• Login
  • Register
Jumat, 23 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Nusyuz dalam Perspektif Mubadalah

Nyai Siti Rofi’ah, Pengasuh Pondok Pesantren Tarbiyatul Islam al-Falah Salatiga menyatakan bahwa nusyuz adalah tindakan negatif salah satu pasangan yang menjadikan relasi suami istri menjadi tidak baik

Lutfiana Dwi Mayasari Lutfiana Dwi Mayasari
28/09/2021
in Keluarga, Rekomendasi
1
Korban

Korban

509
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Nusyuz seringkali digunakan dalih untuk menggugurkan hak nafkah bagi istri. Tak jarang juga, perilaku Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang dilakukan suami juga didasarkan atas nusyuz. Pun demikian dengan aturan yang diberlakukan dalam KHI atau Kompilasi Hukum Islam memang hanya mengatur nusyuz yang dilakukan oleh istri saja. Hal ini terjadi karena pengetahuan tentang nusyuz direproduksi oleh pemahaman laki-laki, dan berdasarkan atas pengalaman laki-laki saja.

Lantas apakah benar Islam membolehkan KDRT, dan apakah nusyuz hanya dilakukan oleh istri saja? Bagaimana dengan suami yang tidak menjalankan kewajibannya?

Nusyuz berlaku bagi laki-laki dan Perempuan

Nyai Siti Rofi’ah Pengasuh Pondok Pesantren Tarbiyatul Islam al-Falah Salatiga menyatakan bahwa nusyuz adalah tindakan negatif salah satu pasangan yang menjadikan relasi suami istri menjadi tidak baik. Oleh karena itu, nusyuz pada dasarnya bisa dilakukan oleh suami maupun istri. Mengenai Qs. An-Nisa ayat 34, beliau menyatakan bahwa tafsir atas ayat tersebut banyak diproduksi di abad ke-7, dimana perempuan saat itu hanya menikmati haknya saja sebagai perempuan dalam keluarga. Semua kewajiban nafkah secara mutlak dijalankan oleh laki-laki sehingga perempuan tidak memiliki bargaining position dalam keluarga.

Narasi fadribu yang memiliki arti memukul pada ayat tersebut juga memiliki aturan-aturan yang harus ditaati suami yaitu pukulan yang tidak menyakitkan, tidak menyebabkan memar, tidak boleh meninggalkan bekas, dan tidak membahayakan fisik. Jika melihat aturan tersebut, maka narasi memukul disitu memiliki makna qiyas yang sebenarnya bukan berarti memukul sebagaimana yang kita pahami. Karena secara nalar manusia, kita tidak bisa membayangkan bagaimana konsep memukul yang tidak menyebabkan rasa sakit?

Baca Juga:

Melampaui Batasan Tafsir: Membebaskan Narasi Gender dalam Islam Menurut Mernissi dan Wadud

Berhenti Meromantisasi “Age Gap” dalam Genre Bacaan di Kalangan Remaja

Catcalling Masih Merajalela: Mengapa Kita Tidak Boleh Diam?

Rahasia Tetap Berpikir Positif Setiap Hari, Meski Dunia Tak Bersahabat

Oleh karena itu, KH. Faqihuddin Abdul Kodir dalam kitab Manbaus Sa’adah dengan sangat tegas melarang untuk melakukan pemukulan meskipun dengan alasan mendidik. Karena inti dari perkawinan adalah bagaimana pasangan suami istri menjalankan mu’asyaroh bil ma’ruf atau memberlakukan pasangan secara bermartabat.

Dalam kitab yang sama juga dijelaskan bahwa suami dan istri harus memiliki kesamaan visi untuk saling menghormati. Karena baik suami maupun istri dua-duanya adalah manusia maka harus diberlakukan sebagaimana manusia. Memberlakukan orang lain sebagaimana kita ingin diberlakukan. Jika dilayani itu enak, maka harus memahami bahwa orang lain juga membutuhkan untuk dilayani.

Membangun Relasi Setara dalam Rumah Tangga

Konstruksi budaya yang menempatkan perempuan sebagai subordinat laki-laki harus segera dirubah. Karena pada dasarnya istri bukanlah pembantu, dan bukan pelengkap laki-laki. Namun relasi suami istri adalah equal atau seimbang. Suami pelengkap istri dan istri sebagai pelengkap suami. Ketaatan mutlak seorang manusia hanyalah pada Allah SWT, maka baik suami maupun istri juga harus memberlakukan satu dengan lainnya secara bermartabat sebagai bentuk ketaatannya kepada Allah SWT.

Jika pasangan suami istri sudah berkomitmen untuk menciptakan kebahagiaan seluruh anggota keluarga, dan senantiasa berbuat kebaikan antar anggota keluarga maka Allah yang akan mendatangkan kebahagiaan tersebut dalam keluarga. Keluarga yang dibangun dengan kedamaian, saling menghargai, saling menghormati, dan berkomitmen untuk menciptakan kebahagiaan. Bukan keluarga yang dibangun atas dominasi gender tertentu dengan ancaman-ancaman kekerasan dengan dalih menjalankan ajaran islam.

Role model yang harus selalu menjadi rujukan tentunya adalah bagaimana Nabi Muhammad SAW, yang bersikap sangat lemah lembut terhadap istri-istrinya. Jika memang dalam narasi memukul tersebut mendatangkan kebaikan bagi istri tentu Nabi adalah orang pertama yang akan melakukannya. Namun tidak ada satupun ayat maupun hadits yang menceritakan bahwa Nabi pernah memukul istrinya dengan dalih untuk kebaikan istrinya.

Hal ini sejalan dengan pesan dalam Al-Qur’an surat Ali Imron ayat 159, yang artinya;

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”.

Ayat diatas bisa diinternalisasikan dalam kehidupan rumah tangga, bahwa ketika salah satu pihak baik suami maupun istri melakukan tindakan negatif, yang dianjurkan adalah menyelesaikan dengan jalan yang baik. Mengutamakan musyawarah dan mencari solusi terbaik. Mengedepankan musyawarah, dan berorientasi pada kemaslahatan bersama. bukan menggunakan kekerasan yang melukai fisik maupun psikis pasangan.

Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, tampak jelas bahwa KDRT bukanlah sesuatu yang bisa dilegalkan dengan dalih menegakkan nusyuz. Islam secara mutlak melarang adanya KDRT. Pada dasarnya laki-laki dan perempuan setara di depan Allah SWT. Baik suami maupun istri berpotensi untuk melakukan tindakan negatif yang dapat memunculkan relasi yang tidak baik dalam rumah tangga. Dan jika perilaku negatif tersebut terjadi, maka solusi penyelesaiannya harus mengedepankan musyawarah terlebih dahulu.

Negara melalui regulasinya juga harus melibatkan pengalaman perempuan dalam membuat sebuah aturan. Tidak lagi meregulasi aturan yang bias gender dan merugikan salah satu dengan yang lainnya. Segala aturan dan kebijakan harus berangkat dari dasar kesetaraan dan keadilan gender. Baik suami maupun istri yang melakukan kesalahan dalam rumah tangga sama-sama berhak untuk mendapatkan hukuman sebagaimana mestinya. Tidak hanya menumpukan kesalahan berdasarkan perbedaan jenis kelamin. []

Tags: GenderislamistrikeadilankeluargaKesetaraanKompilasi Hukum IslamNusyuzperkawinanRelasisuami
Lutfiana Dwi Mayasari

Lutfiana Dwi Mayasari

Dosen IAIN Ponorogo. Berminat di Kajian Hukum, Gender dan Perdamaian

Terkait Posts

Buku Disabilitas

“Normal” Itu Mitos: Refleksi atas Buku Disabilitas dan Narasi Ketidaksetaraan

22 Mei 2025
Puser Bumi

Ulama Perempuan sebagai Puser Bumi

21 Mei 2025
Bangga Punya Ulama Perempuan

Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

20 Mei 2025
Nyai Nur Channah

Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

19 Mei 2025
Kekerasan Seksual Sedarah

Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

19 Mei 2025
Nyai A’izzah Amin Sholeh

Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

18 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Jalan Mandiri Pernikahan

    Jalan Mandiri Pernikahan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Berhenti Meromantisasi “Age Gap” dalam Genre Bacaan di Kalangan Remaja

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bolehkah Dokter Laki-laki Memasangkan Alat Kontrasepsi (IUD) kepada Perempuan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rumah untuk Si Bungsu: Budaya Nusantara Peduli Kaum Rentan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 5 Jenis KB Modern

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Melampaui Batasan Tafsir: Membebaskan Narasi Gender dalam Islam Menurut Mernissi dan Wadud
  • KB dan Politik Negara
  • “Normal” Itu Mitos: Refleksi atas Buku Disabilitas dan Narasi Ketidaksetaraan
  • 5 Jenis KB Modern
  • Jalan Mandiri Pernikahan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version