Mubadalah.id – Istilah ulama berasal dari bahasa Arab yaitu jama’ dari kalimat ‘alimun yang bermakna menguasai ilmu agama. Kata ulama dan alimun berbeda, alimun adalah jamak mudzakar salim dari kata al-alim. Penyebutan kata ulama terdapat dua kali dalam al-Qur’an QS al-Syu’ara/26: 197 dan Fatir/35: 28.
Sedangkan kata al-Alim terdapat sebanyak 13 kali disebutkan. Salah satunya dalam surat Fatir ayat 28:
وَمِنَ النَّاسِ وَالدَّوَابِّ وَالأنْعَامِ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ كَذَلِكَ إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ (٢٨)
“Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun”, (QS. Fathir/35: 28)
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقۡنَٰكُم مِّن ذَكَرٖ وَأُنثَىٰ وَجَعَلۡنَٰكُمۡ شُعُوبٗا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓاْۚ إِنَّ أَكۡرَمَكُمۡ عِندَ ٱللَّهِ أَتۡقَىٰكُمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٞ
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu ( Alhujurot/ 49 :13)
Definisi Ulama Perempuan
Definisi ulama perempuan masih menimbulkan perdebatan secara konseptual. Secara distingtif, mengharuskan adanya istilah ulama laki-laki, padahal seharusnya tidak. Karena kata ulama ini berbentuk jamak yang mewakili keduanya. Dalam perspektif gender, hal ini mengandung “contradictio in terminis”, yang seharusnya memiliki makna netral.
Menurut Azyumardi Azra, apabila menambahkan kata laki-laki maupun perempuan, justru menunjukkan bias gender. Namun hal tersebut berbeda di dalam pandangan Kiai Husein Muhammad, bahwa sebutan ulama tidak hanya merujuk pada laki-laki saja. Melainkan baik laki-laki maupun perempuan yang melihat suatu permasalahan berperspektif adil gender.
Sudut pandang keduanya berbeda, Azra memakai perspektif gramatikal bahasa Arab dan idealis. Adapun Kiai Husein Muhammad dari perspektif sosiologis dengan menyematkan kata perempuan sebagai penguat dalam memperjuangkan isu-isu perempuan.
Kiai Husein Muhammad menambahkan makna kata ulama kita peletakannya berbeda, yaitu ulama perempuan dan perempuan ulama. Dalam pandangannya di acara KUPI (Kongres Ulama Perempuan Indonesia). Ulama perempuan bersifat ideologis dan perempuan ulama bersifat biologis. Istilah ulama perempuan yaitu rasa keberpihakan terhadap permasalahan perempuan, dengan pengalaman perempuan dalam menangani segala permasalahan.
Perbedaan letak perempuan sebelum atau sesudah kata ulama, memiliki konsekuensi dan makna. Perempuan yang memiliki kualifikasi ulama, namun apabila melihat permasalahan menggunakan kacamata laki-laki maka tidak bisa kita golongkan masuk pada golongan ulama perempuan, melainkan perempuan ulama.
Sedangkan seorang ulama laki-laki maupun perempuan, apabila melihat permasalahan perempuan dengan kacamata perempuan, maka bisa kita sebut ulama perempuan.
Adapun menurut Binti Maunah dalam orasi ilmiah pada pengukuhan guru besarnya, hal ini tidak proporsional. Karena seorang laki-laki memilik perspektif perempuan, dapat kita anggap ulama perempuan, namun seorang ulama yang berjenis perempuan memiliki perspektif laki-laki tetap kita sebut perempuan ulama. Lalu mengapa harus kita bedakan.
Syarat-syarat Menjadi Ulama Perempuan
Sebagaimana bunyi hadits, al ulamaa’ warotsatul anbiyaa, maka sifat dan sikap ulama mencerminkan apa yang dimiliki para nabi. Nabi adalah seorang yang mendapatkan wahyu dari Allah SWT, baik diperintah menyampaikan kepada umatnya maupun tidak. Bila dalam perintah menyampaikan kepada umatnya, maka merupakan Nabi sekaligus Rasul. Sifat-sifat yang harus dimiliki seorang ulama adalah meniru sifat profetik yang melekat dalam diri Nabi. Antara lain:
Shidiq: adalah kejujuran. Pengakuannya sebagai Nabi dan pengakuannya atas berbagai hal yang disampaikannya dari Allah SWT.
Amanah: adalah terjaga lahiriah dan batiniah para nabi dari melakukan perbuatan haram berupa dosa kecil maupun dosa besar, kemakruhan.
Fathanah: Pemimpin tranformatif harus cerdas (fathanah), mampu meningkatkan pemahaman dan merangsang timbulnya cara pandang baru dalam melihat permasalahan, berpikir, dan berimajinasi. Menegakkan hujjah dan nilai kebenaran
Tabligh: menyampaikan risalah yang diperintahkan. Tidak menyimpan ilmu dan informasi penting.
Konsep kepemimpinan Islam apabila merujuk pada pendapat al-Ghazālī, adalah pemimpin yang tertanam dalam dirinya ilmu pengetahuan, agama, dan akhlak. Keseimbangan dari ketiga hal tersebut mampu membawa pemimpin menjadi pemimpin ideal.
Ulama perempuan senantiasa berperilaku penuh kepedulian. Dia mampu menganugerahi selamat atas kesuksesan orang lain, selalu hangat serta perhatian, tidak sebatas pada kehidupan kerja mereka.
Teladan Rasulullah Saw
Wujud uswah yang diteladankan Rasulullah SAW. konsiderasi individual dalam komponen kepemimpinan transformasional adalah bahwa Nabi SAW. senantiasa mau mendengarkan orang-orang yang dilayani, tetapi tidak terpenjara oleh opini publik.
Ulama perempuan mengutamakan musyawarah dalam pengambilan keputusan, dengan mengikuti perilaku Nabi yang selalu melibatkan orang lain bermusyawarah dalam pengambilan keputusan.
Rasul Muhammad SAW. adalah figur pemimpin yang harisun alaihi kepada umatnya. Beliau hangat serta sangat perhatian dan peduli terhadap bawahannya (umatnya), tidak sebatas kerja mereka, tetapi juga pada kehidupan umatnya. Rasulullah SAW. adalah guru dan pendidik utama yang menjadi profil setiap pemimpin dan pendidik muslim. Semua ini adalah bukti pendidikan rasul dalam rangka pembentukan manusia muslim dan masyarakat Islam.
Ulama disebut warotsatul anbiya’, senantiasa meneladani ajaran-ajaran Muhammad Rosululloh SAW. dengan selalu berpegang pada al-Qur’an dan Hadits. Maka Ulama menuntut ilmu setinggi-tingginya dan sepanjang hayat sudah menjadi tugasnya.
Dr. Husein Syahatah, seorang pakar ilmu manajemen Islam dari Universitas Al Azhar Kairo Mesir menjelaskan beberapa prinsip-prinsip dasar yang harus menjadi pegangan seorang Manajer, sebagai berikut; (1) Amanah, (2). Mishdaqiah/sesuai realitas, (3). Diqqah/cermat dan sempurna, (4). Tauqit/penjadwalan yang tepat atau timeliness, (5). Adil dan Netral, dan (6). Tibyan.
Sesuai pesan sayyidina Ali ibn Thalib “Al haqqu bila nidham yaghlibuhul bathil bin nidham” yaitu “kebenaran yang tidak terorganisir dan tidak dikelola dengan rapi akan dihancurkan dan dikalahkan oleh kebatilan atau kejahatan yang sudah tersusun dan terorganisir dengan rapi”.
Kiprah ulama perempuan banyak tersebar di berbagai bidang. Mulai dari mengelola pesantren, mubaligh-mubalighoh yaitu singa podium, guru, penulis, dst. Mereka mengamalkan ilmu untuk bermanfaat bagi masyarakat, berdasarkan maqosidus syariah yaitu alkulliyat alkhomsah yaitu hifdz an-nafs, hifdz al-aql, hifdz an-nasl, hifdz al-maal, hifdz al-din. []