Senin, 3 November 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Disabilitas

    Di UNIK Cipasung, Zahra Amin: Jadikan Media Digital Ruang Advokasi bagi Penyandang Disabilitas

    Bagi Disabilitas

    Rektor Abdul Chobir: Kampus Harus Berani Melahirkan Gagasan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas

    Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    4 Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah bagi

    Fiqh al-Murunah: Menakar Azimah dan Rukhsah dari Pengalaman Difabel

    Fiqh al-Murunah yang

    Fiqh Al-Murunah: Fiqh yang Lentur, Partisipatif, dan Memberdayakan

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah, Gagasan Baru yang Terinspirasi dari Dua Tokoh NU dan Muhammadiyah

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah: Menempatkan Penyandang Disabilitas sebagai Subjek Penuh (Fā‘il Kāmil)

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah: Terobosan KUPI untuk Menempatkan Difabel sebagai Subjek Penuh dalam Hukum Islam

    Fiqh al-Murunah yang

    Dr. Faqihuddin Abdul Kodir: Fiqh al-Murūnah, Paradigma Baru Keislaman Inklusif bagi Disabilitas

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Nifas

    Haidh, Nifas, dan Istihadhah: Fitrah Perempuan yang Dimuliakan

    Usia 20-an

    It’s OK Jika Masih Berantakan di Usia 20-an

    Haidh

    Haidh Bukan Alasan Mengontrol Tubuh Perempuan

    Haidh

    Haidh dan Bias Tafsir: Ketika Tubuh Perempuan Dikontrol Agama

    Ekonomi Biru

    Meniti Keadilan di Gelombang Ekonomi Biru

    Haidh

    Membaca Ulang Makna Haidh dalam Islam

    Aksesibilitas Fasilitas Umum

    Aksesibilitas Fasilitas Umum Bukan Hanya Proyek Seremonial!

    Perempuan KUPI yang

    KUPI Menolak Tafsir yang Menafikan Martabat Perempuan

    Mandat KUPI

    Membaca Mandat KUPI dalam Kerangka Rahmatan lil ‘Alamin

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

    Rumah Tangga dalam

    Mencegah Konflik Kecil Rumah Tangga dengan Sikap Saling Terbuka dan Komunikasi

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Disabilitas

    Di UNIK Cipasung, Zahra Amin: Jadikan Media Digital Ruang Advokasi bagi Penyandang Disabilitas

    Bagi Disabilitas

    Rektor Abdul Chobir: Kampus Harus Berani Melahirkan Gagasan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas

    Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    4 Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah bagi

    Fiqh al-Murunah: Menakar Azimah dan Rukhsah dari Pengalaman Difabel

    Fiqh al-Murunah yang

    Fiqh Al-Murunah: Fiqh yang Lentur, Partisipatif, dan Memberdayakan

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah, Gagasan Baru yang Terinspirasi dari Dua Tokoh NU dan Muhammadiyah

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah: Menempatkan Penyandang Disabilitas sebagai Subjek Penuh (Fā‘il Kāmil)

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah: Terobosan KUPI untuk Menempatkan Difabel sebagai Subjek Penuh dalam Hukum Islam

    Fiqh al-Murunah yang

    Dr. Faqihuddin Abdul Kodir: Fiqh al-Murūnah, Paradigma Baru Keislaman Inklusif bagi Disabilitas

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Nifas

    Haidh, Nifas, dan Istihadhah: Fitrah Perempuan yang Dimuliakan

    Usia 20-an

    It’s OK Jika Masih Berantakan di Usia 20-an

    Haidh

    Haidh Bukan Alasan Mengontrol Tubuh Perempuan

    Haidh

    Haidh dan Bias Tafsir: Ketika Tubuh Perempuan Dikontrol Agama

    Ekonomi Biru

    Meniti Keadilan di Gelombang Ekonomi Biru

    Haidh

    Membaca Ulang Makna Haidh dalam Islam

    Aksesibilitas Fasilitas Umum

    Aksesibilitas Fasilitas Umum Bukan Hanya Proyek Seremonial!

    Perempuan KUPI yang

    KUPI Menolak Tafsir yang Menafikan Martabat Perempuan

    Mandat KUPI

    Membaca Mandat KUPI dalam Kerangka Rahmatan lil ‘Alamin

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

    Rumah Tangga dalam

    Mencegah Konflik Kecil Rumah Tangga dengan Sikap Saling Terbuka dan Komunikasi

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Rekomendasi

Udin Bukan Anak Yatim

Udin baru tahu kalau semua buku, seragam, tas, dan sepatunya dibelikan pakliknya. Ibunya mengalami depresi lantaran suara tetangga yang mengatakan suaminya pasti menikah lagi, dan ibunya sering menangis sendiri

Muyassarotul Hafidzoh Muyassarotul Hafidzoh
29 Agustus 2021
in Rekomendasi, Sastra
0
Udin

Udin

155
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Suasana ramai, teriakan, candaan, saling meledek dan ada yang menyanyi cukup lantang, sama sekali tidak mempengaruhi Udin yang masih terdiam di pojok kelas. Anak usia 8 tahun, kelas 2 SD itu berpikir keras, kenapa Pak Tohar mengatakan dirinya masih punya bapak?

“Kenapa kamu angkat tangan, Udin?” kata Pak Tohar.

“Tadi Pak Tohar tanya siapa di kelas ini yang anak yatim?” jawab Udin dengan polos.

Pak Tohar ngekek, “lha yo, kan kamu masih punya bapak, bapakkmu masih hidup, kenapa kamu ikut angkat tangan? Kalau bapakmu masih hidup, yo kamu bukan anak yatim.” Udin mengangkat kepalanya sambil melihat-lihat atap kelas, “kalau Udin masih punya bapak, trus bapak Udin ada di mana?” Tanya Udin.
“Ya, Tanya ibukmu, kok Tanya Pak Tohar.” Seisi ruangan tertawa, tapi tidak bagi Udin, ini bukan hal lucu, kenapa mereka tertawa, begitu pikirnya.

Pikiran Udin masih berputar-putar, dirinya merasa tidak pernah memiliki seorang bapak. Udin hanya hidup bersama ibu dan mbah putrinya. Sejak TK, Udin sudah merasa tidak memiliki bapak, bahkan waktu kelas satu, bu guru memberikan tugas untuk bercerita tentang anggota keluarga di depan kelas. Saat itu Udin maju dengan perasaan minder, sambil terbata-bata dia pun mengatakan, “Namaku Udin, Ibuku Ngaisyah, bapakku…. Ehmm.. nama bapakku…. Ehmmm…… aku tidak tahu. Tapi nama Mbahku Tentrem,” udin terdiam tidak bisa melanjutkan ceritanya, lantaran semua temannya tertawa. Pulang dari rumah dia menuju ibuknya dan bertanya tentang siapa nama ayahnya. Ibunya menjawab, “Ora ana, awakmu ora duwe bapak, bapakmu mati!” Udin menghela nafas, dia harus kembali bertanya pada ibunya, kenapa dulu ibunya mengatakan bapaknya sudah mati.

Kelas semakin rame suara sorak bahagia siswa-siswi, lantara Pak Syamsul mengabarkan kalau boleh pulang, guru mau ada rapat.
Udin berlari menuju rumahnya, sesampainya di rumah, Udin melihat ibunya sedang menangis, Paklik yang sedang menelpon seseorang, Mbah yang juga duduk tertunduk, dan adikknya yang sedang bermain boneka asik dengan dunianya sendiri.

“Gak diangkat.” Udin memperhatikan Pakliknya yang sedang berusaha menghubungi seseorang.

“Trus gimama, Kang?”

“Tapi Pak Solikul bilang ini nomere bojomu, ini alamat rumahnya juga.” Paklik memberikan kertas ke ibunya Udin.

“Aku akan pergi ke sana, aku pingin tahu bagaimana kehidupannya di sana sampai melupakan anak-anaknya di sini.”
Udin masih terdiam melihat kejadian yang masih belum dimengerti olehnya.

“Kalau mau ke sana biar aku saja,” kata Paklik.

“Nggak, Kang, aku yang harus memastikannya sendiri.”

“Aku nggak punya ongkos kalau kamu juga ikut.”

“Aku saja, aku punya tabungan, tapi masih kurang.”
Udin mendekati ibunya, “ibu mau kemana?” ibunya hanya diam.

“Sini Din, ganti baju dulu trus makan dulu ya,” kata Mbah.

“Gak mau, Udin mau tanya dulu, kata Pak Tohar, Udin bukan anak yatim, Udin masih punya bapak, trus nama bapak Udin siapa? Sekarang dia ada di mana? Ibuk dulu pernah bilang kalau bapak udah mati,” kata Udin membuat Ibunya berteriak kencang.

“Aaaaaaaaaa diaaam……!”
Udin ketakutan dan berlari ke arah mbahnya, segera mbahnya memeluk Udin. “Ibu kenapa, Mbah?”

Mbahnya hanya mengelus–elus kepala Udin dan menyuruhnya segera masuk kamar berganti pakaian.

Udin yang masih terkejut dengan reaksi ibunya kembali terdiam dan berpikir keras, bocah sekecil itu selalu dihadapkan dengan kejadian-kejadian yang bisa mengganggu pikirannya. Dia tidak segera mengganti pakaiannya melainkan dia duduk dan mendengarkan semua pembicaraan orang tua.

“Tenang Syah, saiki kamu ingin bagaimana?”

“Aku mau ke sana kang, aku mau ajak Fina ikut, biar dia lihat sudah sebesar apa anaknya yang sejak bayi sudah ditinggal pergi.”

“Yo wes, aku belikan tiket untukmu, tapi Cuma bisa beliin tiket, aku lagi ora duwe duit. Belum panen.”

“Mbah punya sedikit uang, bisa kamu bawa untuk sangu, kasian Fina, belikan dia sedikit jajanan untuk dimakan di jalan.”
Udin keluar kamar, “Aku pingin ikut ketemu bapak!”

Pakliknya mendekat dan memegang pipinya, “uangnya gak cukup lhe, tunggu di sini saja, nanti ibumu kalau balik ke sini, bapakmu juga ikut.”

“Jadi, Udin punya bapak ya Paklik? Udin bukan anak yatim?” Pakliknnya mengangguk dengan rasa haru mendengar kalimat dari ponakannya yang ternyata merasa menjadi anak yatim.

Ibunya berlari memeluk Udin, “maaf ya lhe, ibu tadi meneriakimu. Ibu akan jemput bapakmu, dia harus pulang, harus mau mengurus anak-anaknya.” Udin mengangguk dalam pelukannya.

Pagi buta ketika Udin selesai salat subuh ibunya sudah dijemput Pakliknya yang mau mengantar menuju terminal. Udin memeluk ibunya, “Jangan lama-lama di sana ya buk,” pinta Udin. Ibunya mencium kening anaknya, “Ibu akan segera pulang, ibu pasti pulang bersama bapakmu, jadi kamu jangan sedih ya, ibu sayang kamu Din.”

Entah mengapa pelukan hangat ibunya sangat nyaman bagi Udin, dia tidak ingin melepaskan pelukan ibunya. Tapi Paklik sudah membunyikan klakson motor, membuat ibunya segera melepaskan pelukannya dan menggendong Fina yang masih mengantuk.
Sepulang sekolah Udin berjalan melewati warung Mak Yam dan ada beberapa ibu-ibu yang lagi ngrumpi di depan warung memanggilnya. Udin mendekati mereka, “ada apa bude?”

“Ibumu nyusul bapakmu? Kenapa disusul, wong kata pak Solikul bapakmu punya istri lagi dan sudah punya anak juga.” Udin hanya diam tidak mengerti.

“Iya bener, ngabisin uang aja. Bapakmu pasti gak mau pulang.”
“Bapak pasti pulang, bapak harus pulang,” kata Udin sambil melotot ke arah ibu-ibu di depannya.

“Iya iya… anak kecil jangan melototin orang tua, gak sopan, sudah sana pulang!”

Udin pulang dengan perasaan kesal, apa yang didengarnya tadi membuat hatinya jengkel. “Bapak pasti mau pulang bersama ibuk dan Fina. Mana mungkin bapak membiarkan Ibuk balik sendirian.”
Di rumah Udin bertanya banyak hal kepada si mbahnya, si mbahnya pun bercerita tentang ibu dan bapaknya, dan Udin mendengarkannya.

Udin baru tahu kalau setelah dirinya lahir bapaknya merantau ke Sumatera. Awalnya bapaknya mengirimi ibunya uang setiap bulan, dan sempat pulang ke Jawa setiap lebaran. Tahun kedua setelah bapaknya pulang, ibunya hamil Fina, namun setelah itu bapaknya tidak pernah pulang ke Jawa lagi. Bahkan ketika adiknya lahir tidak ada uang yang dikirim, tidak ada kabar yang terdengar, nomor gawainya sudah tidak bisa dihubungi. Beberapa warga yang merantau ke Sumatera tidak tahu di mana bapak Udin, katanya mereka tidak pernah bertemu.

Tahun setelah kelahiran Fina adalah yang terberat bagi ibu dan mbahnya, karena biaya kehidupan semakin besar, akhirnya pakliknya yang turun tangan membiayai sekolah Udin sampai sekarang. Udin juga baru tahu kalau semua buku, seragam, tas, dan sepatunya dibelikan pakliknya. Ibunya mengalami depresi lantaran suara tetangga yang mengatakan suaminya pasti menikah lagi, ibunya sering menangis sendiri dan teriak-teriak sendiri. Udin mengangguk membenarkan cerita si mbahnya, dia ingat waktu usianya lima tahun, ibunya sering tiba-tiba menangis sendiri dan teriak-teriak.

“Nah, seminggu yang lalu paklikmu dapat kabar keberadaan bapakmu dari Pak Solikul. Katanya bapakmu masih di Sumatera, entah mengapa tetangga yang merantau mengatakan tidak tahu keberadaannya,” kata mbahnya sambil menyembunyikan perasaan sedih dari cucunya. Mbah juga mendengar kalau menantunya itu menikah lagi dengan anak bos sawit yang di mana banyak warga bekerja di sana. Mbahnya curiga, warga yang merantau ini tidak berani mengatakan kalau menantunya menikah lagi, lantaran takut kehilangan pekerjaannya.

“Mbah kok diam saja,” kata Udin.

Mbah mengelus kepala Udin, “kita tunggu ibumu pulang ya le’ semoga kabar buruk yang selalu kita dengar tidak terjadi, jadi bapak dan ibumu kembali berkumpul lagi.” Udin mengangguk.
Sudah seminggu dari kepergian ibunya, Udin mulai merindukan ibunya, dan selalu bertanya kepada Pakliknya tentang kapan ibunya pulang. Pakliknya ikut bingung karena sudah tiga hari, ibunya tidak bisa dihubungi.

Sore menjelang magrib, terdengar suara sirine, Udin dan anak-anak kecil lainnya berlari keluar rumah ingin melihat mobil apa yang melewati desanya. Dari kejauhan Udin melihat mobil ambulans melaju, beberapa saat kemudian mobil itu mendekati rumahnya dan berhenti tepat di depan rumahnya.

Udin melihat ada seorang lelaki yang turun dari mobil sambil menggendong adiknya. Fina yang awalnya ada di gendongan lelaki itu meloncat berlari mendekati Udin.

“Mas Udin, ibuk mas,,, hu hu hu… ibu mas…….”

“Ibu kenapa Fin?”

Mbah berjalan mendekati mereka dan mengelus Fina, “kamu kesini sama siapa nduk? Mana ibumu?”

“Mbah….” Fina merengek memeluk mbahnya, “Mbah…. Ibuk mbah…..” tangan mbahnya bergetar memeluk cucu perempuannya itu.

“Cup cup, nduk… ada apa dengan ibumu?”
Lelaki yang dilihat Udin mendekati Mbah dan bersimpuh sujud di hadapan mbahnya.

“Maafkan Jono bu… Ngaisyah sampai Sumatera sakit dan..”
Sebelum Lelaki yang mengaku bernama Jono menyelesaikan kalimatnya Udin melihat ada peti mati yang keluar dari mobil ambulans, Udin merasa terkejut melihat ada foto dan tulisan di depan peti itu.

“Ibuuuuuuuuk…..” Udin berlari menuju peti mati yang ada foto dan nama ibunya.

Mbahnya pun jatuh terduduk, kakinya melemas, dadanya menahan sakit. Tangisan Fina semakin kencang, tangisan Udin tak kalah kencang. Dirinya tak pernah menyangka yang pulang adalah jenazah ibunya. Udin kembali mengenang pesan dari ibunya untuk tidak bersedih, merindukan pelukan hangat ibunya yang enggan dia lepas. Dia juga mengingat janji ibunya yang akan membawa pulang bapaknya, tapi kini dia tidak peduli apa dirinya punya bapak atau tidak. Udin sangat terpukul melihat kenyataan yang harus diterimanya sekarang.

“Ibuuuk… Udin tidak yatim, tapi Udin tidak mau piatu,” kata Udin membuat lelaki yang bernama Jono berusaha memeluk Udin, namun Udin menolak pelukannya. []

Tags: Cerita Anakcerita pendekLiterasi PesantrenSastra
Muyassarotul Hafidzoh

Muyassarotul Hafidzoh

Penulis Novel "Hilda" dan "Cinta dalam Mimpi"

Terkait Posts

Buku Lebih Putih Dariku
Buku

Buku Lebih Putih Dariku, Potret Perjuangan Tanpa Ujung

1 September 2025
Luka Lelaki
Rekomendasi

Luka Lelaki; Tek Tuku Talake, Saya Beli Talakmu!

10 Agustus 2025
Menjadi Anak Sulung
Sastra

Beruntungnya Menjadi Anak Sulung

27 Juli 2025
Kapan Menikah
Sastra

Jangan Tanya Lagi, Kapan Aku Menikah?

29 Juni 2025
Luka Ibu
Sastra

Luka Ibu Sebelum Suapan Terakhir (Bagian 1)

2 Juni 2025
Pekerja Rumah Tangga
Rekomendasi

Ibu, Aku, dan Putriku: Generasi Pekerja Rumah Tangga

11 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Haidh

    Membaca Ulang Makna Haidh dalam Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Meniti Keadilan di Gelombang Ekonomi Biru

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Wangari Muta Maathai: Perempuan Afrika Pertama Peraih Nobel Perdamaian untuk Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Haidh dan Bias Tafsir: Ketika Tubuh Perempuan Dikontrol Agama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • It’s OK Jika Masih Berantakan di Usia 20-an

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Haidh, Nifas, dan Istihadhah: Fitrah Perempuan yang Dimuliakan
  • It’s OK Jika Masih Berantakan di Usia 20-an
  • Haidh Bukan Alasan Mengontrol Tubuh Perempuan
  • Wangari Muta Maathai: Perempuan Afrika Pertama Peraih Nobel Perdamaian untuk Lingkungan
  • Haidh dan Bias Tafsir: Ketika Tubuh Perempuan Dikontrol Agama

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID