Mubadalah.id – Indonesia berada di tengah pertarungan definisi menjadi ‘Muslim sejati’ dan tidak sedikit isu yang memecah belah tentang dogma pernikahan dengan narasi poligami. Akhir-akhir ini muncul gerakan konservatif yang membicarakan topik tersebut dalam skala nasional. Tapi tidak demikian dengan Gusti Nurul yang tetap teguh menolak poligami.
Poligami yang ada sekarang ini telah banyak penyelewengan oleh pelakunya dan oleh orang-orang tertentu. Hal ini tentu akan berakibat buruk bagi perempuan, bagi citra Rasulullah, dan bagi Islam itu sendiri.
Tak jarang narasi ekstrimisme yang menggaungkan poligami mampu menghipnotis kaum hawa yang tidak bertumpu pada pengetahuan dan keteguhan imannya. Mungkin narasi yang seringkali tersebar, dan sudah akrab di telinga adalah yang mengatakan bahwa jumlah pria di Indonesia itu sudah langka. Jumlah perempuan itu sudah teramat banyaknya.
Padahal faktanya, Worldometer merilis data jumlah penduduk Indonesia hingga 25 April 2022 adalah 278.752.361 jiwa. Data ini didasarkan pada elaborasi worldometer dari data terbaru Perserikatan Bangsa-bangsa atau PBB. Pernyataan ini bisa menentang narasi ajakan poligami.
Keberanian Puteri Bangsawan Menolak Poligami
Berbicara menolak poligami, seorang kembang Mangkunegara berhasil teguh menentangnya. Ia Gusti Nurul, nama lengkapnya Raden Ayu Siti Nurul Kamaril Ngarasati Kusumawardhani. Lahir pada 17 September 1921. Ia sangat masyhur bukan hanya karena kecantikannya, tapi juga karena kecerdasan dan keteguhan hatinya menolak poligami
Sikap itu tentu merupakan sikap yang jauh melampaui zamannya, pasalnya, dia berasal dari dalam istana tradisional yang lekat dengan kehidupan poligami. Ada alasan kuat dia melakukannya yaitu tak sudi menyakiti hati sesamanya (perempuan).
Gusti Nurul adalah orang Indonesia yang wajahnya pernah masuk majalah legendaris Life. Majalah terbitan Amerika Serikat ini, edisi 25 Januari 1937 memajang foto Gusti Nurul menari di hari pernikahan Putri Juliana dan Pangeran Bernard. Pada hari pernikahan itu, 6 Januari 1937, Gusti Nurul yang baru berusia 15 tahun menari di hadapan Ratu Belanda beserta pejabat-pejabat dan tamu kenegaraan.
Pada saat usia 20 tahun (usia yang terbilang cukup tua pada saat itu) Gusti Nurul menolak ketika akan dinikahkan dengan Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Meskipun menjadii istri permaisuri. Penolakan itu dikarenakan Gusti Nurul tidak mau menyakiti hati sesama perempuan, mengingat saat itu Sultan juga sudah memiliki empat istri selir.
Betapa tinggi dan beratnya kedudukan itu. Perempuan manapun pasti mengharapkan dan mengidamkannya. Tetapi Gusti Nurul ingat kembali, terbayang wajah ibunya yang selalu tampak berduka. Mengingat pesan ibunya agar ia menolak poligami.
Para Tokoh Negara yang Menaruh Hati Pada Gusti Nurul
Tak hanya Sultan yang bermaksud memperisteri Gusti Nurul. Ada juga seorang kolonel G.P. H Djatikusumo, yang juga tercatat sebagai KSAD pertama. Lelaki lainnya ada bangsawan lain dari Yogyakarta. Namun sayang, Gusti Nurul menolak cinta mereka semua.
Selain bangsawan dan perwira tinggi, ternyata ada juga tokoh politik yang suka pada Gusti Nurul, salah satunya adalah Sutan Sjahrir. Setiap rapat kabinet digelar di Yogyakarta, Sjahrir selalu mengutus sekretaris pertamanya, Siti Zoebaedah Osman ke Pura Mangkunagaran untuk khusus mengantar hadiah yang ia beli di Jakarta. Hadiah itu berupa selendang sutera, tas bahkan jam tangan dengan merek terkenal. Bersama hadiah itu juga terlampir surat.
Bahkan katanya, Sutan Sjahrir pernah mengundang Gusti Nurul sekeluarga untuk berkunjung ke Linggarjati dan menginap di rumah perundingan Belanda-Indonesia itu. Namun sayang, hubungan keduanya tak lanjut ke pelaminan, alasannya karena masalah partai. “Sebagai tokoh Partai Sosialis Indonesia, ia tidak mungkin menikah dengan putri bangsawan yang feodal,” ucap Gusti Nurul.
Menurut beberapa sumber, Bung Karno pun menaruh simpati pada Gusti Nurul. Namun Gusti Nurul mengaku tak pernah mendengar langsung pernyataan ungkapan isi hati Bung Karno. Bung Karno juga pernah meminta Basuki Abdullah untuk melukis Gusti Nurul dan lukisannya terpajang di kamar kerja Presiden di Istana Cipanas. Setelah Gusti Nurul menikah, setiap pertemuan-pertemuan dengan Bung Karno selalu mengatakan kalau dia kalah cepat dengan suami Gusti Nurul.
Kegelisahan Gusti Nurul Menanti Jodoh yang Tepat
Siapa bilang perempuan idaman seperti Gusti Nurul tidak pernah gelisah? Siapa bilang perempuan sepandai dia tidak pernah insecure? Karena kegelisahannya, akhirnya ibunda Gusti Nurul meminta agar dia melakukan tirakat mutih, yakni hanya makan nasi putih dan air putih saja selama tiga hari berturut-turut.
Meski berat namun Gusti Nurul tetap melakukannya demi ketenangan hati. Gusti Nurul berdoa agar Tuhan memberikan petunjuk terkait siapa jodohnya. Gusti Nurul mendapat mimpi, dia melihat tiga pria yang cukup ia kenal
Konon, karena Gusti Nurul memiliki prinsip yang kuat untuk menolak poligami, pada akhirnya hati Gusti Nurul berlabuh kepada pilihannya sendiri yaitu Kolonel Militer RM Soerjo Soejarso.
Setelah menikah dengan perwira itu, Gusti Nurul tak tinggal di keraton Mangkunegaran lagi. Dia ikut suaminya ke mana pun berdinas. Bahkan ketika Jarso jadi Atase Militer di Washington DC. Dari gambaran Gusti Nurul, kita dapat belajar bahwa menjadi perempuan itu haruslah cerdas, kritis, sekaligus luwes bergaul.
Hal itu yang menjadikan banyak orang begitu kagum terhadap Gusti Nurul. Ia begitu membuka diri untuk berteman dengan siapa saja, dari anak-anak Belanda hingga perempuan dari luar keraton. Ia juga punya hobi berkuda, hobi yang pada masa itu identik dengan laki-laki. Ia mematahkan anggapan bahwa dunia perempuan tak hanya terbatas di dapur, tapi juga luwes bergaul dan aktif berkegiatan positif.
Keteguhan Gusti Nurul Memegang Prinsip Menolak Poligami
Selain itu, menjadi perempuan harus berdaya dengan prinsip. Berpegang teguh pada prinsip yang diyakininya, mempertemukan Gusti Nurul pada sang pujaan hati di usia siap menikah. Laki-laki yang tak pernah menduakannya.
Dan yang tidak kalah penting adalah jangan menikah karena persoalan umur, apalagi sampai rela mengesampingkan prinsip demi terburu menikah. Mengorbankan cita-cita demi diburu pernikahan. Jika saat ini kamu punya kriteria sendiri tentang calon suami, pastikan kamu konsisten memegang teguh kriteria itu.
Jangan hanya sekedar manut, Seorang Gusti Nurul bahkan sudah berani menjadi kritis dari sejak zaman perempuan masih terbatas dunianya, yang hanya menjadi konco wingking. Masa iya sih, kita yang sudah hidup di era modern yang begitu memberi kebebasan untuk perempuan seperti sekarang ini, hanya bisa duduk diam saja?
Ini saatnya kita (perempuan) mengejar mimpi dan menggali potensi yang kita miliki. Para emansipator sudah banyak mengajarkan dengan kualitas yang dimilikinya, mendiang Gusti Nurul layak menyandang status sebagai panutan perempuan lintas generasi, bahwa di balik pribadinya yang santun dan menjunjung tinggi kerukunan, haruslah berpengetahuan.
Berani untuk speak-up, Gusti Nurul membuktikannya dengan mulai menyuarakan keberatan terhadap poligami dari usia muda. Banyak juga kalangan yang berpendapat kalau sosok dan pemikiran Gusti Nurul inilah yang menginspirasi Pangeran Mataram selanjutnya untuk tidak berpoligami.
Ruangan Putri Dambaan di Museum Ullen Sentalu
Sebagai informasi tambahan, ada sebuah museum di Yogyakarta mempersembahkan ruangan khusus yang menjadi ruang perkenalan antara Gusti Nurul dengan Pengunjung. Museum ini adalah Museum Ullen Sentalu. Di Museum Ullen Sentalu terdapat ruang yang berisi foto pribadi Gusti Nurul mulai dari usia kanak-kanak hingga berusia senja, ruangan tersebut bernama “Ruangan Putri Dambaan”.
Ruangan ini diresmikan langsung oleh Gusti Nurul pada tahun 2002. Ketika berkunjung ke Museum Ullen Sentalu melalui Tur Adiluhung Mataram, pengunjung akan berkeliling masuk ke Ruangan Putri Dambaan dan ada yang memberikan penjelasan mengenai kehidupan Gusti Nurul oleh edukator museum.
Tulisan ini mengenai prinsip Gusti Nurul yang menolak poligami, sebagai ajakan terhadap kaum perempuan untuk memikirkan kembali apakah poligami masih relevan bagi pola keragaman hidup yang begitu plural, dan sikap keagamaan kini yang sudah mencapai pada tingkat egaliter yang paling maju dan sepadan.
Jangan sampai ketetapan Tuhan menjadi semacam jebakan bagi kaum agamis yang tampaknya baik tapi menjerat esensi kebermaknaan hidup kita. Poligami bukan satu-satunya jalan menuju surga ya! []