Senin, 17 November 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Bedah Buku #Reset Indonesia

    Bedah Buku #Reset Indonesia: Membongkar Kegagalan Sistemik Negeri Ini

    silent revolution

    Prof. Alimatul Qibtiyah Sebut Silent Revolution sebagai Wajah Gerakan Perempuan Indonesia

    Alimat

    Alimat Teguhkan Arah Gerakan Perempuan Lewat Monev Sosialisasi Pandangan Keagamaan KUPI tentang P2GP

    mahasiswa dan diaspora Indonesia di Sydney

    Mahasiswa dan Diaspora Indonesia di Sydney Tolak Soeharto Jadi Pahlawan Nasional

    Soeharto

    Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto

    Pahlawan Soeharto

    Ketua PBNU hingga Sejarawan Tolak Gelar Pahlawan Soeharto, Dosanya Besar bagi NU dan Masyarakat

    Disabilitas

    Di UNIK Cipasung, Zahra Amin: Jadikan Media Digital Ruang Advokasi bagi Penyandang Disabilitas

    Bagi Disabilitas

    Rektor Abdul Chobir: Kampus Harus Berani Melahirkan Gagasan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas

    Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    4 Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Al-Ummu Madrasatul Ula

    Menafsir Al-Ummu Madrasatul Ula: Keluarga Sebagai Sekolah Pertama

    Peran Pemuda

    Peran Pemuda dalam Merawat Indonesia

    Male Loneliness

    Male Loneliness dan Solusi Ta’aruf: Memahami untuk Mengatasi Kesepian

    Publik tentang Pesantren

    Krisis Pemahaman Publik tentang Pesantren

    Bullying ABK

    Bullying ABK di Sekolah Reguler, Seberapa Rentan?

    Pesantren sebagai Tempat

    Pesantren: Tempat Pembentukan Peradaban

    Perkawinan Anak

    Perkawinan Anak di Desa: Tradisi yang Harus Diakhiri

    10 Ribu Di Tangan Istri yang Tepat

    Degradasi Nilai Perempuan dalam Tren “10 Ribu Di Tangan Istri yang Tepat”

    Tumbler

    Tumbler: Antara Komitmen Jaga Bumi atau Gaya Hidup Masa Kini

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Bedah Buku #Reset Indonesia

    Bedah Buku #Reset Indonesia: Membongkar Kegagalan Sistemik Negeri Ini

    silent revolution

    Prof. Alimatul Qibtiyah Sebut Silent Revolution sebagai Wajah Gerakan Perempuan Indonesia

    Alimat

    Alimat Teguhkan Arah Gerakan Perempuan Lewat Monev Sosialisasi Pandangan Keagamaan KUPI tentang P2GP

    mahasiswa dan diaspora Indonesia di Sydney

    Mahasiswa dan Diaspora Indonesia di Sydney Tolak Soeharto Jadi Pahlawan Nasional

    Soeharto

    Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto

    Pahlawan Soeharto

    Ketua PBNU hingga Sejarawan Tolak Gelar Pahlawan Soeharto, Dosanya Besar bagi NU dan Masyarakat

    Disabilitas

    Di UNIK Cipasung, Zahra Amin: Jadikan Media Digital Ruang Advokasi bagi Penyandang Disabilitas

    Bagi Disabilitas

    Rektor Abdul Chobir: Kampus Harus Berani Melahirkan Gagasan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas

    Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    4 Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Al-Ummu Madrasatul Ula

    Menafsir Al-Ummu Madrasatul Ula: Keluarga Sebagai Sekolah Pertama

    Peran Pemuda

    Peran Pemuda dalam Merawat Indonesia

    Male Loneliness

    Male Loneliness dan Solusi Ta’aruf: Memahami untuk Mengatasi Kesepian

    Publik tentang Pesantren

    Krisis Pemahaman Publik tentang Pesantren

    Bullying ABK

    Bullying ABK di Sekolah Reguler, Seberapa Rentan?

    Pesantren sebagai Tempat

    Pesantren: Tempat Pembentukan Peradaban

    Perkawinan Anak

    Perkawinan Anak di Desa: Tradisi yang Harus Diakhiri

    10 Ribu Di Tangan Istri yang Tepat

    Degradasi Nilai Perempuan dalam Tren “10 Ribu Di Tangan Istri yang Tepat”

    Tumbler

    Tumbler: Antara Komitmen Jaga Bumi atau Gaya Hidup Masa Kini

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Pernak-pernik

Perjalanan Perempuan Nani Zulminarni

Pada akhirnya kita bersetuju mengantarkan Nani melanjutkan perjalanan perempuannya. Sementara untuk yang telah dia tinggalkan, niscaya tak akan pernah ia lupakan. 

Lies Marcoes Natsir Lies Marcoes Natsir
22 Januari 2021
in Pernak-pernik, Rekomendasi
0
Perjalanan Perempuan

Perjalanan Perempuan

97
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Minggu lalu, dalam suasana gembira campur haru, mata basah dan tawa pasrah, suara getar dan tegar,  sedih dan syukur, murung dan pijar, kami melepas perjalanan perempuan seorang Nani Zulminarni dari PEKKA. Kami, para pengurus Yayasan: Nana Kamala, Mas Darno, Fauzi Rachman (Oji), Dewi Hutabarat, Lusi, Iyik, dan saya secara bergantian menerima pilihan Nani untuk melanjutkan perjalanannya. Tak mudah, sungguh.  Sebab siapapun yang kenal Nani dan PEKKA niscaya terkejut dengan keputusan itu. Rumusnya terlalu jelas: Nani adalah PEKKA, PEKKA adalah Nani.

Dalam pidato pamitannya, perjalanan perempuan Nani, memutar ulang tonggak-tonggak penting sepanjang dua puluh tahun bersama PEKKA. Adalah Nana Kamala dan Scott Guggenhaim – dua penguak takdir, yang bertanya kemungkinannya mengembangkan sebuah wadah bagi para perempuan miskin kepala keluarga.

Sejak itu selama 20 tahun, Nani memulai perjalanannya: mengandung, melahirkan, mengasuh dan membesarkan PEKKA hingga saat ini. Capaian kuantitatifnya yang gampang diukur dengan ukuran-ukuran standar berbilang sangat banyak.

Saat ini PEKKA telah berada di 34 provinsi, dengan lebih dari 69,000 anggota yang terorganisasikan, memiliki tidak kurang dari 60 koperasi dengan perputaran uang milyaran rupiah, 42 pusat kegiatan komunitas, lebih dari 5,000 pemimpin perempuan, kader dan paralegal.

Beberapa perempuan terpilih secara demokratis menjadi Kepala Desa, anggota parlemen dari tingkat desa sampai pusat. Puncaknya adalah pengakuan negara atas status “Perempuan Kepala Keluarga”. Tak hanya ada dalam definisi statistik, tetapi juga definisi politik.

Kini setelah perjalanan perempuan 20 tahun, Nani telah menyiapkan organisasi menjadi sebuah lembaga yang tanpa Nani pun akan baik-baik saja. Tak ada kehebohan dalam alih kepemimpinannya. Ia dan staf inti PEKKA mempersiapkan perubahan ini agar berlangsung dengan wajar, dewasa, tenang dan benar-benar siap.

Ini tak mudah. Sebab Nani tak menyiapkan para epigon agar meniru saja langkahnya, melainkan  mengembangkan caranya. Semuanya ia siapkan dalam beberapa tahun belakangan.  Ia, misalnya mengambil peran-peran jaringan di dunia internasional yang sesekali menarik Nani meninggalkan PEKKA. Tata kelola organisasi telah dipersiapkan sebagai sebuah kerja lembaga yang auto pilot. Kini, telah tiba bagi PEKKA untuk tumbuh bersama tiga penerus Nani yaitu Rom, Vila dan Yanto.

Saya, di mata Nani, bersama Dina Lumbantobing, Roem Topasimasang dan Jo Hann Tan, adalah di antara sedikit orang yang disebutnya sebagai saksi perjalanan dan penguat langkahnya. Banyak teman hati Nani di dalam dan di luar negeri tempat ia berbagi rasa dan pikiran dan membuatnya tegar.

Bagi saya, Nani seperti pelaku jalan petualangan; ia telusuri jalan-jalan yang penuh gairah petualangan, penuh tantangan. Ia seperti Mark Twain dengan kacamata yang secara khusus dipakai untuk membaca perempuan, khususnya perempuan kepala keluarga. Karenanya, dengan PEKKA ia melihat bahwa keberhasilan kepemimpinan perempuan bukan diukur dengan cara lelaki mengukurnya.

Bagi Nani, atau tepatnya PEKKA, mereka harus memulainya dengan membangun kepercayaan diri dan membangun keberanian bahwa mereka, suara mereka, kepentingan mereka adalah matters (baca: penting). Karenanya Nani terus menerus mengingatkan bahwa kepentingan mereka sebagai perempuan kepala keluarga berhak untuk diperjuangkan.

Ini memang seperti slogan. Dalam prakteknya Nani harus membangun kepercayaan diri perempuan dengan terlebih dahulu si perempuan sendiri mengakui betapa penting mereka. Nani memulainya dengan cara agar perempuan mendengar suaranya sendiri terlebih dahulu.

Maka diajarinya apa itu suara, bagaimana bersuara, bagaimana menggunakan pengeras suara dan cara mengangkat tangan agar mendapat giliran bersuara. Ini bukan langkah metafora melainkan sesuatu yang benar-benar harafiah. Janganlah dulu berpikir mereka bicara di depan umum, bahkan untuk bersuara di mana telinga mereka mendengar suaranya sendiri sudah terkaget-kaget.

Akibat kemiskinan dan struktur relasi gender, banyak perempuan buta huruf. Mungkin mereka tahu aksara dan angka tapi tak mengenal maknanya. Maka yang dilakukan PEKKA adalah mengajak mereka menghubungkan kata dan makna, menulis huruf, angka, membunyikan angka dalam aksara agar mereka mengerti bagaimana menuliskannya dalam kwitansi, sampai mengajari membuat tanda tangan.

Tak terbayangkan, tapi itulah yang dilakukan sebelum menyiapkan mereka menjadi bagian dari komunitas desa, menjadi bagian dari kekuatan yang diperhitungkan dalam musyawarah –  musyawarah desa hingga kabupaten, dan di dalam rumahnya sendiri.

PEKKA sangat menyadari kekuatan perempuan ada dalam perkumpulannya. Didorongnya mereka memahami apa itu berkumpul dan berkelompok dalam makna yang subtantif. Mereka berkelompok bukan sekedar hadir seperti dalam pertemuan – pertemuan seremonial keagamaan atau adat dan tradisi di mana kehadirannya kerap dianggap pelengkap acara.

Untuk meretas hal-hal yang membuat perempuan enggan atau merasa rendah diri mengikuti pertemuan, aturan-aturan baru diciptakan; pertemuan tak harus di ruangan formal, tak harus pakai baju bagus, tak harus lenggang kangkung.  Para perempuan itu, seperti di NTT, dalam pertemuan-pertemuan PEKKA dianjurkan memakai kain tenun buatan mereka sendiri.

Cara ini juga ditunjukkan oleh Nani dan staf PEKKA dalam setiap pertemuan dengan mengenakan kain tenun sebagaimana dikenakan oleh Ibu-ibu anggota PEKKA.  Dalam pertemuan itu, para perempuan itu boleh membawa anak atau cucu sambil memakan sirih, dan berbicara dengan bahasa Ibu mereka.

Secara pelahan mereka diajak untuk berpikir tentang tata kerja sebuah organisasi; ada aturan main dan ada disiplin. Dengan cara itulah perempuan dilatih untuk bersuara dan suara mereka benar-benar mereka rasakan penting. Mereka pun didorong menabung membuat kelompok simpan pinjam yang bermuara menjadi koperasi.

Tapi langkah Nani tak hanya serupa Mark Twain, mengeksplorasi petualangan, membuka alas dan merambah jalan baru. Ia juga serupa Mushashi, pelaku jalan pedang; jalan perlawanan terhadap hal-hal yang membuat suara dan kehadiran perempuan tak dianggap. Ia melakukan perlawanan terhadap budaya yang membungkam suara perempuan.

Karenanya hal pertama yang dilakukan adalah menekankan pentingnya persamaan di depan hukum. Dengan melibatkan perangkat desa, Dukcapil, Peradilan Agama, PEKKA menginisiasi pelaksanaan Sidang Keliling. Bersama PEKKA, ia  mengadvokasikan agar perempuan memiliki identitas hukum yang menjadi dasar persamaan hak di mata negara; KTP, KK, Surat Nikah, Surat Cerai dan identitas-identitas serupa ijasah yang dapat memperkuat identitas perempuan di depan hukum.

Ketika lembaga pendidikan dan beban ekonomi, sosial, kultural menghalangi perempuan sekolah, PEKKA membuka sekolah bagi perempuan dengan menciptakan kurikulum-kurikulum yang relevan dan sebuah lembaga pendidikan bagi kaum perempuan di desa-desa dengan nama Akademi Paradigta.

Dan pada akhirnya perjalanan perempuan yang Nani tempuh adalah laksana jalan sufi. Ia sendiri mencari hikmah dalam kehidupannya.  Mendampingi ibu-ibu PEKKA adalah jalan spiritualnya. Lahir dari keluarga Muslim di Pontianak, ia mengenang semasa kecilnya bagaimana ia berjalan kaki melintasi hutan-hutan perdu sejauh empat kilometer bersama kakak dan teman-temannya.

Tiap malam mereka pergi ke rumah seorang perempuan yang mengajari anak-anak seusianya untuk mengaji dengan pembayaran sebotol minyak tanah untuk lampu penerang. Setelah lulus SD, dengan kecerdasan yang dia miliki ia memilih dan mendaftar sendiri masuk sekolah Katolik – SMP Suster khusus untuk putri yang sebagian besar muridnya dari etnis Tionghoa dan beragama Katolik.

Di bawah asuhan para suster ia belajar disiplin dan menata cita-citanya setinggi mungkin. Kesenangannya dalam menyanyi ia salurkan dengan bergabung dalam kelompok musik keroncong yang mengisi acara rutin di RRI Pontianak. Uang honor menyanyi yang tak seberapa ia kumpulkan untuk membeli buku dan barang yang diinginkan agar tak meminta uang tambahan dari orang tuanya.

Ketika SMA langkahnya terus melaju dengan mengikuti seleksi siswa teladan tingkat provinsi, dan terpilih mewakili Kalimantan Barat ke tingkat Nasional. Inilah kali pertama bagi Nani berpisah dengan keluarga dan melihat kemegahan Ibu Kota.

Ia bersama para teladan dari berbagai provinsi bertemu dengan Presiden, jajaran menteri dan petinggi negeri saat itu. Statusnya sebagai pelajar teladan membuka jalan bagi Nani terpilih masuk ke IPB sebagai siswa terundang tanpa test. Prestasi ini menjadi kebanggaan orang tuanya dan memicu semangat belajar Nani.

Langkah perantauan Nani bermula di sini. Masa Nani berkuliah di IPB merupakan masa awal  perubahan politik sebagai embrio perlawanan terhadap rezim Orde Baru. Nani ikut dalam gerakan mahasiswa Islam yang memprotes kebijakan mengeluarkan siswi berjilbab di sebuah SMA di Jakarta. Iapun begitu bangga mulai menggunakan jilbab putih agar tampak seperti perempuan yang dikagumi, seniornya yang begitu lembut, pintar dan salehah.

Nani pun terlibat dalam kelompok-kelompok kajian kampus yang meyakini jilbab adalah identitas keagamaan yang paling penting. Namun belakangan ia melihat bukan itu yang ia cari, ia membutuhkan cara beriman yang cerdas, bukan yang melawan akal sehat. Ia pun tak memilih jalan politik agama sebagai jalan juangnya.

Atas peluang yang diberikan Mbak Chamsiah Djamal dan Mas Dawam Raharjo, Nani diperkenalkan pada cara kerja dunia LSM. Oleh Mas Dawam, ia diberi bacaan pertama yang mengenalkannya kepada isu gender melalui buku Arief Budiman, “Pembagian Kerja Secara Seks”. Itulah buku, yang dalam pengakuan Nani telah membuka jalan pikirnya untuk memahami isu gender.

Bersama Ibu Cham ia mulai mengenal pengorganisasian bagi kaum perempuan dan pemberdayaan. Perjalanan Nani  melangkah lebih jauh lagi, ia mendapatkan beasiswa pemerintah dan terbang ke Amerika untuk mengambil pendidikan Master bersama suami dan dua orang anaknya yang masih kecil.

Langkah spiritual Nani, Ibarat tarian Rumi. Dihayatinya penderitaan duniawi ketika pasangan hidupnya mengambil jalan sendiri mengkhianati janji perkawinannya. Tak tunduk pada teks yang membenarkan poligami ia tempuh jalur hukum dan mengambil hak asuh atas anak-anaknya. Di sanalah, dalam penghayatan sebagai perempuan kepala keluarga Nani mencari makna dalam laku kerja sehari-hari memimpin ribuan perempuan sebagai perempuan kepala keluarga.

Tiga model perjalanan Nani, bukanlah perjalanan yang maha sempurna. Ia berhadapan dengan dunia yang terus menerus menolak kehadiran perempuan dan menganggap kepemimpinan perempuan adalah ancaman. Ia harus melakukan jalan samurai, kapan langkahnya maju dan kapan mundur untuk mengambil jalan strategi membungkam patriarki.

Dididiknya perempuan untuk bersuara, berargumen, menunjukan bukti-bukti bahwa perempuan layak diperhitungkan. Mereka bukan hanya sepandan dengan lelaki tetapi bisa lebih unggul dalam menawarkan kepemimpinan yang berangkat dari pengalaman mereka dalam merawat keluarga dan komunitas.

Setelah 20 tahun membangun organisasi PEKKA, ia telah memilih jalan untuk melanjutkan langkahnya yang lain. Melampaui tiga jalan yang telah ditempuhnya ia kini memikirkan ulang langkah lain untuk memperluas pengabdiannya kepada kehidupan. Ia melihat anak-anak, terutama anak perempuan sebagai jalan itu.

Pada akhirnya kita bersetuju mengantarkan Nani melanjutkan perjalanan perempuannya. Sementara untuk yang telah dia tinggalkan, niscaya tak akan pernah ia lupakan.  Perjalanan Nani belum selesai, namun ia telah meninggalkan jejak yang bagai kata Mark Twain, “Kebaikan adalah hal yang bisa didengar oleh orang tuli, yang bisa dibaca oleh orang buta. Kebaikan Nani adalah cahaya bagi mata batin pencari makna kehidupan dari pengalaman perempuan. Sampai Jumpa Nani! []

Via: https://rumahkitab.com/merebut-tafsir-perjalanan-nani/
Tags: Pekkaperempuan kepala keluargaTokoh Inspiratif
Lies Marcoes Natsir

Lies Marcoes Natsir

Peneliti senior pada Kreasi Prasasti Perdamaian. Bisa dihubungi melalui Liesmarcoes17@gmail.com

Terkait Posts

Peran Ganda
Keluarga

Istri Berperan Ganda, Suami Tidak Baperan tetapi Harus Ambil Peran

13 Desember 2023
Inara Rusli Lepas Cadar
Personal

Inara Rusli Lepas Cadar demi Pekerjaan

5 Juni 2023
Hukum Perempuan Shalat di Masjid
Personal

Hukum Perempuan Shalat di Masjid

12 November 2022
Agar Menjadi Single Parent yang Kuat
Kolom

Tips Agar Menjadi Single Parent yang Kuat

16 November 2022
Zainab Ats-Tsaqafiyah
Figur

Zainab ats-Tsaqafiyah ra: Perempuan yang Menjadi Kepala Keluarga

7 November 2022
Umroh Mahfudzoh
Tokoh

Mengenal Nyai Umroh Mahfudzoh Sang Pelopor Lahirnya IPPNU

31 Agustus 2022
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perkawinan Anak di Desa: Tradisi yang Harus Diakhiri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Krisis Pemahaman Publik tentang Pesantren

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bullying ABK di Sekolah Reguler, Seberapa Rentan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pesantren: Tempat Pembentukan Peradaban

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menafsir Al-Ummu Madrasatul Ula: Keluarga Sebagai Sekolah Pertama
  • Peran Pemuda dalam Merawat Indonesia
  • Male Loneliness dan Solusi Ta’aruf: Memahami untuk Mengatasi Kesepian
  • Krisis Pemahaman Publik tentang Pesantren
  • Bullying ABK di Sekolah Reguler, Seberapa Rentan?

Komentar Terbaru

  • Refleksi Hari Pahlawan: Tiga Rahim Penyangga Dunia pada Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto
  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID