Mubadalah.id – Islam menegaskan besarnya pahala bagi istri pemberi nafkah keluarga.
Besarnya pahala istri pemberi nafkah keluarga itu merujuk pada teks hadis yang diriwayat Raithah binti Abdullah, istri Abdullah bin Mas’ud Ra.
Isi hadis tersebut sebagai berikut :
Diriwayatkan dari Raithah binti Abdullah, istri Abdullah bin Mas’ud Ra. Ia pernah mendatangi Nabi Muhammad Saw dan bertutur, “Wahai Rasulullah, aku perempuan pekerja. Lalu, aku menjual hasil pekerjaanku. Aku melakukan ini semua karena aku, suamiku, maupun anakku, tidak memiliki harta apa pun” (Aku juga bertanya mengenai nafkah yang aku berikan kepada mereka (suami dan anak)”
“Kamu memperoleh pahala dari apa yang kamu nafkahkan kepada mereka,” jawab Nabi Muhammad Saw. (Thabaqat Ibn Sa’d).
Dalam hadis ini, Faqihuddin Abdul Kodir, seperti dalam buku 60 Hadis Shahih menyebutkan bahwa Raithah berbicara kepada Nabi Muhammad Saw bahwa ia bekerja dan memberi nafkah kepada suami dan anak-anak mereka.
Nabi Saw Janjikan Pahala bagi Istri Pemberi Nafkah Keluarga
Kemudian, lanjutnya, Nabi Muhammad Saw memberkatinya. Sebagaimana amal-amal baik yang lain, kerja dan nafkah perempuan kepada laki-laki juga memperoleh pahala.
“Teks hadits ini adalah catatan lain yang merekam sejarah perempuan yang bekerja untuk memberi nafkah kepada keluarganya pada masa Nabi Muhammad Saw,” tulisnya.
“Jadi, istri pemberi nafkah keluarga adalah bukan anomali dalam sejarah Islam. Memang ini tidak mainstream, tetapi sama sekali tidak dilarang dan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam,” jelasnya.
Dalam Islam, pria yang kerap disapa Kang Faqih mengingatkan, mencari nafkah dibebankan kepada laki-laki karena merekalah yang biasanya lebih mudah memperoleh pekerjaan dalam banyak kebudayaan masa dahulu.
Selain itu, kata dia, secara fisik, mereka juga lebih memungkinkan untuk bekerja di luar rumah di banding perempuan.
Tetapi, ketika kesempatan kerja itu terbuka untuk keduanya, sebagaimana yang terjadi pada masa sekarang, maka kewajiban nafkah semestinya menjadi tanggung jawab bersama.
“Tepatnya, itu menjadi tanggung jawab siapa pun yang mampu bekerja dan menghasilkan uang pendapatan. Jadi, kewajiban nafkah ini basisnya bukan jenis kelamin, tetapi kemampuan dan kapasitas, sebagaimana kewajiban-kewajiban yang lain dalam Islam,” tukasnya.
Untuk diketahui, Raithah binti Abdullah Ra bekerja sebagai pengelola industri kecil di rumahnya. la adalah istri seorang ulama besar di kalangan sahabat. Yaitu, Abdullah bin Mas’ud Ra. (Rul)