• Login
  • Register
Senin, 19 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hikmah

Mencintai Tuhan, Mencintai Makhluk, dan Mencintai Diri Sendiri

Maka, cintailah dirimu karena-Nya dan berbuat baiklah terhadap sesama. Karena engkau tak akan pernah bisa mencintai Tuhan tanpa mencintai makhluk-Nya

Rizki Eka Kurniawan Rizki Eka Kurniawan
12/10/2021
in Hikmah
0
Mencintai

Mencintai

367
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Altruisme secara harfiah dipahami sebagai perilaku mementingkan kebahagiaan orang lain tanpa memperhatikan dirinya sendiri. Dalam Islam, altruisme lebih dikenal dengan istilah al-itsar atau kaum sufi biasanya lebih sering menyebutnya dengan nomenklatur al-futuwwah.

Syekh al-Akbar Muhyiddin Ibnu Arabi, pengarang kitab Al-Futuhat al-Makkiyyah berpendapat bahwa perilaku altruis (al-itsar) merupakan salah satu hak yang harus dipenuhi seorang ketika hendak menempuh perjalanan menuju Tuhan. Perilaku altruis ini sangat dianjurkan, bahkan ditekankan oleh Ibnu Arabi sebagai sebuah hak yang harus dipenuhi bagi seorang manusia dalam menjalani kehidupan.

Dalam Al-Futuhat al-Makkiyah, Ibnu Arabi menjelaskan bahwa ada tiga hak yang harus dipenuhi oleh manusia yaitu: hak Tuhan, hak makhluk, dan hak diri sendiri.

Hak Tuhan, berarti ia harus menyembah-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan siapapun.

Hak makhluk, berarti ia harus berbuat baik kepada semua makhluk-Nya. Tak kecuali kepada hewan dan tumbuhan.

Baca Juga:

Bekerja adalah Ibadah

Jangan Nekat! Pentingnya Memilih Pasangan Hidup yang Tepat bagi Perempuan

Keheningan Melalui Noble Silence dan Khusyuk sebagai Jembatan Menuju Ketenangan Hati

Tidak Ada Cinta Bagi Ali

Hak diri sendiri, berarti ia harus merawat dirinya sendiri, menjaga kesehatan fisik dan mentalnya agar bisa mencapai tujuannya dalam hidup dan memperoleh bahagia.

Ketiga hak tersebut adalah hak yang akan selalu mengikat manusia. Hak-hak tersebut harus dipenuhi jika manusia ingin terus mengembangkan dirinya dan mendapatkan makna akan keberadaannya.

Untuk hak Tuhan sendiri telah tertulis dalam al-Qur’an Surat Az-Zariyat 51: Ayat 56: “Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.”

Manusia tak akan bisa mengingkari akan kebenaran ayat ini. Keberadaan manusia di dunia akan kehilangan makna jika ia tidak beribadah kepada-Nya. Karena, secara psikologis, manusia membutuhkan objek ketaatan untuk menunjang eksistensinya di dunia. Ia butuh objek untuk disembah agar mau menjalankan perintah. Ia butuh objek untuk dipuji agar mau bekerja keras untuk mencapai tujuannya. Ia butuh objek untuk dicintai agar selalu termotivasi untuk terus mengembangkan dan memperbaiki diri.

Tanpa objek ketaatan, manusia akan kehilangan harapan. Kehilangan harapan akan membuat manusia tak lagi bersemangat dalam menjalani hidupnya. Ketika harapan tiada, kehidupan seolah menelan dirinya kedalam kegelapan. Hidupnya akan terasa tidak lagi berharga dan pada akhirnya, akan berakhir pada nihilisme (anggapan bahwa kehidupan tidaklah penting).

Ketika manusia telah menemukan objek ketaatan (Tuhan), segala yang dilakukannya akan bernilai ibadah, dan ia akan mendapatkan makna dalam setiap pekerjaannya.

Akan tetapi, upaya manusia dalam beribadah kepada-Nya bisa menjadi sebuah bentuk egoisme jika ia tidak memperhatikan kehidupan di sekitarnya. Karena, bagaimana mungkin seseorang bisa mencintai-Nya jika mencintai mahluk-Nya saja tidak bisa?

Ibadah adalah buah dari cinta, dan salah satu syarat untuk mencintai suatu objek adalah dengan mencintai semua yang berkaitan dengan objek tersebut. Jika tidak begitu, seseorang tak akan berhak disebut sebagai pencinta sebab ia hanya mementingkan dirinya semata. Maka dari itu, syarat untuk mencintai Tuhan adalah mencintai semua mahluk-Nya.

Jadi, ketiga hak yang disebutkan oleh Ibnu Arabi tadi sebenarnya saling berkaitan satu sama lain. Manusia tak akan bisa memenuhi hak Tuhan jika dirinya tidak bisa memenuhi hak mahluk dan hak dirinya sendiri. Dengan kata lain, ibadah seseorang tidak akan sempurna jika ia tidak berbuat baik terhadap sesama, dan seseorang tak akan bisa beribadah dengan baik jika kesehatannya sedang terganggu.

Maka, cintailah dirimu karena-Nya dan berbuat baiklah terhadap sesama. Karena engkau tak akan pernah bisa mencintai Tuhan tanpa mencintai makhluk-Nya, dan engkau tak akan pernah bisa merasakan nikmatnya cinta, jika kau tak bisa mencintai diri sendiri.

Sebagaimana kata Fuzûlî, seorang penyair sufi dari Turki: “Seorang yang mencintai Kekasihnya karena dirinya sendiri, berarti ia tidak mencintai kekasihnya. Tapi, seseorang yang mencintai dirinya sendiri karena Kekasihnya, berarti ia mencintai Kekasihnya.” []

 

Tags: CintaibadahKeadilan EkologisMakhlukTuhan
Rizki Eka Kurniawan

Rizki Eka Kurniawan

Lahir di Tegal. Seorang Pembelajar Psikoanalisis dan Filsafat Islam

Terkait Posts

Bersyukur

Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

19 Mei 2025
Pemukulan

Menghindari Pemukulan saat Nusyuz

18 Mei 2025
Gizi Ibu Hamil

Memperhatikan Gizi Ibu Hamil

17 Mei 2025
Pola Relasi Suami Istri

Pola Relasi Suami-Istri Ideal Menurut Al-Qur’an

17 Mei 2025
Peluang Ulama Perempuan

Peluang Ulama Perempuan Indonesia dalam Menanamkan Islam Moderat

16 Mei 2025
Nusyuz

Membaca Ulang Ayat Nusyuz dalam Perspektif Mubadalah

16 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan

    KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menghindari Pemukulan saat Nusyuz

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Ratu Junti, Sufi Perempuan dari Indramayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi
  • Alasan KUPI Jadikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Stop Inspirational Porn kepada Disabilitas!
  • KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version