Mubadalah.id – Salah satu konten di media digital adalah artikel popular. Berdasarkan penjelasan Sumadiria mengatakan bahwa artikel adalah tulisan lepas yang bersifat subjektif lantaran berisikan opini seseorang atas suatu isu yang sifatnya aktual dan/atau kontroversial.
Meski demikian, pada dasarnya ia memiliki anatomi yang tidak jauh berbeda dari berita. Anatomi tersebut meliputi judul, lead, isi, dan penutup, serta memuat fakta dan kita lengkapi dengan data. Hal yang menarik, artikel ini tidak sekadar mampu menjadi perlawanan gagasan atau kritik. Namun juga ruang diskusi dan sosialisasi wacana kepada publik atas keresahan yang penulis rasakan.
Bertolak dari manifestasi perlawanan yang ada, upaya resiliensi yang dilakukan di sini sifatnya tertutup. Sebagaimana yang Kamilia Hamidah katakan bahwa fenomena sosial yang terjadi di masyarakat selama masa pandemi covid-19, ketahanannya mulai dari bagaimana keluarga membangun daya tahan.
Selain itu lekas beradaptasi dalam menghadapi masa sulit ini. Sehingga kita akui atau tidak, pilar penyangga ketahanan masyarakat pada masa pandemi ini ada di ranah “perawatan, pencegahan dan pengasuhan.” Ketiga hal ini adalah sebagai garda terdepan terhadap mitigas pandemi yang secara kultural menjadi keseharian perempuan.
Kerentanan Perempuan di Masa Pandemi
Gambaran tersebut menunjukkan bagaimana berbagai kerentanan pada perempuan di masa pandemi ini. Sehingga dukungan akan sangat membantu perempuan untuk memiliki resiliensi yang baik.
Resiliensi perempuan dalam konteks mitigasi bencana berarti kemampuan untuk cepat pulih dari perubahan. Contohnya sakit, kemalangan atau kesulitan, sehingga perempuan-perempuan yang mendapatkan dukungan, baik dari pasangannya, keluarga dan lingkungannya akan memiliki resiliensi yang tinggi.
Namun sebaliknya, apabila perempuan tidak mendapatkan dukungan, maka hal ini justru dapat menimbulkan munculnya gangguan psikologis seperti depresi dan lainnya. Hal tersebut tentu akan berdampak pada aktivitas perawatan, pencegahan dan pengasuhan yang banyak perempuan lakukan bagi keluarganya.
Dalam konteks kajian ini, karakteristik di atas sesuai dengan keberadaan laman Mubadalah.id dan Rahma.id. Sebagai media online yang mengandalkan keberadaan kontributor, dua media ini menghadirkan ruang alternatif bagi audiens untuk berdialektika. Lebih jauh, dalam proses editorialnya mereka memberikan kesempatan kepada siapapun, tanpa melihat jenis kelamin untuk menjadi kontributor dan menyuarakan pandangannya atas isu-isu kesetaraan gender dalam perspektif Islam.
Gap Ketidaksetaraan
Sejalan dengan hal itu tahun 2020 menandai 25 tahun Beijing Platform for Action, yang seharusnya menjadi terobosan dalam perkembangan konkret realisasi. Namun dengan adanya pandemi covid-19, alih-alih Beijing Platform for Action dapat kita laksanakan.
Pada kenyataannya pandemi covid-19 bukan saja menjadikan perempuan menjadi kelompok rentan. Kondisi ini semakin menjadikan gap ketidaksetaraan kembali melebar setelah beragam upaya yang dilakukan untuk menekan ketidaksetaraan gender.
Salah satu di antara upaya untuk menekan ketidaksetaraan gender itu, PBB mengeluarkan rilis melalui ringkasan kebijakan pada awal April 2020. Secara khusus berbicara mengenai dampak covid-19 kepada perempuan (united Nation Policy Brief, 2020).
Dampak tersebut baik dari sisi ekonomi, sosial, maupun kerentanan-kerentanan yang timbul sebagai dampak langsung maupun tidak langsung yang semakin memperberat beban perempuan. Lebih jauh dalam ringkasan kebijakan ini memberikan penegasan pada perbaikan jangka panjang terhadap ketidaksetaraan yang semakin buruk karena pandemi ini.
Wacana melebarnya gap ketidaksetaraan ini pun menguat, sebagaimana yang Kamilia tegaskan. Dia mengatakan bahwa dengan menekan ketidaksetaraan ini, secara tidak langsung akan membangun dunia yang lebih tangguh, sehingga bukan hanya semata-mata untuk kepentingan perempuan dan anak perempuan, akan tetapi juga anak laki-laki.
Karena dalam konteks pandemi ini, perempuan bukan hanya menjadi kelompok rentan. Tetapi perempuan juga menjadi tulang punggung pemulihan komunitas, sehingga intervensi yang lebih responsif dengan kenyataan-kenyataan yang perempuan alami perlu mendapatkan perhatian lebih.
Relasi Setara dalam Perkawinan
Meski demikian bagi perkawinan dengan relasi yang setara, pandemi covid-19 tidak berpotensi menimbulkan ketimpangan dan beban ganda, sebagaimana yang Siti Aminah Tardi ungkapkan. Dia menjelaskan bahwa relasi setara dalam keluarga akan mendorong untuk saling menguatkan dan mencari jalan untuk mengatasi kesulitan, sehingga dengan memahami bahwa rumah tidak selamanya menjadi tempat yang aman, baik sebelum maupun selama pandemi covid-19.
Lantas mungkinkah menjadikan rumah aman bagi semua? Untuk mencapai ke arah ini, yaitu dengan mempercayai salah satu akar terjadinya kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT adalah tidak seimbangnya relasi antara suami dan istri, maka relasi kuasa harus kita dorong untuk setara antara laki-laki dan perempuan.
Tentu untuk mencapainya kita membutuhkan waktu yang panjang. Langkah awal adalah dengan menjadikan ruang domestik maupun ruang publik sebagai domain laki-laki dan perempuan, di mana tidak ada lagi perbedaan peran keduanya, sehingga menciptakan kedudukan setara untuk bekerjasama.
Alasannya sederhana saja karena pada dasarnya laki-laki dan perempuan diwajibkan melakukan kerjasama dalam menyeru kebaikan dan mencegah kemungkaran. Salah satu langkah strategis tersebut antara lain melalui narasi di media keislaman perempuan seperti Mubadalah.id dan Rahma.id. (Bersambung)