Mubadalah.id – “Ayam, bu… Ayam….” Setiap hari suara ini selalu kudengar dari bilik rumah. Perempuan sepuh sebut saja Emak Sari, pedagang ayam keliling yang selalu menjajakan jualannya berjalan tanpa alas kaki. Tentu saja hal tersebut membuatku bertanya-tanya betapa berat perjuangan seseorang di usia senja yang harus tetap bekerja, di mana ia seharusnya hanya menikmati masa tuanya saja.
Entah, setiapkali mendapati kisah-kisah seseorang yang masih bekerja di usia senja, baik di dunia nyata maupun yang kutonton di dunia maya, aku selalu larut dalam perasaan campur aduk dan bertanya-tanya, ‘Kemana kah anak-anaknya?’. Hingga suatu hari aku bertanya langsung pada ibuku yang mengenal baik sosok Emak Sari mengenai alasan ia harus tetap bekerja di usia senjanya.
“Ya memang orangnya yang ingin tetap bekerja, dengan berjualan, anak-anaknya sudah mencegahnya, tapi tetap saja ia melakukan aktivitas tersebut” ucap ibuku, yang langsung kukonfirmasi kepada Emak Sari. Dalam suatu kesempatan ia menjawab bijak dan membuatku takjub “Kalau emak nggak jualan, bosan di rumah, emak menganggap ini untuk ibadah dan olahraga.”
Jawaban ini tentu saja meruntuhkan asumsiku tentang ketidakpedulian anak-anak terhadap orang tuanya. Dalam beberapa hal yang kutemui, memang ada juga faktor yang menjadikan seseorang bekerja di usia senja karena tinggal sebatang kara dan berjarak dengan keluarganya.
Tentu sebab ini juga yang mungkin menjadikan Emak Sari tetap sehat dan kuat di usia senjanya. Jawaban diplomatisnya juga mengingatkanku pada dalil al-Qur’an surat At-Taubah ayat 105 dan Surat Al-Ankabut ayat 17, ‘Maka carilah rezeki di sisi Allah, kemudian beribadah dan bersyukurlah kepada Allah’.
Semangat bekerja dari Emak Sari merupakan representasi penerapan nilai ayat tersebut. Juga sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari Muslim yang berbunyi, Sungguh seorang dari kalian yang memanggul kayu bakar dengan punggungnya lebih baik baginya daripada dia meminta-minta kepada seseorang, baik orang itu memberinya atau menolaknya.
Dalam untaian sejarah, bekerja juga termasuk bagian dari sunnah para nabi. Nabi Zakaria AS adalah tukang kayu, Nabi Daud membuat baju besi dan menjualnya sendiri. Bahkan sebagaimana disampaikan oleh Rasulullah SAW, Nabi Daud itu tidak akan makan kecuali dari hasil jerih payahnya sendiri.
Walaupun seorang nabi, yang telah diberi oleh Allah kekuasaan dan harta yang melimpah. Hal tersebut tidak menjadikan mereka gengsi untuk bekerja dengan tangannya sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Nabi Daud tidak mengajarkan berpangku tangan dan mengharap belas kasih dari orang lain atau dari umat yang dipimpinnya.
Kisah Emak Sari seharusnya dijadikan pelajaran bagi sebagian orang yang memutuskan meminta-minta dengan beragam cara yang marak terjadi di zaman ini. Tentu saja sebagian orang tak jarang menganggap orang tua di usia senja dan masih tetap bekerja, akan memandang miris pada anak-anaknya, sebagaimana asumsiku sebelum mengenal sosok Emak Sari.
Tentu karena tak jarang anak-anak bekerja keras untuk meringankan beban orang tua dan ingin mempurnakan mereka dari pekerjaan dan menikmati masa tua dengan bahagia. Namun apapun itu, setiap orang berhak memilih kebahagiaan dan kehidupan yang ingin dijalani. Tidak penting bagaimana orang lain memandangnya, karena kebahagiaan seseorang tentu ditentukan oleh dirinya sendiri.
Kisah Emak Sari ini menjadi pengingat bagiku saat malas dan tidak bersemangat menjalani aktivitas. Sungguh diri kita tidak pernah tahu kapan ujung usia, dan menjalani segala aktivitas sebagai ladang ibadah harus dilakukan sampai batas akhir kehidupan. []