Mubadalah.id – Secara teologis, Islam menempatkan perempuan sebagai simbol spiritualitas tertinggi dengan menempatkan keridhaan perempuan sebagai jalan menuju tempat paling mulia, surga.
Pemuliaan terhadap perempuan itu lahir dalam situasi masyarakat yang justru menghinakan perempuan. Nabi SAW membawa risalah kenabian dengan meyakinkan bahwa yang membedakan perempuan dan laki-laki di hadapan Sang Pencipta adalah kualitas kediriannya, kualitas keimanannya.
Dengan kata lain, laki-laki dan perempuan punya kedudukan setara di hadapan Tuhan. Risalah ini menjadi lompatan emansipasi yang luar biasa dalam masyarakat Arab yang menempatkan perempuan dari hina dina menjadi sedemikian mulia.
Pemuliaan perempuan itu terus bertransformasi dalam catatan sejarah Islam ketika hampir di setiap periode selalu ada tokoh perempuan yang muncul secara cemerlang.
Sejak masa Rasulullah SAW hingga kini, perempuan muslim berkontribusi pada kemajuan peradaban Islam di berbagai bidang. Baik sebagai ilmuwan, pendidik, penguasa, pebisnis, pejuang/tentara, ahli hukum, dan lain-lain.
Nabi SAW sendiri menemukan pendukung dan pembela yang pertama dan utama bagi dakwahnya dari seorang perempuan pendamping hidupnya, Khajidah RA.
Lalu, Aisyah RA dikenal sebagai perempuan cerdas yang banyak menerima langsung transmisi keilmuan dari Nabi SAW sebagai perawi hadis dengan kapasitas keilmuan yang luar biasa. Demikian juga dengan Ummu Salamah RA.
Kontribusi Perempuan
Kontribusi perempuan pada masa awal Islam terhadap terjaganya hadis sangatlah besar. Sebuah kajian mengungkapkan bahwa para kodifikasi hadis yang terkenal pada masa-masa awal banyak mengambil periwayatan hadis dari para guru perempuan, sebagai rujukan langsung yang otoritatif.
Ibnu Hajar belajar dari 53 ulama perempuan, As Sakhawi mendapatkan ijazah dari 68 ulama perempuan, dan As Suyuti belajar dari 33 ulama perempuan, seperempat dari total jumlah gurunya.
Pada abad keempat, terdapat sejumlah ulama perempuan penting yang kelas-kelasnya selalu dihadiri oleh berbagai jenis audiens, laki-laki maupun perempuan:
Ada Fatimah binti Abdurrahman, yang terkenal sebagai As Sufiyah atas kesalehannya. Lalu ada Fatimah cucu Abu Dawud pengarang kitab Sunan Abu Dawud, Amat Al Walid, cucu Al Muhamili. Ada juga Umm Fath Amat As Salam, putri dari hakim Abu Bakar Ahmad, serta Jumuah binti Ahmad.
Abad kelima dan keenam, para ahli hadist perempuan di antaranya Fatimah binti Al Hasan dan Karimah Al Marzawiyyah.
Fatimah binti Muhammad yang bergelar Musnida Asfahan, pengajarannya tentang kitab Sahih Bukhari dihadiri oleh banyak sekali murid. Ada juga Sitt al Wuzro, yang selain dikenal ahli hadis juga ahli hukum Islam dan mengajar di Damaskus.
Abad ketujuh, Ummu Darda terkenal sebagai ahli hukum yang di antara muridnya adalah Abdul Malik bin Marwan dan khalifah sendiri. Aisyah bin Saad bin Abi Waqqos, ahli hukum yang juga guru dari Imam Malik.
Sayyida Nafisa, cicit Nabi SAW, putri Hasan bin Ali adalah pengajar hukum Islam, yang murid-muridnya datang dari tempat yang jauh. Termasuk Imam Syafi’i.
Ada Asyifa binti Abdullah yang merupakan Muslim pertama yang Khalifah Umar bin Khattab tunjuk sebagai manajer dan inspektur pasar, dan masih banyak lagi. []