Mubadalah.id – Setiap tanggal 8 Maret dirayakan sebagai Hari Perempuan Internasional atau kadang dikenal dengan Women March. Yang merupakan satu event pencapaian perempuan dari bidang politik hingga sosial secara bersamaan juga kesetaraan gender. Gerakan ini dimulai awal tahun 1900 dan disepakati diperingati setiap tanggal 8 maret. Hari perempuan internasional tidak terkait dengan satu kelompok tertentu, namun melibatkan secara bersama-sama pemerintah, organisasi-organisasi perempuan, korporasi dan lembaga amal.
Tujuan dasar dari hari perempuan internasional ini adalah mencapai kesetaraan gender secara utuh oleh perempuan di seluruh dunia. Namun sekarang tujuan itu belum terrealisasi. Perempuan masih tidak diperlakukan setara dalam dunia bisnis dan politik. Maka dunia memperingatinya bersama-sama untuk mengakui ketidaksetaraan ini, dan pada saat yang sama merayakan pencapaian-pencapaian perempuan yang telah mampu mengatasi berbagai hambatan terkait ketidaksetaraan gender.
Secara serentak tahun ini digelar mulai tanggal 3 Maret hingga 8 Maret diseluruh dunia. Istilah itu dikenal juga dengan Women March. Di Indonesia, gerakan Women March mengajukan 8 tuntutan kepada pemerintah antara lain pertama, menghapus hukum dan kebijakan yang diskriminatif dan melanggengkan kekerasan berbasis gender. Kedua, mengesahkan hukum dan kebijakan yang melindungi perempuan, anak, masyarakat adat, kelompok difabel, kelompok minoritas gender dan seksual dari diskriminasi dan kekerasan berbasis gender. Ketiga, menyediakan akses keadilan dan pemulihan terhadap korban kekerasan gender.
Keempat, menghentikan intervensi negara dan masyarakat terhadap tubuh dan seksualitas warga negara. Kelima, menghapus stigma dan diskriminasi berbasis gender, seksualitas dan status kesehatan. Keenam, menghapus praktik dan budaya kekerasan berbasis gender di lingkungan hukum, kesehatan, lingkungan hidup, pendidikan dan pekerjaan. Ketujuh, menyelesaikan akar kekerasan yaitu pemiskinan perempuan, khususnya perempuan buruh industri, konflik SDA, transpuan, pekerja migran, pekerja seks dan pekerja domestik. Kedelapan, mengajak masyarakat untuk berpartisipasi aktif menghapus praktik dan budaya kekerasan berbasis gender di lingkungan hukum, lingkungan hidup, pendidikan dan pekerjaan.
Maka melalui Women March 2018 ini mendesak pemerintah untuk menghapus kekerasan berbasis gender, termasuk identitas gender dan orientasi seksual, dalam tingkat hukum dan kebijakan. Beberapa alasannya yakni RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga yang belum disahkan serta RUU KUHP yang berpeluang besar meningkatkan stigmatisasi dan diskriminasi.
RUU Penghapusan Kekerasan Seksual masih belum disahkan DPR untuk menjadi UU bahkan tidak masuk dalam program legislasi nasional 2018. RUU KUHP dianggap berpeluang besar meningkatkan stigmatisasi dan diskriminasi karena ada pasal tentang zina, larangan distribusi alat kontrasepsi maupun pengembangan pendidikan kesehatan reproduksi dan seksual.
Untuk itu Women March 2018 menuntut pemenuhan hak perempuan dan kelompok terpinggirkan lainnya seperti masyarakat adat, pekerja migran, pekerja industri, pekerja domestik, orang dengan HIV/AIDS, kelompok minoritas gender dan seksual serta difabel.
Fakta dan data tersebut menjadi jalan panjang kesetaraan di Indonesia. Sedangkan dari sisi prinsip resiprokal atau kesalingan KH. Husein Muhammad menyampaikan bahwa “Nabi Muhammad SAW kepada yang miskin tidak merendahkan, kepada yang berbeda tidak menistakan, kepada perempuan tidak meminggirkan. Sebagai pewaris Nabi, para ulama seharusnya memuliakan manusia sebagai manusia, mengutamakan persaudaraan dan menjunjung perdamaian”. Sehingga kesetaraan dan kesalingan harus terus diupayakan dan disuarakan oleh berbagai pihak untuk pencapaian kemanusiaan yang adil serta hakiki.