اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لَاإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لاَإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ اْلحَمْدُ.
اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ أَمَاتَ وَ أَحْيَى. اَلْحَمْدُ للهِ الًّذِيْ أَمَرَنَا بِالتَّقْوَى وَ نَهَانَا عَنِ اتِّبَاعِ الْهَوَى. اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ جَعَلَ لَنَا عِيْدَ الْفِطْرِ وَ اْلأَضْحَى. أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ نِعْمَ الْوَكِيل وَنِعْمَ الْمَوْلَى، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَ مَنْ يُنْكِرْهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلاَلاً بَعِيدًا. وَ صَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا وَ حَبِيْبِنَا الْمُصْطَفَى، مُحَمَّدٍ نَبِيِّ الْهُدَى، الَّذِيْ لاَ يَنْطِقُ عَنْ الْهَوَى، إِنْ هُوَ إِلاَّ وَحْيٌ يُوْحَى، وَ عَلَى اَلِهِ وَ أَصْحَابِهِ أَهْلِ الصِّدقِ وَ الْوَفَا. اَللَّهُمَّ اجْعَلْنَا مِمَّنْ اِتَّبَعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْجَزَا. أَمَّا بَعْدُ: فَيَاأيُّهَا الإِخْوَان، أُوْصِيْكُمْ وَ نَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنْ، قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي اْلقُرْانِ اْلكَرِيمْ: أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الَّشيْطَانِ الرَّجِيْم، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمْ إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ. فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ. إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ. صَدَقَ اللهُ العَظِيمْ
Jamaah shalat Idul Adha hadâkumullâh.
Marilah kita panjatkan puji dan syukur kepada Allah swt yang telah memberikan nikmat iman, Islam, dan sehat wal afiat sehingga kita dapat melaksanakan Shalat Idul Adha pada pagi hari ini. Maka marilah kita gunakan kesempatan ini untuk menambahkam ketakwaan kita kepada Allah kapan pun dan di mana pun kita berada serta dalam keadaan sesulit apa pun dan dalam kondisi yang bagaimana pun, dengan cara melaksanakan segenap kewajiban dan menjauhi segala larangan Allah ta’ala.
Shalawat dan salam, mari kita haturkan kepada Nabi Muhammad Saw, juga kepada keluarganya, dan sahabatnya. Semoga, kita semua selaku umatnya mendapatkan syafaatnya kelak di hari kiamat nanti. Amin ya rabbal alamin.
Jama’ah Shalat Idul Adha yang dimuliakan Allah Swt.
Saat ini, kita memasuki puncak dari 10 hari yang istimewa, hari yang bahkan dijadikan sumpah Allah Swt dalam al-Qur’an surat al-Fajr: “Wal fajr, wa layalin ‘asyr,” demi waktu fajar, demi malam yang sepuluh”. Para ulama menafsirkan bahwa maksud malam yang sepuluh adalah 10 hari pertama di bulan Dzulhijjah.
Dan puncaknya adalah hari ini, Hari Raya Idul Adha. Satu hari yang memiliki sejarah penting dalam perjalanan hidup manusia. Di hari ini, Nabi Ibrahim As melaksanakan perintah Allah Swt untuk menyembelih putranya, Nabi Ismail As yang saat itu masih belia. Ketaatan Nabi Ibrahim As pada perintah Allah ini kemudian menurunkan rahmah Allah dengan mengirimkan domba kehadapan Ibrahim untuk menggantikan Ismail, putranya. Peristiwa ini menjadi sejarah lahirnya ibadah kurban dengan binatang ternak seperti kambing, sapi dan juga onta.
Berbicara dua nabi di atas, yaitu Nabi Ibrahim atau Nabi Ismail, kita tidak dapat memisahkan dengan sosok Istimewa yaitu Dewi Hajar. Perempuan agung keturunan bangsawan tanah Mesir yang dijadikan budak oleh Raja Firaun dan dihadiahkan kepada Nabi Ibrahim sebagai budak keluarga Nabi Ibrahim. Dewi Hajar adalah sosok Perempuan bersahaja yang tabah menghadapi berbagai cobaan dalam hidupnya, dari diperbudakkan hingga kemudian menjadi istri Nabi Ibrahim As.
Ketika Dewi Hajar mampu mempersembahkan seorang putra dari rahimnya, yang menjadi penerus keturunan Nabi Ibrahim As yang telah menanti sekian lama dalam pernikahannya dengan Dewi Sarah istri pertama Ibrahim. Dewi Hajar harus tabah dan sabar mendapati dirinya diasingkan atas perintah Allah ke tanah tandus Makkah. Dewi Hajar ditinggal seorang diri di tengah padang tandus hanya bersama Ismail yang masih bayi. Kita dapat memetik pelajaran penting dari perjuangan Dewi hajar, sebagai seorang istri dan seorang Ibu. Yaitu, perempuan yang kaya akan kesabaran.
Kisah
Kisah ini terekam dalam al-Qur’an Surat Ibrahim ayat 37:
:رَبَّنَآ اِنِّيْٓ اَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِيْ بِوَادٍ غَيْرِ ذِيْ زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِۙ رَبَّنَا لِيُقِيْمُوا الصَّلٰوةَ فَاجْعَلْ اَفْـِٕدَةً مِّنَ النَّاسِ تَهْوِيْٓ اِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِّنَ الثَّمَرٰتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُوْنَ
Artinya: “Ya Tuhan, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan (yang demikian itu) agar mereka melaksanakan salat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rezeki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.”
Lembah yang dimaksud pada ayat tersebut adalah Kota Suci Makkah, sebagaimana dijelaskan Imam Ibnu Jarir al-Thabari dalam kitab tafsirnya.
Dalam Kitab Qishashul Anbiya, Imam Ibnu Katsir mengisahkan saat perbekalan Dewu Hajar habis, dan putranya kelaparan karena air susu ibunya yang mengering. Ismail menangis tiada henti. Siti Hajar pun berjalan ke bukit Sofa mencari barangkali ada penghidupan yang ia lihat. Tetapi tak ada apa pun yang ia lihat kecuali hamparan padang pasir. Kemudian berlari-lari kecil sampai pada Marwah. Ia berdiri dan melihat ke sekitar dari situ. Namun, tak juga ada apapun yang ia lihat kecuali hamparan padang pasir. Terus Dewi Hajar berlari dari bukit Shofa ke Marwah hingga sebanyak tujuh kali.
Dalam kelelahan ia terus bermunajat kepada Allah, dengan terus berupaya menghidupi putranya dengan segenap kekuatan mencari dan terus mencari penghidupan. Sampai kemudian memancar air Zam-zam di dekat kaki Ismail yang kemudian menjadi sumber mata air kehidupan yang tiada habisnya hingga hari ini.
Jamaah Shalat Idul Adha yang dimuliakan Allah Swt.
Kisah tersebut memberikan banyak hikmah yang bisa kita petik, di antaranya:
Dewi Hajar mengajarkan kita khususnya perempuan untuk selalu hidup optimis, tidak mudah putus asa. Bahkan di tengah cobaan yang maha dahsyat. Pikiran yang optimis, membuat perempuan kuat berjuang di tengah himpitan persoalan yang mengelilinginya dan dengan senantiasa menengadahkan tangan berdoa kepada Allah Swt.
Dewi Hajar juga menggambarkan sosok perempuan sebagai ibu, yang senantiasa tabah dan sabar dalam mengasuh anak. Memperjuangkan kebaikan anaknya dengan seluruh jiwa raganya. Sebagai istri, Dewi Hajar memberikan contoh, untuk selalu taat kepada Allah, dan menghormati suaminya. Termasuk ketika suaminya, yaitu Nabi Ibrahim meninggalkannya bersama putranya yang masih bayi. Ia Ikhlas menjalaninya dengan sabar dan tawakkal.
Sabar jika menilik Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah tahan menghadapi cobaan, tidak lekas marah, tidak lekas putus asa, tidak lekas patah hati, tabah, tenang, tidak tergesa-gesa, dan tidak terburu nafsu.
Demikianlah Dewi Hajar dalam menghadapi berbagai cobaannya. Ia dengan tenang sembari tetap berupaya mencari solusi atas problem yang tengah dihadapinya. Dalam keadaan yang sulit, kesabaranya mengantarkannya tetap bertanggung jawab terhadap putranya yang masih bayi, dengan berupaya sekuat tenaga mencari penghidupan untuk anaknya. Allah berjanji dalam al-Qur’an, akan selalu membersamai orang yang bersabar.
Allah Swt berfirman dalam al-Qur’an surat al-Anfal ayat 46:
وَاَطِيْعُوا اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ وَلَا تَنَازَعُوْا فَتَفْشَلُوْا وَتَذْهَبَ رِيْحُكُمْ وَاصْبِرُوْاۗ اِنَّ اللّٰهَ مَعَ الصّٰبِرِيْنَۚ
Artinya, “Dan taatilah Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berselisih, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan kekuatanmu hilang dan bersabarlah. Sungguh, Allah beserta orang-orang sabar.”
Jama’ah yang dimuliakan Allah Swt.
Imam al-Ghazali dalam Kitab Ihya Ulumiddin menjelaskan bahwa pertolongan Allah Swt itu erat kaitannya dengan kesabaran. Karenanya, setelah Dewi Hajar bersabar, pertolongan pun datang dari hal yang tak diduga-duga. Di antaranya adalah ditemukannya sumber mata air Zam-zam yang menjadi sumber kehidupan.
Hal tersebut merupakan bentuk pembersamaan Allah Swt terhadap Dewi Hajar yang sabar. Sebagaimana dijelaskan dalam Kitab Tafsir Taisirul Karimirrahman fi Tafsiri Kalamil Mannan, bahwa bentuk pembersamaan Allah Swt terhadap orang-orang yang sabar adalah dengan pertolongan.
Dari kisah tersebut, kita belajar bahwa sabar bukan sekadar menerima nasib lalu berdiam diri begitu saja. Namun, usaha atau ikhtiar tetaplah harus dilakukan sebagai langkah untuk mewujudkan kehidupan. Sebab, kepercayaan kita pada takdir dari Allah Swt harus dibuktikan dengan usaha. Karenanya, tak aneh jika sabar disebut oleh Rasulullah Saw sebagai setengah dari iman. Senada dengan ayat yang tadi disampaikan, Rasulullah Saw juga bersabda:
لَوْ كَانَ الصَّبْرُ رَجُلًا لَكَانَ كَرِيْمَا وَاللهُ يُحِبُّ الصَّابِرِيْنَ
Artinya, “Jikalau sabar adalah seorang laki-laki, pastilah dia sosok yang mulia. Allah menyukai orang-orang yang sabar.”
Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah Swt.
Kisah di atas juga memberikan pengajaran kepada kita, tentang bagaimana Nabi Ibrahim dan Dewi Hajar memberikan pengajaran kepada kita sebagai keluarga yang taat pada perintah Allah. Dengan ketauhidan yang tinggi, keyakinan penuh pada kuasa Allah. Sehingga perintah yang berat apa pun dapat keduanya jalani hingga kemudian mendapat pertolongan Allah. Orang yang taat kepada Allah, adalah bentuk wujud ketakwaan manusia. Dan ketakwaan ini akan membawa manusia menjadi pribadi yang ikhlas, berserah pada qadha yang Allah Swt pilihkan. Sebagaimana dalam al-Qur’an Surat Ali ‘Imran ayat 102
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِۦ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya. Dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.”
Kisah di atas juga mengajarkan bagaimana Islam memberikan penghargaan yang tinggi kepada manusia, tanpa memandang status sosial, suku ras. Bahkan Dewi Hajar yang merupakan seorang budak. Tetapi kisah hidupnya terabadikan dalam ibadah yang sangat penting dalam rukun haji, yaitu ritual Sa’i dalam ibadah haji. Islam adalah agama yang menghargai manusia bukan atas dasar kecantikan, kekayaan ataupun kekuasaan. Tetapi berdasarkan ketakwaanya. Sebagaimana dalam al-Quran Surat al-Hujurat ayat 13:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَٰكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَٰكُمْ شُعُوبًا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓا۟ ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ ٱللَّهِ أَتْقَىٰكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Bersabar
Semoga Allah Swt memberikan kita kekuatan untuk bersabar atas segala takdir, bersabar untuk tidak melakukan hal-hal yang Allah Swt larang. Maupun bersabar atas segala yang Allah Swt perintahkan.
Dengan begitu, insya Allah kita semua niscaya akan selalu Allah bersamai dan cintai Allah. Sebagaimana yang dalam firman-Nya dan sabda Nabi. Amin ya rabbal ‘alamin.
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ وَ لِلّٰهِ الْحَمْدُ
بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم
Khutbah II
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِي إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا. أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُواااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَّى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِيِّ يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتَنِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ