Mubadalah.id – Advokasi untuk menciptakan konstruksi sosial yang setara dan berkeadilan disarankan antara lain melalui cara mendengarkan dan merespon suara-suara yang terpinggirkan, yang diabaikan dan yang tidak dihargai.
Dalam konteks kebudayaan patriarkhis, kerap kali tidak pernah mendengar, mengabaikan, dan membungkam suara-suara perempuan.
Bahkan membatasi dan memarginalkan aktualisasi personalnya. Kemerdekaan mereka dirampas sedikit atau banyak. Ini semua merupakan praktik-praktik kebudayaan yang tidak adil.
Tetapi sikap dan pandangan Nabi dalam hal ini sangat berbeda. Abd al-Rahman bin Syaibah mengatakan :
: سمعت أم سلمة زوج النبي صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّم تقول: قلت للنبي صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّم: يا رسول الله ما لنا لا نذكر في القرآن كما يذكر الرجال؟ قالت: فلم يرعني ذات يوم ظهرًا إلا نداؤه على المنبر وأنا أسرح رأسي، فلففت شعري ثم خرجت إلى حجرة من حجرهن، فجعلت سمعي عند الجريد، فإذا هو يقول على المنبر: يا أيها الناس إن الله يقول في كتابه:
Artinya : Aku mendengar Ummu Salamah, istri Nabi saw, bertanya (mempertanyakan) kepada Nabi :
“Wahai Nabi, mengapa kami (kaum perempuan) tidak (amat jarang) ada dalam al-Qur’an, tidak seperti laki-laki”.
Setelah menyampaikan pertanyaan itu Ummu Salamah tidak melihat Nabi, kecuali mendengar suaranya di atas mimbar.
“Waktu itu aku sedang menyisir rambut”, kata Ummi Salamah.
“Aku segera membenahi rambutku lalu keluar menuju suatu ruangan. Dari balik jendela ruangan itu aku mendengarkan Nabi berbicara di atas mimbar masjid di hadapan para sahabatnya.”
Katanya : hai, manusia, Tuhan mengatakan :
إِنَّ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْقَانِتِينَ وَالْقَانِتَاتِ وَالصَّادِقِينَ وَالصَّادِقَاتِ وَالصَّابِرِينَ وَالصَّابِرَاتِ وَالْخَاشِعِينَ وَالْخَاشِعَاتِ وَالْمُتَصَدِّقِينَ وَالْمُتَصَدِّقَاتِ وَالصَّائِمِينَ وَالصَّائِمَاتِ وَالْحَافِظِينَ فُرُوجَهُمْ وَالْحَافِظَاتِ وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُم مَّغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا
Artinya : Bahwa sesungguhnya laki-laki dan perempuan muslim, laki-laki dan perempuan yang beriman laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar.
Laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya.
Laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar. (Baca : Al-Thabari, Jami’ al Bayan, (Q.S. al-Ahzab,[33]:35).
Tuhan dan Nabi Mendengarkan dan Merespon Suara Perempuan
Lihatlah bagaimana Tuhan dan Nabi mendengarkan dan merespon dengan begitu cepat suara-suara perempuan yang mengadukan pikiran dan suara hatinya.
Ummu Salamah, istri Nabi yang cerdas adalah representasi dari kaum perempuan. Dia bukan sekedar bertanya tetapi mempertanyakan tentang hak-haknya yang berbeda dari laki-laki.
Pertanyaan itu merefleksikan sebuah pandangan kritis Ummu Salamah. Dia seakan-akan ingin mengatakan mengapa Nabi berlaku diskriminatif terhadap perempuan. Mengapa Nabi seakan-akan tidak menaruh perhatian terhadap hak-hak perempuan sebagaimana yang Nabi Saw berikan kepada laki-laki.
Nabi Saw dengan segera menyampaikan klarifikasinya berdasarkan wahyu Tuhan dan menegaskan bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai hak yang sama dalam berbagai aspek kehidupan, baik spiritual maupun sosial, privat maupun publik.
Perhatikan pula bahwa pernyataan klarifikatif ini Nabi Saw sampaikan kepada seluruh manusia: “Ayyuha al-Nas” (Wahai manusia). Ini menunjukkan bahwa ajaran tentang kesetaraan laki-laki dan perempuan harus memperjuangkannya sampai kapanpun. []