Mubadalah.id – Pernikahan di Indonesia dianggap sebagai sesuatu yang sangat sakral. Karena itu, segala sesuatunya harus dipersiapkan sebaik mungkin. Sematang-matangnya. Jika bisa, menikahlah dan gelarlah pesta dengan biaya yang melampaui kemampuan finansial kita.
Tragisnya, anggapan tersebut tak sejalan dengan kesadaran bahwa kehidupan setelah menikah akan jauh lebih rumit. Gelarlah resepsi meriah. Tak peduli biaya dari mana, jika pesta pernikahan megah, di situlah kesuksesan pernikahan bisa dibuktikan.
Resepsi pun menjelma menjadi hal yang wajib. Orang dianggap belum sempurna menikah ketika belum menggelar resepsi. Akad hanya dianggap sebagai bagian dari upacara pernikahan, bukan inti acaranya.
Saat ini, perkembangan teknologi bisa membantu kita untuk menekan biaya resepsi. Saat pandemi, banyak pasangan yang hanya melaksanakan akad tanpa resepsi. Tapi, apakah cara menekan biaya resepsi mampu diterima oleh orang tua, tetangga, handai taulan, dan para mantan?
Pernikahan Virtual
Jalan ninja gelaran resepsi bisa diwujudkan dengan mengadakan pesta pernikahan secara virtual. Sayangnya, dunia virtual yang sebenarnya tak seindah apa yang digambarkan di film-film science fiction. Awal Februari lalu, sebuah resepsi pernikahan di Metaverse memuculkan polemik.
Metaverse, dunia virtual yang memungkinkan orang masuk ke dalam dunia digital dan menggunakan identitas virtual. Karenanya, tak ada larangan bagi siapa pun untuk menggelar pesta apa pun di Meta, termasuk resepsi pernikahan.
Saat sepasang sejoli dari India, Abhijeet Goel dan Dr. Sansrati Jain menikah di Yug, sebuah platform metaverse buatan India, media sosial gempar. Pernikahan tersebut dinilai tidak kalah meriah dengan pernikahan di dunia nyata.
Resepsi pernikahan pada 5 Februari 2022 tersebut dilaksanakan di tepi pantai virtual dunia Metaverse. Ada sekitar 500 tamu undangan yang datang, hadir dan memberi selamat secara virtual.
Para tamu adalah avatar 3D yang dibuat oleh masing-masing pengunjung. Tak berbeda dengan pesta pernikahan di dunia nyata, resepsi pernikahan di Metaverse pun dilengkapi dengan pesta dansa.
Dalam pesta tersebut, para undangan bisa saling berdansa secara virtual dengan tamu lain. Mereka juga bisa saling mengobrol dan memberi selamat kepada mempelai secara dekat. Hal yang jarang dilakukan pada masa pandemi.
Para tamu di pesta pun mendapat cokelat premium bermerek Fabelle. Seluruh upacara pernikahan divisualisasikan di layar sehingga bisa ditonton oleh para tamu undangan. Keseluruhan acara digelar selama satu jam, sejak jam 8 sampai 9 malam waktu setempat.
Selain resepsi virtual, keduanya tetap menggelar pesta secara fisik di daerah Bhopal dengan tamu yang terbatas. Ide menggelar resepsi pernikahan di Metaverse tidak muncul begitu saja tanpa alasan.
Mempelai pria, Abhijeet, adalah pengusaha di bidang teknologi. Ia sengaja memilih menggelar resepsi di Metaverse demi alasan protokol kesehatan. Karena itulah, Abhijeet dan Sansrati memutuskan untuk menikah di Metaverse agar tetap bisa dihadiri oleh keluarga dan kerabat dari berbagai negara, meski secara virtual.
Tidak seperti pesta pernikahan fisik yang butuh waktu perencanaan berbulan-bulan, konon perencanaan resepsi virtual hanya membutuhkan waktu selama seminggu. Abhijeet mengaku mengetahui platform Yug Metaverse dari pendirinya langsung, Utkrash Shukla.
Kesuksesan resepsi Abhijeet dan Sansrati di Metaverse tak lepas dari dukungan agensi media Wavemaker India dan Matrymoni.com, sebuah situs pernikahan yang mempertemukan kedua mempelai.
Resepsi virtual tersebut bukanlah yang pertama di Metaverse. Pada September 2021, sepasang sejoli dari New Hampshire, Amerika Serikat yang bernama Traci dan Dave Gagnon juga melangsungkan pernikahan serupa. Kedua mempelai menggelar resepsi pernikahan secara fisik dan virtual secara bersamaan.
Selain Abhijeet dan Sansrati, ada pula pasangan India lain juga menggelar hajatan pernikahan di Metaverse. Pasangan tersebut adalah Dinesh Sivakumar Padmavanthi dan Janaganandhini Ramaswamy.
Pernikahan digelar sehari setelah pasangan sebelumnya yakni 6 Februari 2022. Pernikahan Dinesh dan Jana bertemakan Harry Potter dan dihadiri oleh sekitar 3.000 tamu dengan avatar 3D masing-masing.
Uniknya, pasangan pengantin virtual tersebut memberikan NFT ke tamu undangan sebagai suvenir. NFT yang diberikan adalah sertifikat digital untuk koleksi seni pakaian bertema Harry Potter Cyberpunk, dan baju pengantin klasik milik mempelai.
Syarat dan Rukun Pernikahan
Umumnya, upacara pernikahan di Indonesia terdiri dari dua bagian. Pertama, akad nikah. Kedua, resepsi. Ada juga yang mesti melaksanakan ngunduh mantu usai rangkaian acara pernikahan yang utama selesai.
Akad nikah adalah pernyataan sepakat dari pihak calon suami dam calon istri untuk mengikat diri dalam pernikahan. Pernyataan tersebut adalah tanda bahwa kedua belah pihak telah rela dan sepakat untuk melangsungkan pernikahan serta bersedia mengikuti ketentuan-ketentuan agama yang berhubungan dengan aturan-aturan dalam berumah tangga.
Dalam Islam, akad nikah adalah sesuatu yang wajib. Sebab, akad adalah salah satu rukun dalam pernikahan. Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqih Sunnah menulis bahwa akad nikah yang sah dalam Islam adalah yang memenuhi empat syarat.
Pertama, kedua belah pihak yang melakukan akad nikah, baik wali atau calon mempelai pria, atau yang mewakili salah satu atau keduanya, adalah orang yang sudah dewasa dan sehat rohani (tamyiz). Bilamana salah satu pihak masih kecil atau ada yang gila, maka pernikahannya tidak sah.
Kedua, ijab dan qabul dilaksanakan dalam satu majelis. Saat akan mengucapkan ijab-qabul, maka tidak boleh diselingi dengan kata-kata atau perbuatan lain yang memisahkan antara sighat ijab dan sighat qabul serta menghalangi peristiwa ijab-qabul.
Ketiga, ucapan qabul hendaknya tidak menyalahi ucapan ijab. Maknanya adalah maksud dan tujuannya sama, kecuali bila qabul-nya lebih baik dari ijab yang seharusnya, dan menunjukkan pernyataan persetujuan lebih tegas.
Keempat, ijab dan qabul harus dilakukan dengan lisan dan didengar oleh masing-masing pihak, baik wali, mempelai maupun saksi. Titik pertimbangan ijab dan qabul adalah maksud dan niat, bukan mengerti setiap kata yang dinyatakan dalam ijab dan qabul.
Selain memiliki beberapa syarat, pernikahan juga memiliki rukun-rukun yang harus dipenuhi saat akad nikah. Hukumnya sama dengan ibadah shalat dan ibadah lainnya. Ibadah tidak sah tanpa memenuhi rukun-rukun yang telah ditetapkan oleh syariat.
Imam al-Syarbini dalam Kitab Al-Iqna’ menghimpun lima rukun yang harus terpenuhi saat melangsungkan akad nikah. Bila salah satu rukun nikah tak terpenuhi, maka akad nikahnya tidak sah.
Pertama, sighat. Sighat terdiri atas ijab dan qabul dan dilakukan oleh wali atau wakilnya dengan lafal ‘ahkahktuka (saya menikahkan)’ atau ‘zawwajtuka (saya mengawinkan)’. Sementara itu, qabul dilaksanakan oleh calon suami dengan lafal ‘qabiltu (saya menerima)’ atau ‘tazawwajtu (saya kawin).
Kedua, calon istri. Calon istri yang hendak dinikahi bukan perempuan yang haram dinikahi. Misalnya karena mahram, masih menjadi istri orang lain, dan lain sebagainya.
Ketiga, calon suami. Calon suami yang akan menikah mesti berada dalam keadaan sedang tidak ihram, dan tidak dipaksa. Perempuan yang hendak dinikahi pun harus jelas dan mengetahui latar belakang mempelai perempuan.
Keempat, wali. Wali nikah dibagi dua yakni wali nasab dan wali hakim. Masing-masing wali harus memenuhi syarat-syarat sebagai wali nikah yakni Islam, baligh, berakal, merdeka, laki-laki, dan adil.
Kelima, dua saksi. Ketika menggelar akad nikah, maka harus disaksikan minimal oleh dua orang. Syarat menjadi saksi sama dengan syarat wali nikah yakni Islam, baligh, berakal, merdeka, laki-laki dan adil.
Dari ketetapan syarat dan rukun pernikahan, tidak ada persinggungan tentang resepsi sama sekali. Akad nikah adalah sentral dari sebuah pernikahan. Sementara resepsi merupakan acara tambahan dengan tujuan menjamu tamu yang datang.
Artinya, kita bisa melangsungkan akad di dunia nyata dan resepsi pernikahan di dunia virtual sesuai dengan apa yang dicita-citakan. Apa pun adatnya dan bagaimana pun konsepnya, Metaverse siap menjadi ruang untuk melaksanakan resepsi bagi siapa pun.
Kesepakatan Kedua Mempelai
Menikah secara virtual terkesan nirmakna bagi mereka yang menganggap pernikahan sebagai hal yang sakral. Padahal, akad nikah dan resepsi adalah dua hal yang berbeda. Keduanya terpisah dan bukan merupakan satu kesatuan.
Lagipula, pernikahan yang dilaksanakan di Metaverse hanya sebatas resepsi, bukan akad. Jika kedua mempelai setuju melaksanakan resepsi di dunia virtual, sudah seyogiyanya kita mendukung penuh, tanpa embe-embel menekankan bahwa resepsi harus dilaksanakan secara mewah di tempat yang megah.
Metaverse adalah konsep dunia virtual yang sama sekali baru sehingga adopsinya pun masih sangat awal di seluruh dunia. Pendirinya, Mark Zuckerberg, berusaha mendorong anggota timnya untuk bergerak maju, melakukan perubahan, dan membuat inovasi.
Bergerak cepat, membangun hal-hal yang luar biasa, dan hidup di masa depan adalah beberapa nilai-nilai internal baru Meta yang diperkenalkan oleh Zuckerberg. Wajar apabila banyak mempelai memercayakan resepsinya digelar di Meta. Sebab, efektivitas ruang dan waktulah yang diinginkan.
Meski telah ditekankan bahwa pernikahan yang berlangsung di Metaverse bukanlah rangkaian akad melainkan acara resepsinya semata, tetap saja ada orang-orang yang nyinyir. Mereka menilai bahwa resepsi pernikahan adalah sesuatu yang wajib dilaksanakan, seberapa pun bokeknya kita.
Dua nilai saling bertabrakan. Inovasi teknologi berhasil memudahkan manusia dengan menggantikan tempat, tenaga, waktu, bahkan pikiran dalam dunia virtual. Sementara, kepercayaan kuno bahwa resepsi pernikahan (setelah akad) harus dilaksanakan secara luring terus tumbuh dan sulit dipatahkan.
Padahal, menggelar atau tidak menggelar resepsi sesungguhnya merupakan pilihan pribadi seseorang, keputusan kedua mempelai. Keputusan tersebut sepenuhnya privasi di mana orang luar tak berhak untuk melakukan intervensi.
Kita hidup di dunia yang serba canggih. Kita juga hidup dalam dunia yang serba kuno. Keduanya dikepung kompleksitas. Saat ini, bukan tidak mungkin sebuah resepsi telah bergeser maknanya menjadi ajang pamer kekayaan, bukan sebagai bentuk rasa syukur atas pernikahan.
Hak menggelar resepsi pernikahan sepenuhnya milik pengantin. Orang luar tak bisa mengganggu gugat. Mengganggu saja tidak boleh, apalagi memaksa untuk menggelar resepsi secara luring.
Bila pola pikir semacam itu tidak segera diubah, inovasi di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi akan terbuang percuma. Sebab, sedari awal, masyarakat Indonesia sudah salah. Kita sudah salah sejak dalam pikiran. []