Mubadalah.id – Dalam beberapa catatan sejarah, Karimah binti Ahmad al-Marwaziyyah adalah perempuan ulama pertama yang belajar kitab Shahih al-Bukhari.
Bahkan, Karimah al-Marwaziyyah yang memiliki manuskrip paling berharga yang di kemudian hari dijadikan sumber penulisan Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani ketika menulis Fath al-Bari, sebuah syarah atas kitab hadits paling otoritatif tersebut.
Sebuah informasi mengenai Karimah menyebutkan bahwa ia selalu menunggu-nunggu datangnya musim haji.
Sebab, saat itu, Karimah al-Marwaziyyah dapat bertemu para ulama besar dari seluruh dunia dan bisa menimba ilmu. Terutama mendapatkan riwayat hadits dari mereka yang memiliki posisi otoritatif.
Dalam waktu yang bersamaan, selama di Makkah, ia menyelenggarakan “halaqah”, forum, pengajian untuk semua pelajar dan ulama laki-laki dan perempuan yang datang dari berbagai belahan dunia muslim.
Murid-murid Karimah
Beberapa ulama besar yang belajar kepada Karimah dan memperoleh ijazah darinya ialah:
Pertama, Imam Abu Bakar Ahmad bin Ali bin Tsabit, atau yang populer dipanggil Al-Khathib al-Baghdadi (w.1070 M). Ia mengaji sorogan kepadanya. Yakni, ia membaca di hadapan gurunya itu, sementara guru mendengarkannya.
Kedua, Abu Muzhaffar Manshur at-Tamimi as-Sam’ani (w. 1095 M). Ia mengaji kepada Sayyidah Karimah di Makkah.
Ketiga, Abu Abdullah al-Husein bin Ali bin al-Husein ath-Thabari (w. 1104 M). Ia adalah mufti dan ahli hadits Makkah. Ia mengaji sekaligus memperoleh ijazah kitab Shahih al-Bukhari dari guru perempuan itu.
Keempat, Jamahir bin Abdurrahman ath-Thulaithili (Toledo, Spanyol). Ia bertemu dengan Syekhah Karimah dalam perjalanannya ke Makkah dan memperoleh ijazah Shahih al-Bukhari.
Kelima, Muhammad bin Abi Nashr Futuh bin Abdullah Futuh alAndalusi (w. 1095 M).
Keenam, Abdul Aziz bin Abd al-Wahab al-Qairawani (w. 1101 M).
Seluruh ulama dari dunia Timur dan wilayah Islam Barat mengakui keulamaan, kesarjanaan, dan keunggulan Karimah al-Marwaziyyah ini, sebagaimana penuturan berikut:
“Semua ulama dari wilayah Timur maupun wilayah Barat mengakui kepakaran/keulamaan perempuan ahli hadits besar ini. Mereka menaruh penghormatan, pemuliaan, dan penghargaan yang tinggi kepadanya. Mereka memberikan kesaksian atas kecerdasan dan kepiawaiannya dalam ilmu pengetahuan keislaman, terutama hadits, berdiskusi, dan berdebat.” []