Mubadalah.id – Pertanyaan yang sering muncul dalam sebuah teks Hadis adalah jika Hadis tersebut ada kata mar’ah (perempuan). Lalu, dalam hal ini, apakah kata mar’ah tersebut berlaku khusus bagi perempuan? Mengapa? Bisakah dikeluarkan makna yang integral dengan visi dan misi Islam untuk diberlakukan secara umum, mencakup juga laki-laki? Apa dan bagaimana batasannya? Apa dan bagaimana metodenya?
Dalam al-Maknaz al-Islami setidaknya ada 55 tempat dari kitab utama Hadis yang menggunakan kata ayyumd mar’ah, yang berarti setiap perempuan. Kata imroatun (seorang perempuan) tanpa tanda definitif ada 1.897 tempat teks Hadis, sementara kata al-mar’ah (seorang perempuan) dengan tanda definitif ada 1.026 teks Hadis.
Sebagian besar dari teks Hadis yang mengandung kata marah ini berbicara tentang relasi rumah tangga, keluarga, atau hal-hal terkait dengan reproduksi biologis, seperti menstruasi, hamil, melahirkan, dan menyusui.
Ada juga teks Hadis yang bersifat umum. Misalnya Hadis tentang perempuan yang memberi makan setiap hari Jumat (Shahih al-Bukhari, no. 946), perempuan yang selalu shalat sepanjang malam (Shahih al-Bukhari, no. 1159), perempuan yang memiliki kebun dan bayar zakat (Shahih al-Bukhari, no. 1505), atau yang lain.
Sebagaimana teks-teks Hadis rajul, kita belum menemukan kajian komprehensif mengenai kata marah dalam teks-teks Hadis. Kita juga belum menemukan sesuatu yang bisa saya kutip tentang hal ini.
Ibn Hajar dan al-Munawi, dalam komentar mereka terhadap Hadis, “Seorang perempuan dinikahi karena empat hal: harta, keluarga, kecantikan, dan agama.” (Shahih al-Bukhari, no. 5146), juga tidak menjelaskan bahwa hal itu bisa berlaku bagi laki-laki yang dipilih perempuan karena empat hal tersebut.
Padahal, secara faktual, perempuan juga memiliki standar dalam memilih laki-laki untuk menjadi suaminya. Artinya, belum kita temukan kata mar’ah diartikan seseorang, bukan hanya perempuan. Sebagaimana kata rajul sudah secara umum orang-orang artikan bukan hanya laki-laki. []