Mubadalah.id – Perempuan selalu dipersepsikan masyarakat di mana-mana sebagai makhluk Tuhan yang menarik, memikat, menggoda, dan mengganggu ketenangan. Dalam teks-teks keagamaan, perempuan adalah sumber fitnah. Dalam hadis yang shahih, misalnya:
“Aku tidak mewariskan suatu fitnah yang lebih merugikan (membahayakan) laki-laki kecuali perempuan.” (HR. Bukhari, Muslim, Ibnu Majah, Tirmidzi).
Kata “fithnah” dalam bahasa Arab, bukan dalam terminologi Indonesia, secara harfiah dan generik berarti “cobaan dan ujian”.
Bentuknya bisa bermacam-macam, dengan kadar yang juga bermacam-macam: ringan, berat, sampai membahayakan kehidupan.
Sebagai suatu cobaan atau ujian, fitnah bisa mengenai siapa saja, orang beriman ataupun tidak beriman.
Perempuan yang distereotip sebagai sumber fitnah dengan pengertian tubuh yang memikat, menggoda, dan mengganggu laki-laki tersebut adalah tafsir dan pendefinisian masyarakat patriarki.
Perempuan dalam sistem sosial ini masih menjadi memprovokasi naluri hasrat laki-laki yang berpotensi menjerumuskannya ke dalam situasi yang merugikannya, baik secara moral, spiritual, maupun material.
Oleh karena itu, perempuan harus dibungkus, dikerangkeng, dan dibatasi geraknya. Bahasa lain yang lebih lembut dan sopan adalah dilindungi dan dijaga ketika ja hendak melakukan aktivitasnya di luar rumah. Di sini, perempuan diposisikan sebagai objek yang dikorbankan demi kepentingan laki-laki.
Tafsir lain atas hadits tersebut yang mungkin lebih adil adalah bahwa hadits tersebut justru ingin menggugah kesadaran kaum laki-laki agar berhati-hati dan menjaga hidupnya dengan menundukkan pandangan matanya ketika melihat perempuan.
Menundukkan mata artinya mengendalikan matanya agar tidak liar dan melotot. Menjaga diri adalah menghormati martabat diri dengan tidak mengganggunya atau melecehkannya. Inilah maksud perintah Tuhan dalam QS. an-Nuur (24): 31 yang populer itu.
Jika laki-laki bisa melakukan demikian, sesungguhnya perempuan bisa bergerak di mana saja sebagaimana laki-laki, sepanjang menjaga kehormatan masing-masing. Mereka tidak perlu membatasi aktivitasnya di ruang publik-politik. Hal ini bisa menguntungkan semua. []