“Mbok yo jangan lama-lama jarak lamaran dan menikah. Ujiannya tuh MasyaAllah. Bisa-bisa gak jadi nikah lho.”
Mubadalah.id – Kalimat ini sering mendarat di telinga teman-teman? Kalaupun tidak sering, namun pernah ya mendengar kalimat tersebut.
Terkadang kita hanya perlu mengalami, lalu bercerita. Kehidupan perempuan dengan kompleksitas kondisi yang dihadapinya, menuntut perempuan memiliki kemampuan untuk merasionalisasi sesuatu. Yakni membuka pandangan lebih luas dan memperluas wawasan.
Perenungan ini menurut penulis menjadi penting untuk terbagikan pada teman-teman semua, khususnya yang ingin menikah sudah punya calon pasangan. Namun pada waktu yang sama waktu belum bisa menentukan “kapan pernikahan tersebut bisa terlaksana.”
Jarak yang jauh antara lamaran dan menikah sering dipersoalkan karena kekhawatiran terhadap ketidakmampuan kedua belah pihak menjaga, sehingga mengakibatkan cacatnya sebuah lamaran yang telah dilakukan.
Masyarakat sering sekali mempermasalahkan tentang jarak lamaran yang terlalu lama dengan akad nikah. Seringkali jarak yang lama yang sudah dibayangkan sebelumnya memberikan pengaruh terhadap gagalnya prosesi lamaran tersebut. Padahal, jauh dan dekat jarak lamaran dengan akad nikah adalah sesuatu yang relative hukumnya.
Semua terjadi dan terlaksana sesuai dengan kebutuhan, situasi dan kondisi masing-masing pasangan. Kondisi satu pasangan dengan pasangan lainnya tidak bisa kita pukul rata, alias kita samakan. Semua pasangan memiliki kompleksitas keadaan yang yang bermacam-macam.
Menimbang Jarak Waktu Lamaran dengan Menikah
Problematika tersebut yang selanjutnya perlu kita pahami secara lebih lanjut dan ingin saya ulas lebih panjang dalam tulisan ini. Sebab kiranya menjadi penting untuk memahami beberapa hal yang berkaitan dengan “jarak waktu lamaran dengan menikah” sehingga dapat menghadapi masa itu dengan baik dan bijak. Kiranya penulis akan menyampaikan beberapa hal yang penting untuk disadari oleh siapapun yang akan memasuki masa ini.
Pertama, persoalan jarak dan waktu yang menikah dan lamaran sebaiknya tidak menjadi sesuatu yang kita persoalkan secara serius. Jika memang memungkinkan untuk mempersingkat waktu, lakukan itu. Namun, jika kondisi mendukung untuk memperpanjang waktu dari lamaran hingga akad nikah, maka jalani hal tersebut dengan baik.
Pahami bahwa setiap keputusan sangat berkaitan dengan kepentingan dan kebutuhan diri sendiri. Bukan dengan orang lain atau budaya yang terkadang justru memperkeruh kehidupan yang sedang kita hadapi.
Sikap lain yang perlu kita hadirkan, yakin merasa bijak atas pilihan yang telah ditetapkan. Mengurangi rasa was-was dan meningkatkan percaya diri. Bahwa guna menuju proses perlu bentuk keseriusan. Barangkali perlunya waktu yang panjang antara lamaran dan akad adalah bentuk keseriusan atas hubungan yang sedang kalian jalani.
Sakralitas Lamaran
Kedua, bangun kesadaran secara penuh oleh kedua pasangan, termasuk perempuan bahwa lamaran adalah sesuatu yang sama sakralnya dengan akad nikah dan perlu kita jaga. Kesadaran yang penuh untuk menjaga ikatan lamaran tersebut menjadi wasilah yang mengendalikan ego atau berbagai masalah yang menghampiri kedua belah pihak.
Kesadaran penuh yang kita jalankan secara serius dan baik akan melahirkan hubungan yang harmonis. Adapun rintangan yang kita hadapi akan menjadi sebuah pembelajaran yang dijalani bersama. Bukan kita pahami sebagai konflik yang memberikan kecatatan atau retaknya hubungan.
Ketiga, pahami bahwa setiap manusia akan mengalami berapa segmen kehidupan. Setiap manusia memasuki segmen baru dalam kehidupan kita memerlukan melakukan adaptasi. Termasuk segmen kehidupan lamaran ini. Pasti seseorang memerlukan adaptasi untuk menyandang status baru sebagai “perempuan yang sudah dilamar”.
Bangun kesadaran secara penuh sebagai subjek yang telah menempati posisi tersebut. Sekali lagi, adaptasi menjadi sesuatu yang perlukan dalam setiap segmen kehidupan saat seorang individu baru memasukinya.
Hormati Setiap Keputusan
Logikanya, setiap segmen dalam kehidupan sebagai sesuatu yang membutuhkan adaptasi pasti menemukan rintangan. Jangan pula mudah untuk memaknai bahwa rintangan yang hadir adalah sesuatu akibat dari jarak lamaran dan menikah terlalu jauh.
Namun, maknai bahwa setiap rintangan membawa kita pada meningkatnya skill untuk membangun problem solving. Wajar dalam adaptasi kita menemukan rintangan, sebab itu adalah dunia baru yang sebelumnya kita belum pernah mengalami. Selain itu, stay positive dan keep calm juga perlu hidup dalam setiap proses ini.
Intinya, jarak dekat dan lama dari lamaran hingga menikah tidak perlu kita pandang sebagai problematika yang tidak memiliki jalan keluar. Semua bisa kita lewati dan kita selesaikan sesuai dengan porsi masing-masing. Tidak ada yang benar-benar salah atau tidak tepat, tidak ada pula yang benar-benar benar seutuhnya.
Semua memiliki porsi dan kadar yang sesuai dengan kondisi yang dimiliki. Setiap pasangan memiliki idealitas masing-masing dan tidak perlu menggunakan idealitas pribadi untuk mengukur kondisi orang lain. Sebab itu hanya akan melahirkan kemadharatan.
Menghormati setiap keputusan orang lain yang berbeda dengan adab yang baik adalah bentuk penghormatan untuk menjaga hubungan sesama manusia yang selaras dengan konsep mubadalah. Sekian. []