, Tarikh ar-Rusul wa al-Muluk.
Lalu, Ibnu Sad, seorang sejarawan, menulis tentang Sukainah dalam buku Ath-Thabaqat (biografi para tokoh), Abu al-Faraj dalam Al-Aghani, Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyq (sejarah Damaskus) dan Ibnu Hisan dalam Al-Hadaiq al-Ghina fi Akhbar an-Nisa, dan lain-lain.
Nama-nama tersebut mengatakan bahwa Sayyidah Sukainah adalah perempuan terhormat dan berkepribadian bersih, serta perempuan paling terkemuka pada masanya. Akhlaknya bagus, seorang zahidah (bersahaja), tutur katanya indah, kritikus sastra, dan cerdas.
Kemudian, Ibnu al-Jauzi menuturkan dari Sufyan ats-Tsauri tentang sosok Sayyidah Sukainah begini: “Ia rajin bangun malam untuk beribadah, tahajud. Ia juga perempuan yang dermawan. Manakala berangkat haji, ia banyak memberi sedekah kepada kaum fakir miskin yang haji bersamanya.” []