Mubadalah.id – Jaringan Cirebon untuk Kemanusiaan menggelar rangkaian kegiatan 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16 HAKTP) 2025 di Aula Dinas Sosial Kabupaten Majalengka. Kegiatan tersebut dihadiri puluhan peserta dari berbagai komunitas, aktivis, serta perwakilan pemerintahan daerah.
Panitia Jaringan Cirebon untuk Kemanusiaan, Nurlaeli, menyatakan bahwa kehadiran para peserta memiliki arti penting dalam memperkuat kampanye anti-kekerasan terhadap perempuan.
Ia menegaskan bahwa 16 HAKTP menjadi momentum strategis untuk membangun kesadaran publik terhadap isu kemanusiaan dan kesetaraan gender.
Sementara itu, Nurlaeli menjelaskan bahwa Jaringan Cirebon untuk Kemanusiaan terus bertumbuh berkat pengalaman panjang para aktivis perempuan di Cirebon. Selama bertahun-tahun, merekalah yang menjaga keberlangsungan jaringan ini melalui kerja-kerja pendampingan, pembelajaran, dan solidaritas lintas komunitas.
Organisasi ini, katanya, dibangun dan dirawat oleh para perempuan sejak awal berdirinya, kemudian berkembang dari tingkat kota hingga kabupaten.
Dalam perjalanannya, jaringan tersebut berhasil menghimpun berbagai organisasi dan kelompok masyarakat sipil. Termasuk anggota dewan perempuan yang turut memperkuat gerakan.
Dukungan dan partisipasi ini membuat wilayah Majalengka dan Kuningan menjadi dua daerah yang semakin aktif terlibat dalam berbagai agenda jaringan.
Setiap tahun, Jaringan Cirebon untuk Kemanusiaan menggelar dua kegiatan utama: Women’s March pada bulan Maret dan rangkaian 16 HAKTP yang berlangsung pada 25 November—10 Desember.
Menurut Nurlaeli, salah satu kekuatan jaringan ini adalah aturan internal yang memudahkan kolaborasi. Setiap anggota hanya perlu mengurus tugas sesuai porsi masing-masing. Sementara seluruh relawan bergerak bersama secara kolektif.
Ia menjelaskan bahwa identifikasi anggota dilakukan untuk memastikan bahwa mereka adalah benar-benar kawan seperjuangan, sehingga proses sosialisasi isu perempuan dan kemanusiaan dapat berjalan tanpa kendala.
Laki-laki juga Memiliki Kepedulian
Nurlaeli juga menyoroti perubahan komposisi anggota jaringan yang kini tidak hanya terdiri dari perempuan. Laki-laki yang memiliki kepedulian dan kesabaran turut terlibat aktif di dalamnya. Ia mencontohkan bahwa kesenjangan persepsi publik terhadap peran domestik masih kuat di masyarakat.
“Ketika ibu membawa anak saat bekerja, itu dianggap biasa. Tetapi ketika seorang bapak, apalagi tentara, membawa anak, reaksinya bisa sangat besar, dianggap luar biasa,” ujarnya. Fenomena ini, menurutnya, menunjukkan bahwa beban pengelolaan rumah tangga masih dilekatkan kuat kepada perempuan.
Situasi tersebut mendorong semakin banyak warga untuk bergabung ke dalam komunitas dan jaringan gerakan ini. Kegiatan di Majalengka ia harapkan menjadi ruang pertemuan bagi warga untuk berdiskusi, berbagi pengalaman, dan memperluas solidaritas.
Nurlaeli mengajak seluruh pihak untuk terus memperluas kampanye anti-kekerasan terhadap perempuan serta memperkuat gerakan kemanusiaan di berbagai daerah. []












































