Mubadalah.id – Setidaknya sepanjang akhir 2023 hingga awal 2024 ini kita disuguhkan betapa luar biasanya kekuatan, dan kekejaman Israel dalam melakukan serangan ke wilayah Gaza. Dengan mengatasnamakan upaya untuk menyerang dan melenyapkan Hamas, Israel tidak segan-segan untuk melancarkan serangan ke wilayah-wilayah padat penduduk.
Meski peristiwa-peristiwa tersebut telah terpampang nyata, rupanya tidak membuat dunia dapat bersepakat untuk menghentikan kekejaman Israel ini. Perdebatan demi membenarkan kebrutalan hadir bahkan dalam rapat Perserikatan Bangsa-Bangsa. Di mana selama ini mereka klaim selalu getol menyuarakan kemanusiaan. Semakin lama perdebatan berlangsung tanpa ada tindakan pasti. Semakin banyak korban tidak bersalah berjatuhan.
Kekerasan Tiada Henti
Kekerasan serta kekejaman yang Israel lakukan terhadap penduduk Palestina sejatinya tidak bermula paska peristiwa 7 Oktober 2023. Sejarah mencatat bahwa paska penetapan UN Partition Plan atau Resolusi PBB No 181 pada 29 November 1947, kekerasan terus menerus terjadi di wilayah Palestina. Di mana sebagai salah satu upaya Israel-saat itu sebagai the jewish state-untuk menguasai wilayah tersebut.
Ilan Pape mengisahkan bahwa tentara-tentara Yahudi (Jewish Troops) menggunakan berbagai macam metode untuk meneror warga Palestina di sejumlah wilayah. Suatu ketika di Haifa misalnya, tentara Yahudi pernah membakar area penduduk. Ketika para penduduk berupaya memadamkan area yang terbakar, mereka diberondong dengan tembakan senjata api. Hagana-salah satu kelompok militer Yahudi-juga meledakkan mobil yang sedang warga Palestina perbaiki di dalam garasi rumah. (Pappe, 2007 : 58).
Salah satu peristiwa yang terkenal dalam sejarah konflik ini ialah pembantaian desa Dayr Yasin. (A massacre at the Arab village of Dayr Yasin). Charles D. Smith mencatat, penyerangan oleh Irgun-LEHI -kelompok militer Yahudi- tersebut mengakibatkan 250 (dua ratus lima puluh) korban pria, wanita dan anak-anak. Tubuh para korban mereka mutilasi dan dibuang ke dalam sumur.
Pembantaian ini kemudian mereka umumkan ke wilayah-wilayah pemukiman Arab. Sehingga menimbulkan ancaman terjadinya peristiwa serupa di wilayah lainnya. Peristiwa tersebut menjadi propaganda terhadap warga Palestina untuk segera pergi meninggalkan tempat tinggalnya. Di kemudian hari, desa-desa yang telah warga Palestina tinggalkan ternyata mereka jadikan sebagai pemukiman baru bagi penduduk Israel (Smith, 1996: 144-145).
Goldstone Report
Perserikatan Bangsa-Bangsa juga mencatat sejumlah tindak kekerasan yang memilukan dilakukan oleh Israel. Seperti yang tertuang dalam Report of The United Nations Fact-Finding Mission on The Gaza Conflit yang keluar pada tahun 2009 atau lebih terkenal sebagai The Goldstone Report.
Laporan ini merupakan hasil temuan atas pelaksanaan operasi cast lead yang Israel lakukan pada 2008 hingga 2009 di wilayah Gaza. Penjelasan dalam laporan tersebut adanya aksi penyerangan dan pembunuhan terhadap sejumlah warga sipil Gaza oleh tentara Israel.
Salah satunya ialah pembunuhan Ateya al-Samouni dan anaknya. Mereka melaporkan bahwa pada pagi hari 4 januari 2009, sejumlah tentara Israel memasuki rumah Ateya secara paksa sembari melemparkan alat peledak.
Di tengah kekacauan tersebut, Ateya segera keluar mengangkat tangannya dan kemudian ditembak oleh tentara Israel. Tembakan tentara lanjutkan di dalam ruangan yang setidaknya berisi 20 (dua puluh) orang anggota keluarga, mengakibatkan sejumlah keluarga terluka dan kematian Ahmad, anak dari Ateya al-Samouni.
Masih di area yang sama, 21 (dua puluh satu) keluarga Saleh al-Samouni terbunuh dan 19 (Sembilan belas) lainnya terluka akibat serangan yang terjadi di rumah Wa’el al-Samouni. Serangan diduga berupa proyektil yang tentara tembakkan dari helikopter apache.
Laporan ini juga mencatat penyerangan yang Israel lakukan dengan sengaja (Intentional Strike) pada Rumah Sakit Al-Quds. Mereka menggunakan artillery berdaya ledak tinggi (high-explosive artillery shell). Lalu fosfor putih (white phosphorous) yang terlarang oleh Konvesi Jenewa.
Protective Edge
Catatan kekerasan lainnya dapat kita temukan dalam Report of the detailed findings of the independent commission of inquiry established pursuant to human rights council resolution yang diterbitkan pada 2015. Laporan ini merupakan hasil temuan tim atas pelaksanaan operasi Protective Edge yang Israel lakukan di Gaza pada tahun 2014.
Salah satu temuan tim ini ialah serangan-serangan udara yang tentara Israel lakukan, hingga mengakibatkan sejumlah kematian warga Palestina. Salah satunya ialah serangan bom di rumah keluarga Abu Jabr yang berada di area pengungsi Al-Buraij.
Selain itu salah satu saksi mata mengisahkan bahwa Ia menemukan potongan tubuh paman dan anaknya. Ia juga menemukan tubuh sepupunya yang sedang hamil sembilan bulan dalam keadaan perut terbelah dan tengkorak bayi yang belum Ia lahirkan dalam keadaan hancur. (Her stomach was ripped open and the unborn baby was lying there with the skull shattered.) akibat serangan tersebut.
Baik operasi cast lead maupun operasi protective edge tentara Israel klaim sebagai bentuk respon atas serangan roket dari kelompok militer di Gaza dan merupakan bentuk penerapan prinsip pembelaan diri (right to self defence).
Pembelaan yang serupa -yaitu sebagai respon atas serangan 7 Oktober 2023- juga Israel ajukan dalam rangkaian serangannya ke Gaza saat ini. Bahkan argumentasi yang muncul seakan menegasikan puluhan tahun konflik yang ada serta mengesankan bahwa konflik ini bermula pada 7 Oktober 2023.
Mencegah Kemungkaran
Dalam konteks melawan kemungkaran, kita sebagai seorang muslim diajarkan untuk melakukan perlawanan dan penolakan sesuai dengan kemampuan. Jika kita mampu melawan dengan kekuasaan (yughoyyir biyadih), maka sepatutnya kita gunakan kekuasaan tersebut.
Jika hanya mampu melawan melalui kata-kata (bilisan), maka suarakanlah kebenaran dengan lisan kita. Namun jika kita belum mampu melawan dan merubah dengan kuasa dan juga lisan. Maka setidak-tidaknya kita harus mengingkari kemungkaran tersebut di dalam hati (biqolbi).
Gerakan protes di seluruh dunia telah lama menyerukan pemoboikotan atas produk-produk Israel. Selain itu produk perusahaan-perusahaan yang kita duga kuat berafiliasi dan menyumbang kepada Israel. Gerakan ini memang sempat kita pandang sebelah mata, dan dianggap sia-sia belaka.
Namun respon berbagai perusahaan yang diboikot, termasuk sikap sejumlah negara bagian Amerika Serikat yang menerbitkan larangan boikot justru mengisyaratkan efektifitas gerakan ini.
Fatwa Ulama
Majelis Ulama Indonesia melalui Fatwa No 83 Tahun 2023 telah menegaskan wajibnya mendukung perjuangan kemerdekaan Palestina dan haramnya mendukung agresi Israel. Fatwa ini juga merekomendasikan untuk sebisa mungkin menghindari transaksi dan penggunaan produk yang terafiliasi dengan Israel. Selain itu juga pada produk yang mendukung penjajahan dan zionisme.
Syeikh Ramadhan al-Buthi-sebagaimana saya kutip dalam fatwa MUI-bahkan mewajibkan untuk memboikot produk makanan yang Amerika dan Israel perdagangkan. Karena pemboikotan atas produk tersebut tergolong mudah untuk kita lakukan.
Oleh karenanya, meski belum memiliki kemampuan seperti Afrika Selatan yang berupaya menuntut Israel di hadapan Mahkamah Internasional, setidaknya kita dapat terus melakukan boikot sebagai bentuk perlawanan atas kemungkaran yang Israel lakukan. []