Mubadalah.id – Islam dengan tegas melarang umat Islam dari perilaku menghina, menjelek-jelekkan atau merendahkan orang lain. Al-Qur’an menyebut beberapa istilah, antara lain: “taskhir” dan “istihza”. Mengenai masalah ini kitab suci al-Qur’an menyatakan:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّنْ قَوْمٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُوْنُوْا خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاۤءٌ مِّنْ نِّسَاۤءٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّۚ وَلَا تَلْمِزُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوْا بِالْاَلْقَابِۗ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوْقُ بَعْدَ الْاِيْمَانِۚ وَمَنْ لَّمْ يَتُبْ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum merendahkan kaum yang lain. Boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik dari mereka yang merendahkan. Dan jangan pula kaum perempuan merendahkan kaum perempuan yang lain, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik daripada yang merendahkan. Dan janganlah suka mencela kamu sendiri dan jangan memanggil dengan gelar yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim”. (QS. al-Hujurat ayat 11).
Ayat al-Qur’an di atas secara jelas melarang orang-orang yang beriman kepada Allah, baik secara individual maupun kelompok untuk merendahkan, meremehkan, melecehkan dan menghina martabat manusia yang lain, dengan cara apapun.
Perendahan terhadap manusia merupakan pelanggaran terhadap kehormatan manusia. Para pelaku tindakan tersebut adalah perbuatan orang-orang yang zalim.
Merespon Sikap
Ada sejumlah latar belakang mengapa ayat ini turun. Ibnu Abbas ra, Sahabat Nabi Saw terkemuka dan ahli tafsir paling awal menginformasikan kepada kita bahwa ayat di atas diturunkan dalam rangka merespon sikap Tsabit bin Syamas yang mengejek atau merendahkan sahabat lainnya dari kalangan Anshar.
Sementara al-Dhahhak mengatakan, “Ayat ini turun berkenaan dengan utusan atau rombongan Bani Tamim. Mereka mengejek para sahabat Nabi yang miskin, seperti Ammar, Khabbab, Bilal, Suhaib, Salman dan Salim, pembantu Abu Hudzaifah.”
Ikrimah, meriwayatkan bahwa ayat ini turun berkaitan dengan peristiwa olok-olok salah seorang istri Nabi terhadap Ummu Salamah yang disebutnya sebagai “perempuan pendek”.
Ada riwayat lain yang mengatakan bahwa ia turun berkaitan dengan adanya ucapan salah seorang istri Nabi terhadap istri lainnya bernama Shafiyyah yang ia katakannya sebagai “perempuan Yahudi”. Imam Ibnu Jarir al-Thabari, guru besar para ahli tafsir mengatakan:
“Allah menyebutkan secara umum larangan untuk mencela orang lain, sehingga larangan ini mencakup seluruh bentuk celaan. Tidak boleh seorang mukmin mencela mukmin yang lain karena kemiskinannya, karena perbuatan dosa yang telah ia lakukan, dan yang lainnya”. (Baca: Jami’ul Bayan ‘an Ta’wil Ayi al-Qur’an). []