• Login
  • Register
Kamis, 10 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Film

Berbeda dan Tetap Berteman : Belajar dari Film “Tilik”

Ruby Kholifah Ruby Kholifah
28/08/2020
in Film, Personal, Rekomendasi
0
Film Tilik

Film Tilik: Memperkuat atau Mengkritik Gender Stereotyping.

302
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Selain persoalan gender stereotyping, hal lain yang menarik untuk dibahas dari film Tilik adalah sisi pengelolaan perbedaan khas perempuan yang ditampilkan dalam film tersebut. Kalian pasti bertanya-tanya, perbedaan yang mana? Semua aktor baik yang aktor utama maupun figuran adalah perempuan kecuali si Gotrek, si supir truk dan Fikri serta mantan suami Bu Lurah, yang semuanya tokoh figuran. Semua perempuan memakai kerudung atau jilbab, menandakan bahwa mereka muslim. Satu-satunya perempuan yang tidak memakai kerudung dalam film tersebut adalah Dian. Mungkin muslim atau tidak.

Perbedaan yang dimaksud adalah cara pandang karakter yang ada di film Tilik, yang justru bagian dinamika yang memikat di film ini. Setidaknya ada empat kategori orang dalam diskusi di bak belakang truk tersebut. Pertama, cara pandang mengukuhkan gender stereotyping (pelebelan berbasis gender) terhadap Dian, yang diwakili oleh Bu Tejo, dimana dalam film dia merupakan tokoh utama yang memiliki kekuatan persuasif mempengaruhi orang lain, dengan dukungan bukti-bukti dari internet yang dia yakini sebuah kebenaran.

Kedua, cara pandang menolak atau meng-counter narasi yang tidak berdasar bukti otentik. Tokohnya Yu Ning, yang secara intensif melakukan counter narasi dari semua argumentasi yang dibangun oleh tokoh Bu Tejo. Ketiga, cara pandang mengikuti kepada yang dianggap benar. Ini terbelah dua, Bu Tri mewakili pendukung Bu Tejo, dan Yu Sam mewakili sebagai pendukung Yu Ning.

Nah, kelompok ini mereka kita sebut simpatisan, dimana mereka akan berpihak kepada orang yang memiliki kedekatan emosional. Mereka bisa berubah posisi tergantung pada kepentingan. Keempat adalah cara pandang “diam adalah emas” yang dimainkan oleh sebagian besar tokoh figuran yang tidak banyak menimpali percakapan termasuk membiarkan “adu mulut” terjadi antara Bu Tejo dan Yu Ning karena sama-sama mempertahankan kebenaran masing-masing.

Yang menarik bagi saya adalah justru pada gimana cara ibu-ibu dai kampung ini mengelolah dinamika perbedaan. Nah ini yang saya ingin sedikit analisis dari kaca mata peacebuilders. Sekelompok ibu-ibu ini memberikan contoh genuine yang sebenarnya hidup di masyarakat kita, setidaknya saya mengalaminya waktu saya masih kecil.

Baca Juga:

Pendidikan Kesehatan Reproduksi bagi Remaja

Melawan Perundungan dengan Asik dan Menyenangkan

Ketika Perempuan Tak Punya Hak atas Seksualitas

Relasi Imam-Makmum Keluarga dalam Mubadalah

Pertama, ada kesadaran bersama bahwa berbeda dalam cara pandang itu hal yang wajar. Kesadaran bahwa karakter setiap ibu itu dimaklumi dan diterima dengan sikap “tahu sama tahu”. Ini menarik, karena kalau dilihat sepanjang film, dimana percakapan pro dan kontra Bu Tejo dan Yu Ning berjalan, sebagian besar dari mereka diam dengan ekspresi seolah menyatakan bahwa ya Bu Tejo memang begitu, dan memaklumi juga kalau Yu Ning selalu bersikap menimpali. Mreka tampaknya sudah sering berada dalam situasi begitu.

Kedua, bersitegang tapi tetap berteman. Masih ingat adegan klimak pertama dimana Bu Tejo dan Yu Ning akhirnya berdampingan dan terlibat percakapan ritme sangat tinggi, hampir seperti orang bertengkar, sebelum kemudian menyadari Truk berhenti karena distop polisi. Kemudian secara serempak semua merubah fokus ke Polisi, yang menjadi common enemy saat itu. Apa yang terjadi? Bu Tejo dan Yu Ning lupa kalau mereka abis ngotot-ngototan tentang kebenaran. Ini yang saya ingin bilang bersitegang tapi tetap berteman.

Saya yakin, di arisan di kampung mereka Bu Tejo juga pasti tidak pernah bosan memancing gosip, dan Yu Ning selalu jadi penetral, dan beberapa yang lain juga akan menimpali atau diam dan memaklumi. Meski terus bersitegang, mereka tetap akan guyup jika menghadapi masalah bersama. Buktinya, meski Bu Tejo komplain karena harus travel pakai Truk, tapi toh ikut bersama rombongan.

Mengapa? karena pada hati kecil Bu Tejo menjadi bagian dari rombongan itu lebih penting daripada travel sendiri pakai mobil pribadi atau naik bus. Memory keseruan bersama itu mahal buatnya. Ketiga, perempuan itu genuine rekonsiliator. Ada beberapa adegan yang menurut saya perlu kita perhatikan diantaranya pada saat “nggruduk” (secara bersama-sama mendatangi) pak Polisi. Kompak bukan? Padahal baru saja kedua tokohnya bertengkar.

Adegan lain adalah ketika sampai di Rumah sakit ternyata Bu Lurah tidak bisa ditengok. Maka kembali salah satu tokoh memainkan pendekatan rekonsiliatif dengan menenangkan para hati yang kecewa. Yu Ning yang masih sibuk dengan dirinya sendiri yang berbuat ceroboh, juga tidak menolak ide pergi ke Pasar Gede.

Meskipun ada yang merasa menang, tetapi kalau sifat pendendam dan tidak mau kalah atau gengsi menerima ide orang lain ada pada karakter ibu-ibu tersebut, maka kita akan melihat mereka terpecah menjadi beberapa bagian. Kemungkinannya, Yu Ning akan ngotot tinggal di RS sambil nunggu peluang menjenguk Bu Lurah. Bu Tejo dan rombongan lain ke Pasar Gede, atau ide-ide lainnya.

Tapi ini tidak. Semua kompak karena tawaran Pergi ke Pasar Gede dianggap sangat “solutip” karena belanja dianggap obat mujarab buat rasa kecewa. Kemungkinan besar mereka akan fokus ke belanja dan sibuk memilih-milih belanjaan, nawar sana sini, sehingga topik Dian tidak lagi menjadi pembicaraan lagi. Dan Karena kecapekan di Pasar, kemungkinan kalau adegan dilanjutkan ada, bisa saja mereka tertidur di Bak Truk sepanjang jalan pulang. Mereka semua diam karena terlalu kecapekan dan mengantuk.

Keempat, komitmen tidak melakukan kekerasan fisik. Sedahsyat apapun perempuan kesel dan ngomel-ngomel mempertahankan argumentasinya, mereka tidak saling pukul. Kira-kira apa yang terjadi, kalau dua orang laki-laki sampai pada adegan saling ngotot dan begitu dekat secara fisik. Kemungkinan besar akan terjadi saling dorong atau gelut.

Tapi emak-emak ini cuman adu mulut, dan itu bisa berhenti seketika ketika melihat musuh bersama yang mengancam keamanan mereka. Saya tidak bilang kalau perempuan tidak bisa berkelahi, tetapi adegan yang dibuat di film Tilik ini khas banget terjadi pada kalangan perempuan di kampung saya waktu saya kecil. Rame mulut abis itu berhenti, nggak sampai adu fisik.

Terakhir, seberapa tajam perbedaan diantara para ibu, mereka menyadari bahwa mereka tinggal dalam satu wilayah yang tentu saja akan terus bertemu dalam berbagai kesempatan kegiatan sosial keseharian. Hanya dengan skill yang tinggi mengelola perbedaan, dimana mereka tidak boleh saling melenyapkan tapi sebaliknya hidup berdampingan dengan kesadaran penuh bahwa setiap orang memiliki cara pandang berbeda.

Yang perlu disiapkan adalah mekanisme copingnya saja, agar bisa tahan mendengarkan provokasi orang seperti Bu Tejo, atau sikap kekeh Yu Ning, atau jenis karakter lain yang sudah pasti eksis di tempat kita. Juga karakter ekstrim lain di tengah masyarakat kita. Berbeda tapi tetap berteman. Indah bukan? Kita bisa nggak ya seperti para ibu-ibu ini dalam mengelola perbedaan? []

Ruby Kholifah

Ruby Kholifah

Country Representative The Asian Muslim Action Network (AMAN) Indonesia

Terkait Posts

Perempuan Lebih Religius

Mengapa Perempuan Lebih Religius Daripada Laki-laki?

9 Juli 2025
Pelecehan Seksual

Stop Menormalisasi Pelecehan Seksual: Terkenal Bukan Berarti Milik Semua Orang

9 Juli 2025
Pernikahan Tradisional

Sadar Gender Tak Menjamin Bebas dari Pernikahan Tradisional

8 Juli 2025
Nikah Massal

Menimbang Kebijakan Nikah Massal

8 Juli 2025
Menemani dari Nol

From Zero to Hero Syndrome: Menemani dari Nol, Bertahan atau Tinggalkan?

7 Juli 2025
Sejarah Ulama Perempuan

Mencari Nyai dalam Pusaran Sejarah: Catatan dari Halaqah Nasional “Menulis Ulang Sejarah Ulama Perempuan Indonesia”

7 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Pelecehan Seksual

    Stop Menormalisasi Pelecehan Seksual: Terkenal Bukan Berarti Milik Semua Orang

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Perempuan Lebih Religius Daripada Laki-laki?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Relasi Imam-Makmum Keluarga dalam Mubadalah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Pengalaman Biologis Perempuan Membatasi Ruang Geraknya?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Melawan Perundungan dengan Asik dan Menyenangkan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Pendidikan Kesehatan Reproduksi bagi Remaja
  • Melawan Perundungan dengan Asik dan Menyenangkan
  • Ketika Perempuan Tak Punya Hak atas Seksualitas
  • Relasi Imam-Makmum Keluarga dalam Mubadalah
  • Mengebiri Tubuh Perempuan

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID