Mubadalah.id – Belakangan ini, sebagian dari kita mungkin sudah tak asing lagi dengan istilah self-love atau cara mencintai diri sendiri. Namun selain self-love ada juga istilah lain yang sedang nge-trend di kalangan anak muda akhir-akhir ini yaitu self-harm atau tindakan menyakiti diri sendiri.
Mengutip dari news.uad.ac.id dalam sebuah talkshow berjudul “from self-harm to self-love” Yang di sampaikan oleh dr. Widea rossi Desvita , Sp.K.J menjelaskan bahwa self-harm merupakan suatu tindakan atau prilaku menyakiti diri sendiri sebagai cara untuk menyalurkan tekanan emosional atau menyalurkan rasa sakit emosional.
Pada kebanyakan kasus, cara yang dilakukan untuk self-harm dapat berupa cutting (sengaja menyakiti dirinya sendiri) dengan tindakan mengiris diri sendiri, membuat goresan, menyayat atau melukai salah satu bagian tubuhnya dengan benda tajam, seperti pisau, silet, atau potongan kaca.
Selain itu, ada juga yang membenturkan kepalanya ke dinding, menarik rambut hingga rontok, bahkan membakar anggota tubuhnya sendiri. Apa yang dilakukan para pelaku self-harm ini tidak lain adalah untuk melampiaskan rasa kesal, amarah, atau kekecewaan yang tidak dapat dikeluarkan dengan cara yang positif. Lalu akhirnya mereka menggunakan cara ini untuk menyalurkan emosionalnya.
Dari aksinya tersebut, para pelaku self-harm sendiri hanya ingin mendapat kepuasan karena emosinya telah tersalurkan, bukan untuk mengakhiri hidupnya. Kendati demikian, self-harm juga bisa berpotensi berujung pada tindakan bunuh diri, apabila tidak segera mendapat penanganan atau solusi yang tepat.
Dalam beberapa kasus yang terjadi, self-harm kebanyakan dilakukan oleh anak usia remaja hingga dewasa awal dengan beragam latar belakang persoalan seperti depresi, amarah, kecewa, putus cinta.
Atau bisa juga, akibat ditinggal oleh sosok yang menjadi panutannya, gagal dalam menggapai impian dan beragam persoalan lainnya. Hal yang mendorong para pelaku ini selalu berkaitan dengan masalah emosional karena self-harm sendiri merupakan salah satu bentuk dari gangguan mental.
Kasus Self-Harm di Indonesia
Melansir dari Schoolmedia News Salah satu kasus self-harm yang cukup menyita perhatian publik adalah yang terjadi Pada tahun 2023 lalu. Tepatnya di Kabupaten Karanganyar Provinsi Bali. Kasus self-harm tersebut dilakukan secara masal oleh 49 siswa di sekolah menengah pertama.
Mirisnya dari 49 siswa tersebut semuanya adalah perempuan. 40 di antaranya melakukan self-harm dengan sayatan satu kali, sedangkan 9 orang siswa lain melakukanya secara berulang kali.
Dalam merespon maraknya praktik self-harm di kalangan remaja, Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) turut prihatin melihat kondisi para korban. Dalam menangani kasus ini, pihaknya telah berkordinasi dengan pemerintah Provinsi Bali.
“Kita sebagai orang tua, guru, pemerintah, bahkan masyarakat tentunya sepakat, mereka adalah generasi penerus bangsa yang perlu kita jaga dan penuhi hak-hak dasarnya, terutama hak atas kelangsungan hidup dan hak atas perlindungan. KemenPPPA berkomitmen memantau kasus ini dan akan terus melakukan koordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Karangasem terkait upaya penanganan, perawatan, dan perlindungan korban,” ujar Menteri PPPA.
Faktor Penyebab Self-Harm
Maraknya prilaku self-harm tentu menimbulkan beragam pertanyaan terkait apa yang membuat para remaja menyakiti dirinyan sendiri. Melansir dari halodoc.com, setidaknya ada tiga faktor penyebab seseorang melakukan self-harm.
Pertama, riwayat trauma. Self-harm seringkali dilakukan oleh orang yang memiliki trauma psikologis. Faktor trauma inilah yang lebih rentan membuat seseorang melakukan percobaan untuk menyakiti diri sendiri. Kondisi ini bisa muncul saat kehilangan orang tersayang atau pernah menjadi korban kekerasan fisik, emosional, hingga seksual.
Kedua, masalah sosial. Self-harm bisa terjadi karena masalah sosial. Penyebab lain dari self-harm adalah masalah sosial. Sering kali, perilaku negatif ini lebih rentan menyerang korban perundungan atau bullying, atau orang-orang yang sedang berada dalam kesulitan tertentu.
Ketiga, gangguan mental. Pada beberapa kasus, penyebab self-harm adalah masalah kesehatan mental. Misalnya depresi, gangguan mood, hingga gangguan kepribadian. Selain itu, nyatanya faktor-faktor lain juga bisa menjadi penyebab seseorang melakukan perilaku ini.
Cara Mengatasi Self harm
Self-harm cendrung pelaku lakukan hanya untuk melukai diri sendiri, namun jika prilaku ini tidak segera ditangani dengan baik maka dapat menimbulkan akibat yang fatal. Lantas bagaimana jika seseorang telah melakukan prilaku self-harm ? Ada beberapa cara yang dapat kita lakukan untuk mengatasi self-harm di antaranya:
Pertama, jauhkan dari benda tajam. Dalam kebanyakan kasus yang terjadi, self-harm ia lakukan dengan cara melukai, memotong atau menyayat anggota tubuh menggunakan benda tajam seperti pisau, silet, pecahan kaca dan benda tajam lainya. Dengan menjauhkan pelaku dari benda tajam, hal ini bisa meminimalisir terjadinya prilaku self-harm.
Kedua, bercerita dengan orang terdekat. Self-harm dapat terjadi karena emosi yang tidak dapat tersalurkan dengan baik, atau perasaan kesepian karena tidak ada atau enggan menceritakan perasaan atau hal yang sedang pelaku alami. Dengan bercerita, fokus untuk melukai diri sendiri akan dapat teralihkan dengan lawan bicara, sehingga hal ini dapat menjadi solusi bagi prilaku self-harm.
Ketiga, jangan menyendiri. Seringkali seseorang yang sedang merasa depresi, kecewa, atau sakit hati cendrung untuk mengurung dirinya dan enggan bertemu dengan orang sekitar. Ketika sedang menyendiri, tak menutup kemungkinan akan ada dorongan untuk melakukan sel-harm, sebagai pelampiasan emosi. Maka dari itu, hindari menyendiri dan tetap bersama orang terdekat seperti keluarga, teman atau pasangan.
Keempat, konsultasi ke psikolog. Jika solusi di atas kurang tepat, maka konsultasi ke psikolog bisa menjadi sebagai opsi terakhir penanganan self-harm. Dengan berkonsultasi ke psikolog maka dapat kita ketahui penyebab self-harm. Sehingga cara mengatasinnya dapat kita sesuaikan dengan penyebabnya.
Oleh sebab itu, dari keempat cara tersebut bagi saya menjadi penting dan perhatian bagi kita semua, terutama bagi para orangtua. Mereka harus lebih memperhatikan anak anaknya untuk tidak terdorong melakukan prilaku ini. Orangtua enjalin kedekatan emosional yang baik. Sehingga anak menjadi terbuka untuk bercerita apa yang ia alami. Dengan begitu, prilaku self-harm dapat di minimalisir. []