Apakah benar ketika keluarga miskin menikah dengan keluarga miskin akan melahirkan keluarga miskin yang baru, dan begitu seterusnya? Beberapa bulan terakhir selama masa #dirumahsaja kebanyakan dari kita akan memilih untuk mengurangi aktivitas di luar dan sangat sering bahkan selalu menghabiskan waktu berselancar di media sosial.
Pada waktu yang lalu, sempat beredar berita yang salah satunya membuat penulis sedikit tertegun adalah kutipan salah seorang Mentri yang menjadi pembicara pada peringatan Hari Anak Nasional 2020 di Jakarta, yang menyampaikan bahwa “rumah tangga baru miskin rata-rata berasal dari rumah tangga miskin sebelumnya. Hal itu terjadi karena adanya pernikahan sesama anggota keluarga miskin sehingga muncul keluarga miskin yang baru.”
Pernyataan ini mungkin timbul melihat realita 20% atau sekitar 5.7 juta rumah tangga yang ada di Indonesia tergolong miskin. Akan tetapi yang perlu menjadi pertanyaan terhadap pernyataan ini, apakah penyebab kemiskinan yang terjadi semata-mata karena menikahnya keluarga miskin dengan sesama keluarga miskin juga?
Padahal jika kita rujuk pada ayat Al Quran Surah An Nuur ayat 32, Allah SWT akan memberi kemampuan bagi hamba yang telah menikah, yang berbunyi:
“Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karuniaNya. Dan Allah Maha Luas lagi Maha Mengetahui.”
Terkait hal ini, Imam Al Baghawi menyatakan bahwa “Umar menyatakan seperti itu pula, menukil dari Ibnu Katsir terhadapat Tafsir ayat ini. Ternyata menikah adalah pintu untuk membuka rejeki Allah yang sangat luas. Dengan menikah, Allah memberikan kecukupan, sebagai karunia dan kasih sayang bagi hambaNya. Ibnu Mas’ud juga menyatakan “Carilah kaya (hidup berkecukupan) dengan menikah”.
Dari ayat dan penjelasan di atas ditegaskan bahwa baik laki-laki dan perempuan yang menikah, maka Allah akan memberikan pertolongan bagi mereka, termasuk salah satunya adalah memberikan kecukupan dan kemudahan memperoleh rezeki kepada mereka. Dan dalam membangun keluarga yang harus dipahami rezeki disini jangan dipersempit sebatas nilai uang, karena miskin dan kaya tak melulu perihal materi saja. Sebab makna berumah tangga lebih dari itu.
Miskin atau Kaya Tergantung Kita Menyikapinya
Istilah miskin dan kaya standarisasinya sebatas buatan manusia semata yang diukur berdasarkan jumlah uang yang dimiliki oleh setiap orang. Padahal makna kaya tidak sesempit itu, karena ada banyak kekayaan yang tidak dapat dihitung sebatas dengan jumlah kita punya, terlebih ketika kita menikah. Kekayaan yang dijanjikan Allah dalam hal ini berupa mencukupkan rezeki bagi pasangan yang menikah.
Rezeki yang dikaruniakan Allah, tidak sebatas dalam bentuk uang. Ada nilai-nilai lain seperti Kerukunan, hidup harmonis, dan berbahagia dalam berkeluarga yang merupakan rezeki tak ternilai harganya dalam membangun sebuah keluarga.
Ketika memilih pasangan untuk menikah, kita dapat merujuk pada Hadist Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim. Terdapat empat kriteria dalam memilih pasangan, baik bagi laki-laki maupun perempuan, meskipun dalam hadist ini sebatas dalam memilih istri yang akan dinikahi, namun juga dapat dijadikan rujukan untuk kriteria memilih laki-laki sebagai suami kelak, karena laki-laki dan perempuan setara.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: ” تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ: لِمَالِهَا، وَلِحَسَبِهَا، وَلِجَمَالِهَا، وَلِدِينِهَا، فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ
Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda: “Wanita umumnya dinikahi karena 4 hal: hartanya, nasabnya, kecantikannya, dan agamanya. Karena itu, pilihlah yang memiliki agama, kalian akan beruntung.
Memang dalam hadist ini, salah satu kriterianya adalah harta dari calon pasangan kita. Akan tetapi, memilih yang baik dari segi agamanya akan beruntung. Mengapa demikian? Karena agama yang menentukan bagaimana kehidupan pernikahan kelak. Ketika kedua pasangan memiliki pemahaman yang sama terhadap ilmu agama, memahami konsep kesalingan (mubadalah) dalam keluarga, dan paham konsep rezeki yang akan diberikan oleh Allah ketika selepas menikah nantinya. Tentu tujuan menikah untuk mencapai sakinah, mawaddah, wa rahmah akan tercapai. Sebab, pemahaman akan nilai-nilai penting membangun pernikahan sudah dipahami bersama.
Ketika sebelum menikah, standart miskin dan kaya hanyalah konstruk yang dibangun masyarakat secara umum terhadap penghasilan kita dan keluarga kita. Padahal konsep kebahagiaan tidak melulu dapat dibeli dengan uang. Dan hakikat kekayan yang sebenarnya adalah bagaimana ketika memilih berkomitmen membangun rumah tangga bersama pasangan.
Di titik itu pula kita menyamakan visi bersama, membangun kehidupan keluarga baru, tidak bergantung dengan kondisi keluarga kita sebelumnya. Karena kondisi keluarga yang kita bangun kedepannya tergantung bagaimana kita menyikapi dan memaknai kekayaan yang kita miliki.
Memulai kehidupan untuk membangun keluarga bersama orang lain, kunci paling utama adalah bagaimana kita mampu membangun rasa percaya dan yakin mampu membangun kehidupan lebih baik bersamanya. Menyiapkan diri untuk menjadi partner yang terus mensuport apa yamg diusahakan oleh pasangan kita nantinya. Menerima setiap saran dari orang lain sebagai masukan, dan tetap kita berdualah yang menentukan setiap pilihan.
Menjadi miskin atau kaya, sebatas bagaimana kita membangun cara pandang dan menyikapi setiap bentuk pemaknaan yang dibangun oleh masyarakat, setidaknya meski masyarakat menganggap kita miskin secara finansial, kita berusaha untuk selalu kaya dalam nilai spiritual. Dan juga menjaga keharmonisan serta kesalingan dalam membangun kehidupan rumah tangga.
Karena sekali lagi, miskin dan kaya layaknya waktu dalam fisika, relatif kawan. Menikah tak menjamin hidup kita akan miskin atau kaya, tapi bagaimana proses pembelajaran dan pendewasaan selama membangun kehidupan pernikahan kitalah yang menentukan hal itu, menikah dengan sesama miskin atau sesama kaya, atau kaya dengan miskin, tak pernah menjadi jaminan kehidupan keuangan keluarga kita pasca menikah. Wallahu’allam. []