• Login
  • Register
Senin, 26 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Pernak-pernik

Perempuan dalam Pusaran Perang Mataram dengan Madiun

Adisara sebagai diplomat ulung perempuan Mataram, menjadi bukti bahwa dalam kebesaran Mataram juga ada sumbangan torehan dari sosok perempuan

Moh. Rivaldi Abdul Moh. Rivaldi Abdul
28/03/2022
in Pernak-pernik, Rekomendasi
0
Perempuan dalam Pusaran Perang Mataram dengan Madiun

Perempuan dalam Pusaran Perang Mataram dengan Madiun

274
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Artikel ini akan membahas secara gamblang tentang peran perempuan dalam pusaran perang Mataram dengan Madiun. Hal sekaligus membuka lembaran eksistensi perempuan sudah ada sejak dahulu kala. Alkisah, setelah meluaskan sayap Kerajaan Mataram (Islam) di Surabaya, Panembahan Senopati (pendiri dan raja pertama Mataram)–yang berniat menjadi penguasa tanah Jawa–melanjutkan kepak sayapnya ke Madiun.

Di sisi lain, Bupati Madiun mulai mengumpulkan kekuatan dengan mengajak para bupati di Bang Wetan (Jawa Timur) yang belum tunduk pada Senopati untuk membentuk persekutuan melawan Mataram. Dalam Babad Tanah Jawi, W.L. Olthof, dijelaskan bahwa Bupati Madiun sadar betul kalau Senopati seperti ibarat api sebesar kunang-kunang yang harus segera dipadamkan.

Sebab, jika tidak, maka api itu akan semakin berkobar ke mana-mana. Para bupati pun menerima ajakan itu, dan mereka mengumpulkan pasukannya di Madiun. Tatkala sampai di Madiun, Panembahan Senopati kaget melihat pasukan Madiun beserta sekutunya yang sangat besar. Di sisi lain, prajuritnya tinggal sedikit.

Senopati bukan sekadar penguasa yang haus kekuasaan dan bergerak tanpa perhitungan, melainkan raja visioner yang ingin menguasai tanah Jawa dan memiliki banyak strategi dalam mewujudkan impiannya. Ketika menimbang kekuatan Madiun dan sekutunya, Senopati sadar betul jika bentrok langsung, maka kemungkinan untuk menang itu kecil. Sehingga, dia pun menjalankan “siasat” untuk menaklukkan Madiun.

Adisara, Sosok Penentu Keberhasilan Siasat Mataram atas Madiun

Baca Juga:

Perempuan Bisa Menjadi Pemimpin: Telaah Buku Umat Bertanya, Ulama Menjawab

Benarkah KB Hanya untuk Perempuan?

Bolehkah Dokter Laki-laki Memasangkan Alat Kontrasepsi (IUD) kepada Perempuan?

Catcalling Masih Merajalela: Mengapa Kita Tidak Boleh Diam?

Dalam upaya keberhasilan siasatnya, Senopati membutuhkan bantuan Adisara (Adi-Sara). Sebagaimana dalam Babad Tanah Jawi, Senopati berkata, “Adi-Sara datang ke kota Madiun, dan berikan suratku ini kepada Panembahan Madiun. Isi surat menyatakan bahwa saya takluk. Ini dilakukan supaya beliau hilang kewaspadaannya atau membubarkan barisannya.”

Selain itu, “terserah kepadamu bagaimana merekayasa agar Panembahan Madiun menjadi sayang padaku. Berpakaiannya yang indah-indah dan berhiaslah secantik mungkin, serta naiklah jalang (tandu). Para prajuritku Jayataka yang memikul tandu serta membawa perlengkapan upacara berjumlah empat puluh orang. Jika engkau diganggu oleh para sentana di Madiun layani saja. Asal tidak sampai di luar batas dan hindari jangan sampai terlalu jauh ke dalam.”

Dalam Babad Tanah Jawi, W.L. Olthof, Adisara dijelaskan sebagai seorang abdi perempuan Mataram yang sangat cantik. Sedangkan, Purwadi dalam Babad Ki Ageng Mangir: Intrik Politik Istana Demi Melanggengkan Kuasa Keraton Mataram, menyebut Adisara sebagai bupati wanita (perempuan).

Yang jelas, Adisara bukanlah sosok perempuan biasa. Senopati tidak akan menggantungkan harapan besarnya–sampai mengeluarkan kata-kata: “…terserah padamu bagaimana merekayasa agar Panembahan Madiun menjadi sayang padaku….”–kepada sembarang orang.

Dalam misi ini, Adisara menjadi diplomat perempuan Mataram yang bertugas mengambil simpati dari penguasa Madiun. Sukses tidaknya upaya siasat Senopati dalam ekspansi Mataram terhadap Madiun tergantung pada Adisara. Di kemudian hari, Adisara juga membersamai Putri Pembayun sebagai intelijen Mataram dalam misi menaklukkan Mangir. Dari kiprahnya, dapatlah mengatakan kalau Adisara merupakan agen perempuan ulung Mataram.

Karena kepiawaian diplomasi yang dijalankan Adisara dalam tugas menyampaikan surat Senopati, sehingga Bupati Madiun yang awalnya ingin berperang dengan Senopati malah menjadi sayang kepadanya. Bahkan, ingin mengangkat Senopati menjadi anak angkatnya. Adisara pun sukses dalam menjalankan misinya.

Bupati Madiun kehilangan kewaspadaan terhadap Senopati, dan mulai membubarkan pasukan Madiun beserta pasukan para sekutunya. Hal ini segera dimanfaatkan oleh Senopati, dengan melakukan penyerangan yang berakhir dengan kemenangan Mataram dan takluknya Madiun.

Retna Jumilah, Pendirian Sang Putri Madiun dalam Gelombang Peperangan

Bupati Madiun memiliki seorang putri yang sangat cantik, bernama Retna Jumilah. Sewaktu perang Mataram dan Madiun, sang putri sudah menginjak usia dewasa. Namun, dia belum menikah, bukan karena tidak laku, melainkan Retna Jumilah mau menikah hanya dengan pria yang mampu memenuhi dua syarat.

Yaitu, pertama pria yang disembah orang tuanya/Bupati Madiun, dan kedua tidak luka jika disabet dengan pisau cukur miliknya. Kalau tidak ada laki-laki yang mampu memenuhi kedua syarat itu, maka seumur hidupnya dia tidak mau menikah.

Babad Tanah Jawi, W.L. Olthof, menceritakan bahwa tatkala Senopati berhasil menaklukkan Madiun, Retna Jumilah ditinggal oleh ayahnya di istana, dan diberikan keris wasiat bernama si Gumarang. Dia sadar betul kalau dirinya besar kemungkinan bakal menjadi korban jarahan kekalahan Madiun, apalagi diketahui bahwa Senopati menyukainya. Dalam keadaan demikian, dia tidak lantas pasrah dan putus asa, lebih-lebih sampai menjatuhkan harga dirinya.

Retna Jumilah tetap kukuh memegang pendiriannya, khususnya mempertahankan syarat bagi pria yang ingin menjadikannya pasangan. Maka, ketika Retna Jumilah menerima keris warisan yang diberikan ayahnya, dia kemudian berpakaian seperti laki-laki yang siap bertempur, dan duduk di tengah kedaton menunggu Senopati untuk duel. Mati sekalipun, dia tetap ingin mempertahankan harga diri dan pendiriannya.

Senopati yang melihat sang putri Madiun menghunus keris, juga jadi takut mendekat. Setelah melakukan beberapa dialog, Retna Jumilah mau berdamai dengan Senopati. Dia kemudian coba menyabetkan pisau cukur miliknya kepada Senopati, dan–sebagaimana dalam Babad Tanah Jawi bahwa–kulit Senopati tidak terluka.

Maka, genap sudah dua syarat yang harus dimiliki oleh calon suami Retna Jumilah pada diri Senopati, yaitu pertama mampu menundukkan Madiun dan kedua tidak terluka dengan pisau cukur miliknya. Sehingga, barulah Retna Jumilah mau menikah dengan Senopati.

Meski cerita ekspansi Mataram atas Madiun dalam Babad Tanah Jawi menjadikan Senopati sebagai tokoh utama, namun jika ditelisik lebih dalam akan nampak dua sosok perempuan, yang bukan sekadar tokoh figuran, dalam pusaran perang Mataram dengan Madiun.

Yaitu, Adisara sebagai diplomat ulung perempuan Mataram, yang menjadi bukti bahwa dalam kebesaran Mataram juga ada sumbangan torehan dari sosok perempuan. Dan, Retna Jumilah sebagai sosok putri Madiun yang tidak mau pasrah saja menjadi korban kekalahan perang, menggambarkan kalau perempuan bukan sosok lemah yang harus pasrah menjadi objek jarahan.

Demikian kisah dan peran perempuan dalam pusaran perang Mataram dengan Madiun. Semoga penjelasan Perempuan dalam pusaran perang Mataram dengan Madiun ini bermanfaat. [Baca juga: Lahirnya Gender sebagai Konsep Keadilan Laki-laki dan Perempuan]

Tags: KerajaanMataramNusantaraperempuansejarah
Moh. Rivaldi Abdul

Moh. Rivaldi Abdul

S1 PAI IAIN Sultan Amai Gorontalo pada tahun 2019. S2 Prodi Interdisciplinary Islamic Studies Konsentrasi Islam Nusantara di Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Sekarang, menempuh pendidikan Doktoral (S3) Prodi Studi Islam Konsentrasi Sejarah Kebudayaan Islam di Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Terkait Posts

Tantangan Difabel

Tantangan Difabel: Aku Tidak Berbeda, Hanya Hidup dengan Cara yang Berbeda

25 Mei 2025
ihdâd

Ihdâd: Pengertian dan Dasar Hukum

24 Mei 2025
Ulama perempuan Indonesia

Bulan Kebangkitan: Menegaskan Realitas Sejarah Ulama Perempuan Indonesia

24 Mei 2025
Obituari

Membaca Bersama Obituari Zen RS: Karpet Terakhir Baim

23 Mei 2025
Memahami Disabilitas

Belajar Memahami Disabilitas dan Inklusivitas “Hanya” Dengan Naik Transjatim

23 Mei 2025
KB perempuan

Benarkah KB Hanya untuk Perempuan?

23 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Pernikahan Anak

    Melihat Lebih Dekat Dampak dari Pernikahan Anak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Membangun Keluarga Sakinah: Telaah Buku Saku Keluarga Berkah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menjadi Perempuan dengan Leluka yang Tak Kutukar

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tantangan Difabel: Aku Tidak Berbeda, Hanya Hidup dengan Cara yang Berbeda

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia: Tegaskan Eksistensi Keulamaan Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Membangun Keluarga Sakinah: Telaah Buku Saku Keluarga Berkah
  • Melihat Lebih Dekat Dampak dari Pernikahan Anak
  • Tantangan Difabel: Aku Tidak Berbeda, Hanya Hidup dengan Cara yang Berbeda
  • Menjadi Perempuan dengan Leluka yang Tak Kutukar
  • Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia: Tegaskan Eksistensi Keulamaan Perempuan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version