Mubadalah.id – Terhadap orang yang menolak Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual, saya kadang merenung sendiri apa sih syari’at Islam yang singgah dalam pikiran mereka. Apa benar RUU P-KS bertentangan dengan Islam?
Pertanyaan yang sama juga ditujukan kepada mereka yang menolak Pancasila karena alasan bertentangan dengan syari’at Islam. Saya ingin tahu syari’at Islam yang mereka pahami itu seperti apa. Kadang geli juga, dikit-dikit dikatakan bertentangan dengan syari’at Islam.
Padahal jika kita buka kitab-kitab Ushul Fiqh, bukankah semua ulama ushuliyyin dengan redaksi yang berbeda mengatakan “innama at-takalifu kulluha raji’atun ila mashalihi al-‘ibadi dunyahum wa ukhrahum.” (sesungguhnya semua pembenanan syariat Islam diacukan kepada kemaslahatan umat manusia dalam kehidupan dunia dan kehidupan akhirat).
Juga Ibn al-Qayyim al-Jauziyah dalam kitab I’lam al-Muwaqi’in ‘an Rabb al-‘Alamin mengatakan “Fa asy-syari’atu ‘adlullahi baina ‘ibadihi wa wa rahmatuhu baina khalqihi wa dhilluhu fi ardlihi.”
(Syari’at Islam itu adalah keadilan Allah bagi seluruh hambaNya, rahmat Allah bagi seluruh makhlukNya, dan perlindungan Allah (bagi seluruh umat manusia) di muka bumi ini).
Dengan demikian, jelaslah syari’at Islam itu identik dengan keadilan, rahmat (kasih sayang, cinta kasih), kemaslahatan (kebaikan bersama), dan perlindungan bagi semua umat manusia di muka bumi, baik sebagai nilai, prinsip, maupun tujuan.
Imam al-Ghazali dalam kitab al-Mustashfa min ‘Ilmi al-Ushul menjelaskan bahwa kemaslahatan yang dimaksud adalah 5 perlindungan dasar yang disebut adl-dlaruriyat al-khams, yakni perlindungan agama–termasuk jaminan kebebasan berkeyakinan– (hifdh ad-din), perlindungan jiwa (hifdh an-nafs), perlindungan akal–termasuk jaminan kebebasan berpendapat– (hifdh al-‘aql), perlindungan martabat dan keturunan (hifdh al-‘irdl wa an-nasl), dan perlindungan properti (hifdh al-mal).
Kata Imam al-Ghazali, mencegah dan menolak kemafsadatan adalah kemaslahatan.
Nah, RUU P-KS adalah upaya negara untuk mencegah kekerasan seksual (dar’u al-mafasid wa nahy al-munkar) yang sekarang ini setiap jam terjadi 3-4 kasus kekerasan seksual di Indonesia.
Negara sedang berusaha menjalankan kewajibannya melindungi masyarakat dari tindak kekerasan seksual (hifdh al-‘irdl wa an-nasl). Sebagai bentuk kesungguhan mencegah kemungkaran dan kemafsadatan ini, negara memberikan sanksi pidana yang tegas kepada pelaku kekerasan seksual agar jera. Semuanya termuat dalam RUU ini.
Bukan sekadar itu, negara juga melalui RUU P-KS ini memberikan rehabilitasi dan pendampingan yang utuh untuk korban. Mulai dari pendampingan kesehatan, pendidikan, psikis, sosial, hingga pendampingan ekonomi untuk masa depannya.
Selama ini, korban nyaris tidak tertangani dengan baik. Negara hanya fokus menghukum pelaku saja. Ini pun masih banyak yang lolos dari jeratan hukum. Korban kekerasan seksual alih-alih memperoleh rehabilitasi yang memadai, malah tidak sedikit yang dikriminalisasi.
Memperhatikan kerangka Ushul al-Fiqh tadi, jelas sekali bahwa RUU P-KS ini adalah tathbiq (implementasi) syari’at Islam yang nyata dalam mencegah kemungkaran dan kemafsadatan (daf’u al-mafasid wa nahy al-munkar), sekaligus jalb al-mashalih (menarik kemaslahatan) untuk korban.
Bahkan, ini adalah bentuk nyata dari hifdh al-‘irdl wa an-nasl (perlindungan martabat dan keturunan) yang menjadi tujuan syari’at Islam (maqashid asy-syari’ah).
Lalu pertanyaannya, di mana ada pertentangan antara syari’at Islam dan RUU-PKS? Sungguh tidak ada. Jika ada pasal-pasal tertentu yang masih belum pas, mari kita diskusikan bersama, bukan mendeligitimasi pentingnya UU P-KS ini dan membuat hoaks.
Beredar hoaks bahwa RUU PK-S ini melegitimasi perzinahan dan LBGT. Mereka menambahkan sendiri pasal-pasal aneh itu dalam draft RUU resmi yang seolah-olah melegitimasi perzinahan dan LGBT, lalu disebar ke publik. Sungguh ini sangat tidak Islami, mujadalah yang tidak sesuai dengan syari’at Islam.
Tampaknya mereka yang belum bisa menangkap kerangka RUU P-KS ini sebagai tathbiq asy-syari’ah adalah akibat kemalasan berpikir, atau pemahaman syari’at yang tidak tuntas, atau pemahaman syari’at Islam yang tekstualis.
Mari kita bersama-sama cegah bangsa ini dari kerusakan moral, mental, sosial, dan budaya akibat kekerasan seksual yang sudah merajalela. Kita semua tidak menginginkan bangsa ini hancur karena ulah barbar para pelaku kekerasan seksual.
Semoga tulisan singkat ini bermanfaat dan memberikan keyakinan bahwa kerangka pemikiran RUU P-KS ini sangat islami. Bahwa ada pasal-pasal tertentu yang belum pas, masih debatable, mari kita diskusikan dengan kepala dingin dan hati yang bening, hingga ditemukan rumusan hukum yang tepat.
Sekali lagi, bukan dengan cara membuat hoaks tentang RUU ini lalu disebar ke publik. Ini bukan tindakan Islami sama sekali.
Mari kita bahas RUU P-KS ini bil hikmah (dengan bijak), wal mau’idhatil hasanah (dengan memberikan pembelajaran yang baik untuk publik sebagai bentuk edukasi). Jika pun harus berdebat (mujadalah), maka wajadilhum billati hiya ahsan (berdebatlah dengan cara dan dengan tujuan untuk menemukan yang terbaik). Jangan rusak bangsa ini dengan hoaks. Kami tolak hoaks untuk mencapai segala tujuan. []