Sabtu, 6 Desember 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Kekerasan Perempuan

    16 HAKTP di Majalengka: Membaca Ulang Akar Kekerasan terhadap Perempuan dari Ruang Domestik dan Publik

    Muliakan Perempuan

    Kampanye 16 HAKTP dengan Mengingat Pesan Nabi Saw: Muliakan Perempuan, Hentikan Kekerasan

    16 HAKTP di

    Fitri Nurajizah di 16 HAKTP: Kekerasan terhadap Perempuan adalah Pelanggaran Martabat Kemanusiaan

    Jaringan Cirebon untuk Kemanusiaan

    Jaringan Cirebon untuk Kemanusiaan Perkuat Kampanye 16 HAKTP di Majalengka

    META Indonesia

    Pelatihan Digital Literasi bersama META Indonesia agar Aman Berekspresi di Media Sosial

    Transisi Energi

    Gerakan 16 HAKTP: Jaringan Cirebon untuk Kemanusiaan Menguatkan Transisi Energi Berkeadilan

    Fahmina

    Marzuki Rais: Fahmina Tumbuh dari Kontrakan, Kuat di Pendidikan, Meluas Lewat Jejaring Asia

    Fahmina

    Marzuki Rais Beberkan Tantangan Advokasi dan Misi Keberagaman Fahmina

    Inklusif

    Peringati Seperempat Abad, Fahmina Kuatkan Gerakan Pendidikan Inklusif

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Hukum Perkawinan Beda Agama

    Ketidakpastian Hukum Perkawinan Beda Agama di Indonesia

    Seyyed Hossein Nasr

    Jejak Islam Wasathiyah dan Kearifan Seyyed Hossein Nasr di Amerika

    Keadilan Tuhan bagi Disabilitas

    Keadilan Tuhan bagi Disabilitas

    Krisis Iklim

    Krisis Iklim dan Beban yang Tak Setara

    16 HAKTP

    16 HAKTP di Tengah Bencana: Perempuan dan Anak Jadi Korban Ganda Kerusakan Alam

    Hutan Indonesia

    Ekosida: Jejak Kejahatan terhadap Hutan Indonesia

    Citizen Journalism

    Citizen Journalism Berbeda dengan Ummu Jamil

    Lautan Indonesia

    Lautan Indonesia di Ambang Kehancuran

    Menjaga Hutan

    Guru Diminta Mengajarkan Kesadaran Menjaga Hutan. Hutan yang Mana, Pak?

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Mimi Monalisa

    Aku, Mama, dan Mimi Monalisa

    Romantika Asmara

    Romantika Asmara dalam Al-Qur’an: Jalan Hidup dan Menjaga Fitrah

    Binatang

    Animal Stories From The Qur’an: Menyelami Bagaimana Al-Qur’an Merayakan Biodiversitas Binatang

    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Kekerasan Perempuan

    16 HAKTP di Majalengka: Membaca Ulang Akar Kekerasan terhadap Perempuan dari Ruang Domestik dan Publik

    Muliakan Perempuan

    Kampanye 16 HAKTP dengan Mengingat Pesan Nabi Saw: Muliakan Perempuan, Hentikan Kekerasan

    16 HAKTP di

    Fitri Nurajizah di 16 HAKTP: Kekerasan terhadap Perempuan adalah Pelanggaran Martabat Kemanusiaan

    Jaringan Cirebon untuk Kemanusiaan

    Jaringan Cirebon untuk Kemanusiaan Perkuat Kampanye 16 HAKTP di Majalengka

    META Indonesia

    Pelatihan Digital Literasi bersama META Indonesia agar Aman Berekspresi di Media Sosial

    Transisi Energi

    Gerakan 16 HAKTP: Jaringan Cirebon untuk Kemanusiaan Menguatkan Transisi Energi Berkeadilan

    Fahmina

    Marzuki Rais: Fahmina Tumbuh dari Kontrakan, Kuat di Pendidikan, Meluas Lewat Jejaring Asia

    Fahmina

    Marzuki Rais Beberkan Tantangan Advokasi dan Misi Keberagaman Fahmina

    Inklusif

    Peringati Seperempat Abad, Fahmina Kuatkan Gerakan Pendidikan Inklusif

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Hukum Perkawinan Beda Agama

    Ketidakpastian Hukum Perkawinan Beda Agama di Indonesia

    Seyyed Hossein Nasr

    Jejak Islam Wasathiyah dan Kearifan Seyyed Hossein Nasr di Amerika

    Keadilan Tuhan bagi Disabilitas

    Keadilan Tuhan bagi Disabilitas

    Krisis Iklim

    Krisis Iklim dan Beban yang Tak Setara

    16 HAKTP

    16 HAKTP di Tengah Bencana: Perempuan dan Anak Jadi Korban Ganda Kerusakan Alam

    Hutan Indonesia

    Ekosida: Jejak Kejahatan terhadap Hutan Indonesia

    Citizen Journalism

    Citizen Journalism Berbeda dengan Ummu Jamil

    Lautan Indonesia

    Lautan Indonesia di Ambang Kehancuran

    Menjaga Hutan

    Guru Diminta Mengajarkan Kesadaran Menjaga Hutan. Hutan yang Mana, Pak?

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Mimi Monalisa

    Aku, Mama, dan Mimi Monalisa

    Romantika Asmara

    Romantika Asmara dalam Al-Qur’an: Jalan Hidup dan Menjaga Fitrah

    Binatang

    Animal Stories From The Qur’an: Menyelami Bagaimana Al-Qur’an Merayakan Biodiversitas Binatang

    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Buku

Derita Kolektif Perempuan dalam Novel Namaku Alam

Novel ini memperlihatkan kekerasan kekuasaan pada periode kelam sejarah Indonesia sebagian besar menimpa tubuh dan kehidupan perempuan

Uus Hasanah Uus Hasanah
6 Desember 2025
in Buku
0
Namaku Alam

Namaku Alam

1
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – 𝑁𝑎𝑚𝑎𝑘𝑢 𝐴𝑙𝑎𝑚 𝟷 adalah novel seri ke-2 dari semesta novel 𝑃𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔[1] yang Leila S. Chudori tulis, dan diterbitkan oleh Kepustakaan Populer Gramedia (KPG) pada tahun 2023. Novel ini telah mengalami beberapa kali cetak hingga sekarang (2025).

Novel Namaku Alam setebal 438 halaman ini  mengisahkan kehidupan keluarga eksil (Bimo) dan tapol (Segara Alam).  Sepanjang perjalanan hidup mereka terbayang-bayangi stigma politik dan diskriminasi sistemik dari negara maupun masyarakat sipil. Ini penyebabnya karena sang ayah (Hananto Prawiro) dianggap berasosiasi dengan kelompok terlarang pada tahun 1960-an.[2]

Dalam novel ini, Segara Alam menjadi pusat cerita, namun kekuatan narasi justru terletak pada kepiawaian Leila S. Chudori menghidupkan tokoh-tokoh lain dengan karakter kuat dan saling berhubungan. Tokoh Surti (Ibu Alam), Kenanga, Bulan (Kakak Alam), Om Aji, Bimo, Rukmini (Ibu bimo) Ibu Guru Umayani, Irwan Yahya, hingga Dara Ariana hadir sebagai figur yang bermakna, memperkaya konflik dan menjadikannya wajar serta meyakinkan.

Meskipun latarnya berada pada tahun 1980-an, teknik alur progresif–regresif membawa pembaca menyusuri masa 1960-an. Terutama tragedi 1965 yang menjadi akar dari label dan stigma yang melekat pada keluarga Alam hingga ia dewasa. Konflik utama berpusat pada warisan kelam yang sang ayah tinggalkan. Ayah Alam seorang seniman sekaligus wartawan kiri yang kemudian mereka anggap sebagai pengkhianat negara.

𝐏𝐞𝐫𝐞𝐦𝐩𝐮𝐚𝐧 𝐒𝐞𝐛𝐚𝐠𝐚𝐢 𝐏𝐞𝐧𝐚𝐧𝐠𝐠𝐮𝐧𝐠 𝐃𝐞𝐫𝐢𝐭𝐚 𝐊𝐨𝐥𝐞𝐤𝐭𝐢𝐟

Novel ini memperlihatkan bagaimana kekerasan sebuah kekuasaan pada periode kelam sejarah Indonesia sebagian besar menimpa tubuh dan kehidupan perempuan. Bab Kuning Jingga, khususnya bagian yang ternarasikan melalui ingatan Kenanga dan Segara Alam. Ini menggambarkan bagaimana perempuan menjadi korban paling rentan dari stigma politik.

Kenanga, anak tertua yang saat itu berusia empat belas tahun telah menjadi saksi langsung betapa beratnya penderitaan yang harus ibunya tanggung. Di Jalan Budi Kemuliaan, sebuah tempat yang menjadi simbol kekerasan kekuasaan, mengingat saat dini hari ia dan keluarganya pernah digedor. Kemudian mereka angkut menggunakan jip hitam menuju sebuah bangunan di Jalan Budi Kemuliaan[3].

Beberapa saat kemudian Kenanga melihat ibunya keluar dari ruang interogasi dengan tubuh gemetar, kancing baju yang ia benarkan tergesa-gesa, rambut acak-acakan, wajah pucat, dan linangan air mata dengan sorot yang pilu dan belum sempat tersembunyikan.

Ketika Tubuh Perempuan Menjadi Objek Kekuasaan

Sebelumnya saat kedatangannya ke rumah itu, Ia juga melihat perempuan lain (Warsih) muncul dari ruangan serupa dalam kondisi berlumuran darah. Adegan ini cukup menjadi gambaran brutal mengenai bagaimana tubuh perempuan menjadi objek kekuasaan, dipukul, tertindas, bahkan terlecehkan.

Kenanga sendiri pernah mendapat perintah untuk membersihkan darah yang menggenang di lantai. Bahkan di hari yang lain ia menyaksikan bekas kengerian yang terjadi di ruang itu. Ia mendapati cambuk dengan bekas darah dan kelupasan kulit yang menempel di permukaannya. Hal ini merupakan sebuah bentuk kekerasan psikologis yang menorehkan jejak panjang dalam ingatannya.

Di hari berikutnya, ia juga menyaksikan ketika ibunya menolak masuk ke ruang interogasi karena kelelahan dan sakit. Lalu seorang lelaki berjaket hitam mengancam bahwa Kenanga akan mereka jadikan “pengganti.” Sebuah ancaman seksual terselubung yang menunjukkan betapa rentannya posisi perempuan di hadapan sistem kekusaan yang represif. Demi melindungi anaknya, sang ibu akhirnya menuruti perintah tersebut.

Simbol-simbol seperti lelaki berjaket hitam, todongan senjata, suara tembakan, bentakan, tubuh besar yang menindas, menjadi representasi maskulinitas toksik yang terproduksi dan terlegitimasi oleh negara otoriter. Di sisi lain, sebagai penulis, pada bagian ini Leila S. Chudori telah berhasil menyampaikan kepiluan sebuah tragedi yang perempuan alami secara realistis dalam cara pandang anak perempuan berusia empat belas tahun.

Ibu sebagai Figur Perlawanan dan Kepemimpinan

Sosok Surti, Ibunda Alam merupakan figur sentral yang memberikan napas resistensi dalam novel Namaku Alam ini. Setelah suaminya menjadi buron setelah peristiwa 30 September 1965 hingga akhirnya tertembak mati pada tahun 1970, ia dan anak-anaknya menjadi sasaran interogasi, kekerasan, dan pengawasan ketat.

Namun demikian, sebagai perempuan ia bangkit menjadi pemimpin keluarga. Ia tergambarkan sebagai sosok hangat, tegar, dan keibuan. Ia mendidik kedua anak-anaknya untuk mandiri dan pada saat yang sama, sebagai orang tua tunggal ia berperan menjadi pengayom sekaligus negosiator yang berhadapan langsung dengan aparat demi keselamatan keluarga. Pada tahun 1968, pintu rumahnya digedor-gedor.

Mereka, empat orang lelaki, bertubuh besar dengan suara yang menggelegar mencari suami dan anak laki-lakinya (Alam). Mereka mengintrogasi kemudian mengacungkan pistol sambil menyusuri ruangan. Menyadari keberadaan putra bungsunya di ruang tengah, dengan sigap Surti berteriak lantang dan meminta agar mereka jangan mengganggu anak-anaknya yang bahkan ketika itu Alam masih berusia 3 tahun.

Surti mencari nafkah sebagai penjahit dan memberi les Bahasa Inggris kepada anak-anak sekitar. Sekali lagi, sebagai Ibu, Surti telah membesarkan, dan mendidik anak-anaknya di tengah diskriminasi negara yang merampas hak-hak publik keluarga mereka.

Melawan Stigma

Surti berasal dari keluarga terhormat dan berpendidikan, sayangnya ini tak menjadi alasan untuk Surti dan anak-anaknya terbebas dari stigma janda gatal keluarga aneh dan penghianat negara. Orang tuanya merupakan tokoh berpengaruh di sebuah rumah sakit terkenal di Jakarta, adiknya seorang dokter, kakaknya juga seorang dokter internis yang menikah dengan seorang Brigjen.

Stigma tersebut berdampak panjang dan sangat mempengaruhi psikologis terutama anak bungsunya Alam. Hubungan Alam dengan anak dari Kakaknya (Irwan Yahya) tidak harmonis. Bahkan pada perkembangan alur cerita mereka menjadi musuh bebuyutan hingga akhir novel. Berbeda dengan Surti, Rukmini (Ibunda Bimo) dinarasikan sebagai perempuan dingin dan terkesan acuh. Ayah Bimo, yang masih berada di luar negeri sebagai eksil, hanya sesekali menghubungi keluarganya.

Sementara itu keputusan Rukmini menikah dengan seorang tentara untuk melindungi diri dan anaknya dari sistem politik justru menjadikan Rukmini semakin tidak berdaya. Ia tidak mampu membela Bimo ketika akhirnya diketahui bahwa suami yang dianggap dapat melindunginya itu melakukan kekerasan fisik terhadap anaknya. Bekas luka sundutan rokok dan lebam pada tubuh Bimo tidak cukup membuat Rukmini bersuara. Pada akhirnya, demi keselamatan anaknya, ia mengizinkan Bimo tinggal bersama Alam dan keluarganya.

Tubuh Perempuan dalam Lingkaran Sejarah Kelam Bangsa

Novel Namaku Alam ini menegaskan bahwa kekerasan pada perempuan melekat erat pada sistem kekuasaan yang otoriter. Perempuan seperti Surti, Warsih, Kenanga, Rukmini, serta tokoh perempuan dalam karya sastra lain seperti 𝐶𝑎𝑛𝑡𝑖𝑘 𝐼𝑡𝑢 𝐿𝑢𝑘𝑎 karya Eka Kurniawan. Dalam catatan juga terdapat di karya Pramoedya Ananta Toer dalam 𝑃𝑒𝑟𝑎𝑤𝑎𝑛 𝑅𝑒𝑚𝑎𝑗𝑎 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝐶𝑒𝑛𝑔𝑘𝑒𝑟𝑎𝑚𝑎𝑛 𝑀𝑖𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟 sama-sama hadir sebagai korban yang tidak pernah memperoleh ruang layak dalam catatan resmi sejarah.

Pilihan Surti untuk tetap bertahan, menjaga martabat, dan mendidik anak-anaknya, sebagaimana juga tokoh perempuan lainnya lakukan dalam karya-karya yang disebutkan. Ini merupakan bentuk bahwa perempuan sebagai 𝑎𝑔𝑒𝑛𝑐𝑦 memiliki kapasitas untuk bertindak dan melakukan perlawanan versinya sendiri. Sikap ini menegaskan bahwa perempuan memiliki daya untuk bertahan, melawan, mengambil keputusan, dan melindungi kehidupan di tengah tekanan struktural. 𝐴𝑙𝑙𝑎ℎ𝑢 𝐴`𝑙𝑎𝑚 []

Keterangan;

[1] Novel 𝑃𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔 diterbitkan KPG tahun 2012, berhasil memenangkan Khatulistiwa Award untuk prosaterbaik tahun 2013 dan telah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa seperti Bahasa Inggris, Prancis, Belanda, Jerman dan Italia.

[2] Peristiwa G30S PKI

[3] Barangkali, latar belakang peristiwa tahun 1960-an itulah yang kemudian membuat sebuah berita pada masa penulis kecil dulu sekitar tahun 2000-an menjadi begitu membekas. Saat itu, ketika ada mobil jip lewat, kami ditakut-takuti oleh para ibu bahwa kami akan diculik jika berpapasan dengannya. Dengan sigap, kami akan pura-pura menjadi patung di pinggir jalan setiap kali melihat mobil jip melintas di jalan yang kami lewati.

Tags: Leila S ChudoriNamaku AlamReview NovelSastra Indonesiasejarah
Uus Hasanah

Uus Hasanah

Guru di MA GUPPI Terisi Indramayu

Terkait Posts

Soeharto
Publik

Soeharto dan Situasi Epistemik Bangsa

12 November 2025
Soeharto Pahlawan
Publik

Menolak Soeharto Jadi Pahlawan: Sejarah Kelam Tak Boleh Dilupakan

8 November 2025
Sumpah Pemuda
Publik

Sumpah Pemuda dan Makna Kesalingterhubungan

31 Oktober 2025
Periwayatan Hadis
Publik

Difabel dalam Periwayatan Hadis : Melihat Islam Inklusif di Zaman Nabi

21 Oktober 2025
Siti Ambariyah
Figur

Menelaah Biografi Nyai Siti Ambariyah; Antara Cinta dan Perjuangan

18 Oktober 2025
Guruku Orang-orang dari Pesantren
Buku

Guruku Orang-orang dari Pesantren; Inspirasi Melalui Lembaran Buku KH. Saifuddin Zuhri

19 November 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • 16 HAKTP

    16 HAKTP di Tengah Bencana: Perempuan dan Anak Jadi Korban Ganda Kerusakan Alam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ekosida: Jejak Kejahatan terhadap Hutan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fitri Nurajizah di 16 HAKTP: Kekerasan terhadap Perempuan adalah Pelanggaran Martabat Kemanusiaan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kampanye 16 HAKTP dengan Mengingat Pesan Nabi Saw: Muliakan Perempuan, Hentikan Kekerasan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kisah Angkie Yudistia sebagai perempuan Penyandang Disabilitas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Derita Kolektif Perempuan dalam Novel Namaku Alam
  • Ketidakpastian Hukum Perkawinan Beda Agama di Indonesia
  • Jejak Islam Wasathiyah dan Kearifan Seyyed Hossein Nasr di Amerika
  • 16 HAKTP di Majalengka: Membaca Ulang Akar Kekerasan terhadap Perempuan dari Ruang Domestik dan Publik
  • Keadilan Tuhan bagi Disabilitas

Komentar Terbaru

  • Refleksi Hari Pahlawan: Tiga Rahim Penyangga Dunia pada Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto
  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID