Mubadalah.id – Orang mungkin bertanya-tanya, mengapa tidak banyak yang tahu mengenai informasi tentang pendidikan seksual? Berbicara secara substantif di depan umum tentang vagina yang sebenarnya dan pengalaman aktualnya masih dianggap tabu.
Seberapa sering kita mendengar bahwa hasrat dan pendidikan seksual laki-laki lebih tinggi daripada perempuan? Sehingga perempuan punya kewajiban untuk melayani dan memenuhi kebutuhan seksual laki-laki. Bias-bias ini disebabkan oleh minimnya pengetahuan pendidikan reproduksi dan seksualitas.
Bagaimana mau paham tentang tubuh? Kalau membicarakan pendidikan seksual dan kesehatan reproduksi saja ditutup rapat-rapat. Tentu kita masih ingat, kasus orientasi mahasiswa di sebuah universitas negeri yang mengangkat tentang edukasi seksualitas.
Berbagai pihak protes karena menganggap kampus mengajarkan ‘seks bebas’ kepada para mahasiswa baru. Padahal, yang diajarkan adalah mengenai ‘consent’ (persetujuan). Consent ini penting dipahami untuk mencegah tindakan kekerasan seksual.
Saya masih ingat jelas dalam sebuah pelatihan, seorang dokter berkata “tidak ada hubungan antara hasrat seksual dengan jenis kelamin seseorang. Karena itu sangat bergantung pada kondisi hormon masing-masing individu”.
Jawaban tersebut seolah menjawab segala tanya yang ada di benak saya tentang pendidikan seksual. Kasihan betul kalau perempuan hanya ditempatkan sebagai “pelayan” pemuas hasrat laki-laki. Padahal, perempuan sebagai makhluk biologis juga tentu memiliki hasrat seksual.
Naomi Wolf dalam buku V*agina menjelaskan pengalaman tentang ketubuhan perempuan dan bagaimana vagina itu sendiri bekerja. Melalui buku ini, Wolf berupaya untuk membuka ruang informasi mengenai reproduksi dan pendidikan seksual perempuan. Menurut Wolf, perempuan kerap tidak tahu pendidikan seksual sehingga kurang memahami kondisi tubuhnya, karena membicarakan tentang seksualitas masih sangat tabu.
Tidak hanya itu, interpretasi yang bias tentang kondisi biologis perempuan masih didominasi oleh ilmuwan laki-laki. Para ilmuwan laki-laki tersebut sarat dengan dominasi patriarkal yang berupaya untuk menekan hasrat seksual perempuan. Ada dominasi maskulinitas yang melihat bahwa hanya laki-laki yang ‘perkasa’ dan perempuan sebagai pelengkap. Perempuan yang memiliki hasrat seksual dianggap sebagai ‘perempuan liar’ yang harus dikontrol.
Bagi Wolf, pandangan-pandangan tersebut sudah sangat usang. Pandangan yang melihat respons seksual laki-laki dan perempuan sama juga adalah usang. Temuan terbaru dari Dr. Kamaisaruk mengonfirmasi bahwa perempuan setidaknya memiliki 3 pusat seksual (orgasme). Ketiga bagian itu adalah klitoris, vagina, dan mulut serviks (ia menambahkan yang keempat, yakni puting) (Wolf 114).
Tulisan Wolf terkait pendidikan seksual membantu kita untuk memahami ketubuhan perempuan, khususnya dalam membicarakan vagina dan hasrat seksual. Bukunya menembus batas-batas tabu terhadap pendidikan reproduksi dan seksualitas yang selama ini ditutup rapat-rapat.
Menyebut kata ‘vagina’ maupun mempelajarinya mestinya bukan hal yang memalukan apalagi dihindari. Mempelajari kesehatan reproduksi dan seksualitas secara komprehensif justru membantu kita untuk menjalani proses reproduksi secara sehat dan bertanggung jawab, serta terbebas dari segala bentuk kekerasan yang kerap menimpa perempuan. []
Judul Buku : V*Gina: Kuasa dan Kesadaran
Pengarang : Naomi Wolf
Penerbit : Odyssee Publishing
Tahun terbit : 2020