Mubadalah.id – Anggota Majelis Musyawarah Kongres Ulama Perempuan Indonesia (MM KUPI), Dr. Nur Rofiah., Bil.Uzm menyatakan bahwa Perspektif Keadilan Hakiki bagi Perempuan berperan penting dalam mencegah ajaran agama dijadikan legitimasi untuk menyalahkan perempuan korban ketidakadilan.
Hal tersebut ia sampaikan dalam tulisannya di website Kupipedia.id.
Menurut Dr. Nur Rofiah, pengalaman menunjukkan bahwa tanpa perspektif keadilan yang sensitif terhadap kondisi perempuan, penafsiran nash agama sering kali mengabaikan konteks sosial dan biologis perempuan.
Akibatnya, perempuan justru diposisikan sebagai pihak yang patut disalahkan atas kekerasan atau ketidakadilan yang menimpanya.
Ia menekankan bahwa Islam memberikan contoh nyata bagaimana keadilan hakiki bisa kita terapkan dengan memperhatikan realitas perempuan.
Dalam Al-Qur’an, terdapat penegasan bahwa Allah tidak menyalahkan budak perempuan yang terpaksa menjadi pelacur. Sebagaimana tertulis di dalam QS. an-Nuur ayat 33.
Selain itu, Dr. Nur Rofiah juga menyoroti pengaturan dalam QS. al-Mujaadilah ayat 3 terkait kasus dhihaar. Di mana laki-laki sebagai suami wajib membayar kafarat. Ketentuan ini, menurutnya, menunjukkan keberpihakan Islam terhadap posisi lemah perempuan dalam relasi perkawinan.
Ia juga menyebut kepastian hak waris bagi perempuan dalam QS. an-Nisaa’ ayat 11. Serta pengakuan nilai kesaksian perempuan dalam QS. al-Baqarah ayat 282 sebagai bukti bahwa Islam hadir untuk merombak tradisi sosial yang merugikan perempuan.
Kemudian, ia juga menilai bahwa semua contoh tersebut menegaskan pentingnya membaca teks agama dengan mempertimbangkan relasi kuasa dan struktur sosial.
Perspektif keadilan hakiki bagi perempuan, katanya, menjadi kunci agar agama benar-benar menjadi sumber pembebasan, bukan penindasan. []










































