Mubadalah.id – Pekan kemarin, tepatnya pada 24-26 Agustus 2023 saya berkesempatan mengikuti kegiatan Kongres Perempuan Nasional yang dihelat di Kampus Universitas Diponegoro Semarang. Saya hadir bersama dua orang teman, Sekretaris Wilayah Koalisi Perempuan Indonesia Wilayah Jawa Barat Winy, dan Manajer Media Sosial Mubadalah.id Vevi Alfi Maghfiroh.
Kami hadir dengan kesadaran penuh bahwa hak-hak perempuan dalam politik di negeri ini masih kerap terabaikan, dan kadang suaranya tak terdengar sama sekali. Diskriminasi terhadap hak politik perempuan itu, nampak pada proses keterwakilan perempuan dalam lembaga penyelenggara dan pengawas pemilu di beberapa daerah. Bahkan ada satu daerah yang tidak ada satupun perwakilan perempuan duduk di sana.
Layangan surat protes sudah kami ajukan. Winy, yang saat itu memprotes proses seleksi Badan Pengawas Pemilu di kabupaten dan kota di Jawa Barat, mendatangi langsung Bawaslu RI. Akan tetapi hasilnya nihil. Meski kami menilai banyak kejanggalan, namun hasil proses seleksi itu tetap tidak mereka anulir. Malah mereka umumkan, dan melantik yang terpilih.
Dukungan Islam terhadap Hak Politik Perempuan
Politik artinya urusan dan tindakan, atau kebijakan mengenai pemerintahan negara, atau negara lain. Politik juga berarti kebijakan dan cara bertindak dalam menghadapi dan menangani satu masalah. Baik yang berkaitan dengan masyarakat, maupun selainnya. Al-Qur’an berbicara tentang politik melalui sekian ayatnya. Khususnya yang menggunakan kata hukm.
Salah satu ayat yang dapat kita kemukakan dalam kaitan ini adalah QS. At-taubah ayat 71:
وَالْمُؤْمِنُوْنَ وَالْمُؤْمِنٰتُ بَعْضُهُمْ اَوْلِيَاۤءُ بَعْضٍۘ يَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيْمُوْنَ الصَّلٰوةَ وَيُؤْتُوْنَ الزَّكٰوةَ وَيُطِيْعُوْنَ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗۗ اُولٰۤىِٕكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللّٰهُۗ اِنَّ اللّٰهَ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ
“Orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) makruf dan mencegah (berbuat) mungkar, menegakkan salat, menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” (QS. 9: 71)
Pengertian kata auliya’ di sini, menurut Quraish Shihab dalam buku “Perempuan”, mencakup kerjasama, bantuan, dan penguasaan. Sedangkan pengertian menyuruh yang ma’ruf, mencakup segala segi kebaikan atau perbaikan kehidupan. Termasuk memberi nasihat atau kritik kepada penguasa.
Maka, dengan demikian setiap laki-laki dan perempuan hendaknya mampu mengikuti perkembangan masyarakat, agar masing-masing mampu melihat dan memberi saran, atau nasihat serta kritik dalam berbagai bidang kehidupan, termasuk kehidupan politik.
Nabi Mendengarkan Permintaan Perempuan
Masih dalam penjelasan yang sama, Quraish Shihab juga mengatakan bahwa Al-Qur’an menguraikan permintaan para perempuan pada zaman Nabi Muhammad Saw. Yakni untuk melakukan baiat (janji setia kepada Nabi Saw. dan ajaran Islam). Permintaan ini terlaksana, sebagaimana tersebutkan dalam QS. Al-Mumtahanah ayat 12.
Bai’at para perempuan pada masa-masa awal Islam, merupakan bukti kebebasan bagi perempuan untuk menentukan pandangan berkaitan dengan kehidupan serta hak politik. Yakni untuk mempunyai pilihan yang berbeda dengan pandangan lainnya dalam masyarakat. Hal ini sebagaimana penjelasan Musdah Mulia dalam artikel “Pandangan Islam tentang Hak Politik Perempuan.”
Bahkan, menurut Musdah, terkadang perempuan berbeda dengan pandangan suami atau ayah mereka sendiri. Sejarah pun menunjukkan, menjelang hijrah Nabi Saw. ke Madinah, delegasi kalangan Anshar dari Madinah pernah melakukan baiat kepada Nabi dalam kesempatan yang kemudian dikenal dengan “Baiah Aqabah Ke-2”.
Dalam baiat ini tercatat sejumlah nama perempuan. Mereka bersumpah untuk membela dan melindungi Islam. Ini menunjukkan adanya kontribusi perempuan dalam kegiatan politik. Bahkan, lebih dari itu, Nabi Saw. membolehkan perempuan mewakili kaum Muslim, berbicara mewakili mereka dan memberikan jaminan atas nama mereka.
Hal itu terlihat dalam kasus Ummu Hani di masa penaklukan kota Mekah atau yang terkenal dalam sejarah dengan “Fath Makkah”. Nabi Muhammad Saw. telah menerima permintaan Ummu Hani untuk memberikan perlindungan terhadap seorang penduduk Quraisy pada hari penaklukan kota Mekah. Rasulullah Saw. berkata kepadanya: “Kami melindungi orang yang dilindungi Ummu Hani.”
Kenyataan sejarah juga menunjukkan sekian banyak perempuan yang terlibat besar dalam soal-soal politik praktis. Ummu Hani’ ra, misalnya dibenarkan sikapnya oleh Nabi Saw, ketika memberi jaminan keamanan kepada dua orang musyrik. Di mana jaminan keamanan merupakan salah satu aspek dalam bidang politik.
Musyawarah sebagai Prinsip Politik
Di sisi lain, menurut Al-Qur’an, musyawarah hendaknya merupakan salah satu prinsip pengelolaan bidang kehidupan bersama, termasuk kehidupan politik. Artinya, setiap warga masyarakat atau negara dalam kehidupan bersama dituntut untuk senantiasa mengadakan musyawarah.
Karena itu, dalam al-Qur’an memerintahkan Nabi Saw bermusyawarah (QS. Ali Imran ayat 159). Ayat-ayat ini tidak membatasi kegiatan musyawarah hanya pada laki-laki. Karena itu, ia dapat menjadi dasar untuk membuktikan adanya hak berpolitik bagi siapapun. Laki-laki, maupun perempuan.
Maklumat Semarang
Kembali pada agenda Kongres Perempuan Nasional, melalui forum yang mengedepankan prinsip musyawarah tersebut melahirkan Maklumat Semarang. Di mana dalam maklumat menyebutkan bahwa Kongres Perempuan Nasional, terselenggara pada 24-26 Agustus 2023 di Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang Jawa Tengah dalam kerangka melakukan konsolidasi gerakan, pengetahuan dan menyuarakan agenda Perempuan Indonesia dalam berbagai aspek kehidupan.
Kongres Perempuan Nasional membahas spesifik tentang kepemimpinan perempuan dalam tata kelola pemerintahan, sumberdaya alam, kedaulatan pangan, reformasi hukum dan kekerasan terhadap perempuan, kebudayaan dan media.
Pembahasan isu strategis menggunakan pendekatan inklusif dengan mengintegrasikan perspektif konstitusi, hak asasi manusia dan gender sebagaimana amanat UUD NKRI 1945, UU nomor 7 tahun 1984 tentang ratifikasi konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita, dan UU nomor 39 tentang Hak Asasi Manusia.
Kemajuan dan tantangan sepanjang 4 (empat) tahun kita refleksikan bersama. Perempuan merayakan kemajuan dan capaian yang ada. Tantangan dan hambatan pemenuhan dan perlindungan hak asasi Perempuan Indonesia didialogkan dan dirumuskan strategi kerangka aksi untuk mengatasinya dengan melibatkan lintas gerakan. Baik dalam pemerintahan, parlemen, lembaga nasional HAM, akademisi, partai politik, korporasi, organisasi sosial kemasyarakatan, NGO dan gerakan sipil lainnya.
Rekomendasi dari kongres ini menjadi agenda gerakan perempuan lintas elemen untuk disuarakan kepada para pengambil kebijakan, dan kandidat pengambil kebijakan di tingkat pusat dan daerah serta pemangku kepentingan strategis lainnya.
Kongres Perempuan Nasional sebagai gerakan perempuan Indonesia siap bekerja sama dan bergandengan tangan dalam mewujudkan Indonesia yang berperadaban, berkeadilan sosial, bermartabat bagi setiap manusia, dengan anugerah semesta dalam rahmat Tuhan YME. Maklumat Semarang ini dikeluarkan di Semarang, pada 26 Agustus 2023. []