• Login
  • Register
Minggu, 8 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Featured

Hari Toleransi Internasional: Belajar Toleransi dari Gus Dur

Gus Dur ini dikenal sebagai Bapak Pluralisme Indonesia karena begitu getol mengangkat tema toleransi dan mengumandangkan bahwa Indonesia adalah milik seluruh elemen masyarakat.

Salma Nabila Salma Nabila
21/11/2023
in Featured, Publik
0
Hari Toleransi

Hari Toleransi

858
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Di bulan November ini, terdapat beberapa hari penting yang diperingati, salah satunya adalah International Day for Tolerance atau yang biasa disebut dengan hari toleransi internasional.

Hari toleransi internasional merupakan hari yang diperingati sebagai momen untuk merayakan keragaman dan toleransi di seluruh dunia yang diperingati pada tanggal 16 November setiap tahunnya.

Membahas tentang toleransi, jadi teringan dengan KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur yang begitu hangat dan terbuka pada siapapun, yang mempunyai jiwa toleran sangat tinggi. Hingga terlintas di benak saya untuk menjadikan toleransi Gus Dur ini penting untuk saya tuliskan.

Membicarakan toleransi, Indonesia adalah negara yang di kenal sebagai bangsa pluralisme karena memiliki keberagaman di dalamnya. Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari beribu-ribu pulau yang menyebar dari Sabang sampai Merauke.

Di setiap pulau tersebut, terdapat keragaman perbedaan. Keberagaman perbedaan tersebut di antaranya adalah keberagaman adat istiadat, budaya, suku, agama, dan kepercayaan.

Baca Juga:

Pentingnya Menanamkan Moderasi Beragama Sejak Dini Ala Gus Dur

Yuk Belajar Keberanian dari Ummu Haram binti Milhan…!!!

Kontekstualisasi Ajaran Islam terhadap Hari Raya Waisak

Alarm Bahaya Pencabulan Anak: Belajar dari Kasus Keluarga di Garut

Keberagaman yang ada di Indonesia merupakan suatu hal positif karena menjadikan Indonesia menjadi negara yang kaya akan budaya, adat istiadat, dan juga kekayaan alamnya. Namun, potensi keberagaman tersebut juga dapat menjadi senjata makan tuan jika tidak dijalin dengan baik.

Cara Pandang Pluralisme

Cara pandang terhadap pluralisme merupakan suatu peran yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat. Toleransi contohnya, toleransi adalah suatu sikap menghargai dan menghormati yang bisa menerima perbedaan secara baik tanpa paksaan.

Berbicara soal pluralisme, Gus Dur ini dikenal sebagai Bapak Pluralisme Indonesia karena begitu getol mengangkat tema toleransi dan mengumandangkan bahwa Indonesia adalah milik seluruh elemen masyarakat.

Bapak Presiden Indonesia ke 4 ini mendapat julukan bapak pluralisme karena memberikan gagasan-gagasan universal mengenai pentingnya menghormati perbedaan sebagai bangsa yang beragam dan lantang dalam membela minoritas.

Meskipun beliau sudah tak bersama lagi dengan kita, tapi jasa dan pemikiran- pemikirannya akan terus terkenang di hati banyak orang. Oleh karena itu, banyak orang-orang yang melestarikan pemikiran- pemikiran Gus Dur yang dinamakan komunitas Jaringan Gusdurian.

Jaringan Gusdurian lahir untuk melestarikan pemikiran Gus Dur dan melanjutkan nilai-nilai perjuangan almarhum Gusdur di ranah kemanusiaan. Berawal dari sini lahirlah sebuah pertemuan yang merumuskan nilai-nilai tertanam dalam diri gusdur, dari perumusan tersebut melahirkan 9 nilai utama Gus Dur. Salah satu dari sembilan nilai gusdur itu adalah kemanusiaan.

Melansir dari Nuonline.id yang dimaksud nilai kemanusiaan adalah bersumber dari pandangan ketauhidan bahwa manusia adalah mahluk Tuhan paling mulia yang dipercaya untuk mengelola dan memakmurkan bumi.

Kemuliaan yang ada dalam diri manusia mengharuskan sikap untuk saling menghargai dan menghormati. Tidak merendahkan atau mendiskriminasi satu sama lain.

Memuliakan manusia berarti memuliakan penciptanya, demikin juga merendahkan berarti merendahkan Tuhan Sang Pencipta. Dengan pandangan inilah Gus Dur membela kemanusiaan tanpa syarat.

Membela Umat Konghucu

Pada masa orde baru, agama Konghucu belum disahkan secara resmi oleh negara. Tidak hanya itu, para umat beragama Konghucu, mereka dilarang melakukan segala bentuk peribadatan, kesenian atau tradisi seperti Barongsai dan hal lain yang termasuk dalam agama Konghucu dilakukan di ruangan terbuka.

Larangan tersebut berlangsung selama puluhan tahun pada masa orde baru. Mereka juga kerap mendapatkan diskriminasi baik secara ekonomi, sosial ataupun budaya pada masa tersebut.

Hingga pada masa ke pemerintahan Gus Dur, beliau secara resmi mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2000 tentang Pencabutan Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967 Tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat. Yang mana agama Konghucu resmi diakui negara, identitas pemeluknya dihargai serta bebas mengeskpresikan keagamaannya.

Sebuah angin segar yang datang untuk teman-teman dari Konghucu ketika mendengar kabar tersebut, akhirnya mereka bisa melakukan ibadah dan tradisi tanpa rasa takut.

Dedikasi Gus Dur

Mereka telah terbebas dari belenggu yang menggekang selama bertahun-tahun. Tidak hanya itu, Gus Dur juga mengeluarkan Keppres (Keputusan Presiden) yang menjadikan Imlek sebagai hari libur. Tentu saja, hal ini menjadi sebuah dedikasi yang besar yang telah Gus Dur berikan hingga tak heran Gus Dur banyak semua kalangan hormati dan cintai.

Sangat sedih rasanya ketika mendengar agama Konghucu di masa orde baru yang terpinggirkan, tidak bisa melakukan ritual tradisi dan peribadatan di ruang publik hingga tak jarang mendapatkan diskriminasi.

Mereka juga tidak bisa merayakan hari besar mereka dengan kegiatan meriah. Hal ini bis akita bayangkan pada saat kita, yang sedang memperingati hari besar agama kita. Kita melakukan dengan semarak penuh suka cita dengan keluarga, tetangga dan saudara muslim kita. Sedangkan mereka mungkin hanya melakukannya di ruang tertutup dan orang-orang yang terbatas.

Menurutku kalimat memanusiakan manusia adalah hal yang tepat untuk kita sematkan pada Gus Dur dalam perjuangannya membela agama Konghucu. Pada masa penuh kekangan hingga akhirnya menuju masa kemerdekaan.

Oleh sebab itu, untuk menutup tulisan ini, saya ingin mengutip ungkapan Gus Dur. Beliau mengatakan:

“Jika kita ingin menjadi bangsa yang besar, maka kita harus menghentikan segala praktik diskriminasi. Adapun perbedaan yang ada, tidak boleh menjadi penyebab pertentangan apalagi permusuhan, melainkan kekayaan bangsa yang harus kita rawat bersama”. []

Tags: belajargus durhariinternasionaltoleransi
Salma Nabila

Salma Nabila

Saya adalah Mahasantriwa Sarjana Ulama Perempuan Indonesia (SUPI) Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) Cirebon.

Terkait Posts

Kritik Siti Hajar

Siti Hajar dan Kritik atas Sejarah yang Meminggirkan Perempuan

8 Juni 2025
Jam Masuk Sekolah

Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan

7 Juni 2025
Iduladha

Iduladha: Lebih dari Sekadar Berbagi Daging Kurban

7 Juni 2025
Masyarakat Adat

Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi

7 Juni 2025
Toleransi di Bali

Dari Sapi Hingga Toleransi : Sebuah Interaksi Warga Muslim Saat Iduladha di Bali

7 Juni 2025
Siti Hajar

Spirit Siti Hajar dalam Merawat Kehidupan: Membaca Perjuangan Perempuan Lewat Kacamata Dr. Nur Rofiah

7 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Jam Masuk Sekolah

    Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Iduladha: Lebih dari Sekadar Berbagi Daging Kurban

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Iduladha sebagai Refleksi Gender: Kritik Asma Barlas atas Ketaatan Absolut

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tambang Nikel Ancam Kelestarian Alam Raja Ampat

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kursi Lipat dan Martabat Disabilitas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Siti Hajar dan Kritik atas Sejarah yang Meminggirkan Perempuan
  • Kursi Lipat dan Martabat Disabilitas
  • Jalan Tengah untuk Abah dan Azizah
  • 7 Langkah yang Dapat Dilakukan Ketika Anda Menjadi Korban KDRT
  • Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID