Mubadalah.id – Merayakan bulan Ibu di Desember kemarin. Saya ingin mengingatkan pada salah satu serial Netflix yang saya senangi. Ialah Serial Maid, berkisah tentang perjuangan seorang Ibu Muda. Berjuang demi putrinya tercinta. Dan berusaha lepas dari suaminya yang abusive.
Margaret Qualley berperan sebagai Alex dengan sangat baik. Menggambarkan bagaimana gadis muda yang memiliki cita-cita untuk kuliah. Namun harus berhenti bermimpi. Karena ia bertemu dengan pria yang ia kira ialah pasangan hidup yang tepat.
Tak lama menghabiskan hidup bersama. Mereka pun kemudian memiliki seorang putri, bernama Maddy. Sean, pasangannya yang dulu baik hati. Lama-lama berubah menjadi seseorang yang tak ia kenali lagi.
Kekerasan dalam Rumah Tangga
Sean menjadi pecandu alkohol dan sering bersikap kasar. Apalagi saat ia kehilangan pekerjaan. Ia suka acuh tak acuh terhadap Alex. Alih-alih mencari pekerjaan. Amarahnya ia lampiaskan kepada Alex dengan kekerasan.
Alex yang tidak tahan lagi dengan perlakuan kasar dari Sean. Memutuskan untuk pergi diam-diam membawa Maddy. Ia pun kebingungan mencari tempat tinggal. Karena tidak ada tempat untuk ia tuju. Alex lantas membawa Maddy ke suaka dinas sosial.
Dari sini kita dapat melihat. Betapa perekomian berpengaruh pada segala sisi kehidupan. Meski, sulit Alex akhirnya mendapat arahan untuk pergi ke tempat penampungan kekerasan dalam rumah tangga. Dan ia pun diberikan rekomendasi untuk bekerja sebagai pembantu/maid.
Stigma pada Ibu Single Parent
Di rumah penampungan, kita dapati. Bahwa serial ini menunjukkan beragam kekerasan yang dirasakan perempuan. Mulai dari kekerasan fisik hingga psikis. Rayuan manis dari pelaku kekerasan kerap menjadi kelemahan bagi korban.
Alex, sebagai Ibu muda single parent. Kerap mendapatkan ejekan dan cemooh dari lingkungan. Terlebih karena keterbatasan ekonomi. Dari serial Maid ini kita dapati. Bahwa bukannya didukung, menjadi Ibu single parent malah sering diremehkan.
Alex berusaha bekerja keras untuk membangun masa depan yang baik untuk putrinya. Namun masalah demi masalah terus berdatangan. Sean menggugat hak asuh anak terhadap Maddy. Alex pun kebingungan, ia ingin meminta bantuan kepada orang tuanya.
Namun, Ibunya Alex merupakan seseorang yang tidak bisa diharapkan. Bahkan sering merepotkannya. Ayahnya yang sudah memiliki keluarga baru. Ternyata juga memberikan trauma kepada Alex. Perjuangan demi perjuangan Alex lakukan. Demi mendapatkan kembali putrinya.
Apalagi ketika di hadapan meja hukum. Alex membela diri dengan mengatakan, bahwa ia kabur dari Sean karena ia bersikap abusive kepadanya. Namun, pembelaan Alex tidak dapat diterima oleh pengadilan. Karena tiadanya bukti bahwa Sean pernah memukulnya.
Mental Abuse pada Korban
Memang benar, dalam serial Maid ini. Tidak tampak perlakuan kasar Sean secara langsung dengan memukul Alex. Namun jangan pula lupa, bahwa kekerasan itu tidak terbatas pada pemukulan. Adanya kata-kata kasar dan perlakuan yang tidak sehat. Juga berdampak pada mental korban.
Dari perjalanan kehidupan Alex kita temukan, bahwa korban kekerasan sangat rapuh dengan emotional abuse, termasuk Alex. Trauma yang mendalam sangat sulit hilang. Karena terus melekat dalam ingatan bawah sadar. Hingga merusak mental korban.
Perlakuan lingkungan yang tidak mendukung pun terlihat sangat jelas. Antara perempuan dan laki-laki single parent. Banyak yang tidak melihat perempuan mampu dan capable untuk mengasuh anak seorang diri. Terlebih jika bekerja hanya menjadi seorang pembantu harian yang mendapatkan upah rendah.
Somehow, bagi mereka laki-laki pelaku kekerasan lebih baik dari seorang Ibu single parent pekerja serabutan. Miris, karena dari serial Maid yang berjumlah 10 episode ini. Kita mendapatkan begitu banyak fakta perlakuan pada Ibu single parent dalam kehidupan nyata.
Melihat perjuangan Alex, rasanya saya sangat sedih. Apalagi ternyata, serial ini diangkat dari kisah nyata. Kisah Stephanie Land, dalam memoirnya. Maid: Hard Work, Low Pay, a Mother’s Will to Survive.
Serial Maid membawa isu KDRT yang selalu dianggap sepele. Padahal sangat nyata dan berdampak, terlebih bagi para perempuan. Menjadi Ibu single parent tidaklah mudah. Namun, sebagaimana Alex hendaknya kita terus berjuang. Untuk kehidupan yang lebih layak. Demi mendapatkan sebuah keadilan.
Untuk kamu, Ibu single parent di luar sana. Jangan pernah menyerah! []