Mubadalah.id – Sayyidina Umar bin Khattab terkenal sebagai khalifah yang sangat bertanggung jawab terhadap rakyatnya. Beliau selalu menyempatkan diri untuk berkeliling menyusuri rumah masyarakat dan memastikan kesejahteraan mereka, mendengarkan keluhan, serta mengambil tindakan yang diperlukan masyarakatnya. Kebijakannya dalam memberikan hak kepada kaum lemah dan memperhatikan kebutuhan mereka, menjadikannya sosok pemimpin yang sangat dicintai dan dihormati.
Saat Umar dalam perjalanannya ronda pada malam hari, pandangannya tertuju pada kemah tua yang berdiri tengah tanah lapang. Padahal, sebelumnya tidak ada kemah di sana. Sang Khalifah pun mendekatinya, dan terdengar suara rintihan perempuan yang menangis karena menahan sakit. Lalu memanggil penghuni tenda tersebut dan keluarlah seorang laki-laki yang gelisah dan tampak kegalauan pada raut wajahnya.
Amirul Mukminin mendatanginya Seraya bertanya, “Siapakah Anda?” Lelaki itu menjawab, “Aku orang asing yang datang dari pedesaan. Istriku sedang sakit di dalam tenda karena akan melahirkan. Kami datang ke kota berharap belas kasihan Khalifah Umar yang terkenal sangat mengayomi rakyatnya dan mementingkan kebutuhan rakyat. Akan tetapi, aku ragu apakah dia akan membantu kami!”
Tanpa mempernalkan siapa dia, Umar pun langsung bertanya, “Apakah ada seseorang bersamanya untuk merawat dan membantunya melahirkan?” “Tidak ada selain aku sendiri.” jawab lelaki tersebut.
Sang Khalifah pun bergegas meninggalkan tempat tersebut dan menemui istrinya, Sayyidah Ummu Kultsum binti ‘Ali, untuk meminta bantuan. Dia berkata kepada istrinya, “Apakah engkau dalam kondisi sehat?” Ummu kultsum menjawab, “Kenapa engkau bertanya begitu?”
Sayyidina Umar bin Khattab Berkabar pada Istrinya
Umar kemudian mengabarkan, “Istriku, sesungguhnya Allah telah membuka jalan mendapatkan pahala bagimu malam ini.” “Apa maksudmu, wahai Amirul Mukminin?” tanya sang istri penasaran.
Sang Khalifah menjelaskan bahwa di ujung kota ada perempuan miskin yang menahan sakit di tendanya karena hendak melahirkan. Tidak ada seorang pun yang merawatnya di sana. Ummu Kultsum berkata, “Jika engkau berkenan, aku bersedia membantu.”
Lalu Umar bersama istrinya segera menuju tenda tersebut seraya ia pikul kebutuhan bagi perempuan yang hendak melahirkan. Selain itu juga minuman dan makanan yang ia ambil dari rumahnya.
Setibanya di sana, Umar memerintahkan istrinya segera masuk dan membantu persalinan di dalam tenda, sementara beliau ditemani laki-laki tadi mempersiapkan makanan dengan tangannya sendiri.
Hingga akhirnya, perempuan di dalam kemah berhasil melahirkan anaknya. Ummu Kultsum segera keluar dari kemah dan berkata, “Wahai Amirul Mukminin, kabarkan berita gembira kepada lelaki itu, karena Allah telah mengaruniai seorang bayi laki-laki dan ibunya dalam kondisi baik!”
Ketika mendengar panggilan Amirul Mukminin kepada orang yang bersamanya, lelaki badui itu memalingkan diri sembari tidak percaya bahwa orang yang telah membantunya adalah Khalifah Umar bin Khattab. Melihat tingkah sang laki-laki, Umar pun tertawa dan memanggilnya. “Mendekatlah! memang benar aku adalah Umar dan yang di dalam tenda adalah istriku Ummu Kultsum, putri Ali bin Abi Thalib.”
Teladan Kepemimpinan Sang Khalifah
Laki-laki tersebut masih tidak percaya, bahwa keluarga Nabi telah membantu persalinan istrinya. Amirul Mukminin memasak untuk dia beserta istrinya. Ia bergumam sembari menjatuhkan dirinya dan menangis terharu.
Khalifah Umar kemudian memerintahkan istrinya agar memberi makanan perempuan tadi hingga kenyang. Sementara Umar mengambil dan menyodorkan makanan itu kepada lelaki tersebut seraya berkata, “Makanlah. Sesungguhnya engkau telah bergadang semalaman.”
Amirul Mukminin memanggil istrinya untuk pulang dan berpamitan, “Datanglah menemuiku besok. Insya Allah, aku akan menolongmu.” Pagi harinya, lelaki itu datang dan beliau pun mendoakan anaknya, lalu memberinya uang.
Kisah ini menjadi teladan tentang bagaimana pemimpin seharusnya bertindak dengan penuh tanggung jawab dan mempunyai perhatian terhadap semua lapisan masyarakat, termasuk perempuan. Umar sering turun langsung ke masyarakat, mendengarkan keluhan, dan membantu mereka yang kesulitan, menjadi teladan bahwa pemimpin harus dekat dengan rakyatnya.
Perhatiannya kepada perempuan dengan membantunya dalam proses persalinan, mengajarkan tentang nilai empati dan kepedulian terhadap kesulitan yang dialami orang lain.
Dalam budaya yang sering kali mengesampingkan perempuan, Sang Khalifah memberi perhatian khusus pada perempuan dan memastikan mereka mendapat bantuan yang diperlukan. Beliau mengajarkan bahwa perempuan memiliki hak untuk mendapatkan perhatian dan dukungan, serta menegaskan pentingnya peran mereka dalam masyarakat. Ini juga menunjukkan bahwa Islam menempatkan perempuan dalam posisi yang dihargai dan dihormati. []