Mubadalah.id – Sebagai ormas Islam terbesar di Indonesia, NU mengalami banyak hal yang mampu mempengaruhi segala lini masyarakat, salah satunya adalah isu perempuan. Lambat laun namun pasti, isu-isu perempuan akhirnya pun masuk menjadi salah satu pembahasan sensitif dan strategis yang secara tidak langsung mengulik budaya patriarki yang dipertahankan sejak dulu, agar menjadi budaya kesalingan (Mubadalah) yang dipelopori oleh Kyai Faqihuddin Abdul Qodir dalam buku Qiraah Mubadalah.
Ibu Nyai Nur Rofiah, Bil. Uzm dalam buku Nalar Kritis Muslimah juga banyak mewarnai dunia patriaki dengan perspektif Keadilan Gender Islam (KGI). Secara singkat, perspektif ini mengintegrasikan pengalaman perempuan dalam konsep keadilan, baik dalam kemaslahatan agama, kebijakan negara, maupun kearifan sosial.
Oleh karena itu, NU menyediakan wadah untuk para perempuan beraktualisasi diri mengikuti organisasi yang diberi nama Muslimat, Fatayat, KORPRI, dan IPPNU. Muslimat NU merupakan organisasi perempuan dibawah naungan Nahdhatul Ulama untuk anggotanya perempuan NU di atas 40 tahun.
Keempat organisasi yang konsen terhadap isu perempuan tersebut menjadi bagian tak terpisahkan dari NU, yang bertujuan untuk mengembangkan paham Islam moderat, Islam rahmatan lil ‘alamin dalam bingkai Islam ahlusunnah waljamaah, Islam salafus salih. Sehingga secara langsung maupun tidak langsung, hal tersebut akan terhubung dengan paham-paham ke-Islaman lain dan paham politik suatu negara yang berkembang.
Ketika ada badan otonom yang khusus laki-laki misalnya, pasti juga dibentuk badan otonom yang khusus perempuan. Karena NU memiliki keyakinan bahwa para perempuan memiliki peran yang sama pentingnya dengan para laki-laki. Al-Qur’an menegaskan bahwa, perempuan itu manusia maka laki-laki dan perempuan sama-sama menjadi subjek kehidupan seutuhnya. Sama-sama hanya menghamba pada Allah Swt dan sama-sama mengemban amanah kekhalifahan di muka bumi untuk mewujudkan kemaslahatan seluas-luasnya.
Nyai Hj R Djuaesih adalah perempuan yang tercatat dalam sejarah sebagai perempuan Nahdhatul Ulama (NU) yang menyuarakan hak-hak kaumnya saat Muktamar ke-13 NU di Menes, pada tahun 1938. Berbekal pengalaman yang didapat, karena kerap kali diajak suaminya dalam kegiatan organisasi, Nyai Djuaesih memiliki keberanian lebih dibandingkan perempuan sebayanya kala itu. Dia dengan penuh semangat, suara lantang dan berapi-api menyuarakan suara hatinya terkait kesetaraan dan isu perempuan dalam ormas NU.
Karena pada dasarnya di dalam Islam bukan saja kaum laki-laki yang harus dididik mengenai pengetahuan agama, politik, sosial dan pengetahuan lain. Tapi, perempuan pun wajib mendapatkan didikan yang selaras dan setara dengan tuntutan agama. Karena itu, para perempuan yang tergabung dalam NU harus bangkit, semangat ikut serta berdakwah untuk kemaslahatan umat, bangsa dan negara. Turut berperan aktif tidak hanya dalam ranah domestik tapi juga di ranah publik.
Rasulullah SAW pun mengingatkan pada para laki-laki yang dalam kapasitasnya sebagai pasangan hidup atau partner dalam rumah tangga, yang termasuk bagian dari keluarga, juga masyarakat dan makhluk sosial. Agar mereka bersikap penuh kasih sayang, menjaga hati serta bijaksana pada perempuan.
Menurut Syaikh Mutawalli As Sya’rawi ulama besar dari Universitas Al Azhar Mesir, dalam kitab Al Mar’ah FI Al Qur’an menyatakan bahwa penciptaan laki-laki dan perempuan itu berbeda, pada hakikatnya bukan untuk saling bermusuhan akan tetapi untuk saling menyempurnakan satu dengan yang lainnya.
Beliau memberikan analogi terkait penciptaan malam dan siang yang berbeda akan tetapi saling melengkapi, malam itu untuk dipenuhi dengan kegelapan dan digunakan untuk istirahat dan tidur. Sedangkan siang hari dipenuhi dengan cahaya yang bisa digunakan untuk bekerja dan mencari rejeki.
Lalu bagaiamana keadaan dunia ini kalau seluruhnya malam atau siang? Maka pastilah hidup ini akan sulit. Begitu juga kesempurnaan laki-laki dan perempuan tidak akan diperoleh kecuali untuk saling memuliakan, berbuat baik dan bekerja sama dalam segala lini kehidupan, untuk membangun peradaban yang lebih baik, bukan saling menghinakan dan menyakiti yang menjadi sumber kemunduran dan kerusakan.
Semoga dari ikhtiar NU ini menjadikan perempuan setara dengan laki-laki, yang saling bekerja sama, saling membahagiakan, dan saling mewujudkan kemaslahatan umat seluas-luasnya menjadikan NU, di usianya yang kini 95 tahun, semakin kuat dan para perempuan semakin mulia serta berdaya. Aamiin. []