• Login
  • Register
Jumat, 4 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Apa Itu Doom Spending yang Menggerus Logika Anak Muda?

Bahaya dari doom spending ini memang seakan tak kasat mata. Jika tidak teratasi dengan benar, maka akan berdampak buruk untuk jangka panjang.

Indah Fatmawati Indah Fatmawati
28/11/2024
in Personal
0
doom spending

doom spending

881
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Perilaku doom spending tanpa logika karena melakukan belanja impulsif dan dalam jumlah yang besar tentu akan menjadikan pemborosan. Selain tidak bisa menjadi solusi terhadap stres yang terjadi. Hal demikian juga akan mengguncang stabilitas finansial.

Mubadalah.id. Baru-baru ini masalah mental health mulai menjadi perhatian bersama. Beberapa BUMN juga memberikan perhatian khusus pada isu ini. Alasan tersebut tak lain karena adanya paradigma bahwa dengan terjaminnya mental health bagi karyawan, maka akan berdampak pada peningkatan capaian perusahaan.

Isu terkait mental health menjadi sangat penting, sehingga banyak pula perusahaan negara maupun swasta yang memberikan pelayanan konseling bagi karyawannya. Namun, karena masih terbatasnya waktu dan tenaga, layanan konseling perusahaan membutuhkan waktu yang lama untuk mencapai targetnya.

Hal ini lah yang pada akhirnya membuat para karyawan, khususnya generesi-Z harus pintar-pintar dalam mengontrol diri dan mencari berbagai solusi atas problem yang terjadi. Peliknya permasalah hidup yang harus segera menemukan titik penyelesaiaan, membuat setiap orang berusaha untuk mencari solusi dengan jalannya masing-masing. Termasuk salah satunya adalah dengan melakukan doom spending yang menggerus logika.

Mengenal Bahaya Doom Spending

Doom spending sendiri memiliki pengertian sebagai perilaku belanja atau pembelian impulsif tanpa berpikir panjang terlebih dahulu. Hal ini biasanya terjadi karena stres yang kemudian diluapkan dengan cara membeli barang-barang atau sesuatu dengan tujuan menyenangkan diri dan menghilangkan stres yang terjadi.

Pada jangka yang pendek, doom spending sebenarnya bisa menjadi solusi sebagai penghibur diri dari stres, namun hal ini akan menjadi sangat berbahaya apabila terjadi dalam jangka waktu yang lama.

Baca Juga:

Boys Don’t Cry: Membongkar Kesalingan, Menyadari Laki-laki Juga Manusia

Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

Bukan Sekadar “Jangan Bermindset Korban Kalau Ingin Sukses”, Ini Realita Sulitnya Jadi Perempuan dengan Banyak Tuntutan

Katanya, Jadi Perempuan Tidak Perlu Repot?

Perilaku doom spending tanpa logika karena melakukan belanja impulsif dan dalam jumlah yang besar tentu akan menjadikan pemborosan. Selain tidak bisa menjadi solusi terhadap stres yang terjadi. Hal demikian juga akan mengguncang stabilitas finansial.

Riza Wahyuni seorang psikolog dari Universitas 17 Agustus (Untag) Surabaya menjelaskan “faktor-faktor utama yang memicu doom spending antara lain adalah karena kemudahan akses belanja online, promosi yang masif di media sosial, serta kebutuhan validasi sosial yang tinggi”. Menurutnya, peran media sosial dan influencer juga bisa memperparah fenomena ini.

Generasi Z sangat mudah terpengaruh oleh iklan yang menargetkan mereka dengan produk-produk sekunder atau tidak penting. Mereka juga cenderung mudah tergoda untuk membeli barang-barang hanya karena terlihat menarik atau lucu saja.

Cara Mengatasi Doom Spending

Bahaya dari doom spending ini memang seakan tak kasat mata. Jika tidak teratasi dengan benar, maka akan berdampak buruk untuk jangka panjang. Namun, kami sudah merangkumkan beberapa cara untuk mengatasi doom spending sebagai berikut:

Pertama, berhenti untuk belanja impulsif. Tindakan belanja impulsif atau membeli barang tanpa pertimbangan  hanya akan menimbulkan pemborosan dan limbah barang yang tak terpakai. Guna mengatasinya, bisa dengan membuat daftar belanja sebelum belanja dan berkomitmen untuk membeli barang yang ada di dalam daftar saja.

Kedua, Jangan mudah tergoda diskon dan promosi. Meskipun penawaran semacam ini terlihat menarik dan menguntungkan, namun coba pertimbangkan sebarapa penting barang ini untuk dimiliki. Selalu tanyakan lagi pada diri sendiri, apakah benar butuh atau tidak

Ketiga, Menetapkan skala prioritas keuangan. Cara ini bisa dengan memokuskan pengeluaran pada hal-hal yang mendukung tujuan keuangan jangka panjang seperti menabung, investasi, dan melunasi hutang, sehingga diri akan lebih termotivasi untuk belanja yang tidak perlu.

Keempat, mengurangi penggunaan kartu kredit atau pay later dengan membatasi penggunaannya hanya untuk keperluan mendesak atau darurat saja.

Kelima, mengenali pemicu emosional. Doom spending yang sering kali terjadi karena kondisi emosional seperti stres hingga tekanan sosial harusnya diatasi dengan mengenali pemicunya. Ketika merasa stres ataupun tertekan, bisa meredamnya dengan olahraga, meditasi, membaca buku, menonton atau melakukan aktivitas menyenangkan lainya selain belanja. []

 

Tags: Doom SpendingGen ZKajian PsikologiKesehatan MentalMental Health
Indah Fatmawati

Indah Fatmawati

Sebagai pembelajar, tertarik dengan isu-isu gender dan Hukum Keluarga Islam

Terkait Posts

Ruang Aman, Dunia Digital

Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

3 Juli 2025
Vasektomi

Vasektomi, Gender, dan Otonomi Tubuh: Siapa yang Bertanggung Jawab atas Kelahiran?

2 Juli 2025
Narasi Pernikahan

Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

1 Juli 2025
Toxic Positivity

Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

30 Juni 2025
Second Choice

Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

30 Juni 2025
Tradisi Ngamplop

Tradisi Ngamplop dalam Pernikahan: Jangan Sampai Menjadi Beban Sosial

29 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kritik Tambang

    Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Islam Harus Membela Kaum Lemah?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Islam Melawan Oligarki: Pelajaran dari Dakwah Nabi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rumah Tak Lagi Aman? Ini 3 Cara Orang Tua Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Belajar Inklusi dari Sekolah Tumbuh: Semua Anak Berhak Untuk Tumbuh
  • Tahun Baru Hijriyah: Saatnya Introspeksi dan Menata Niat
  • Pesan Pram Melalui Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer
  • Rumah Tak Lagi Aman? Ini 3 Cara Orang Tua Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak
  • Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID