Mubadalah.id – Baiq Nuril merupakan salah satu korban pelecehan seksual, yang berupaya keras mencari keadilan atas khasusnya. Rekaman yang ia miliki pun menjadi bukti khasus tersebut terjadi.
Ketika rekaman tersebut disebarluaskan oleh pihak lain yang menjanjikan membantu Baiq Nuril mengadukan pelecehan seksual yang dialaminya ke DPR, namun ia justru dilaporkan melanggar UU ITE. Sementara pihak lainnya yang menyebarluaskan rekaman tersebut tidak di laporkan.
Meski pengadilan tingkat pertama menyatakan Baiq Nuril tidak bersalah, sayangnya Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia menetapkan Baiq Nuril bersalah dan menghukumnya dengan penjara enam bulan dan denda 500 juta rupiah, dan menolak permohonan Peninjauan Kembali yang diajukan.
Meski menghargai keputusan MA sebagai kewenangan peradilan yang tidak boleh di intervasi, Komnas Perempuan menyesalkan tidak digunakannya Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 3 tahun 2017 (PERMA 2017) Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum, dalam menjatuhkan putusan kasasi dan menolak Peninjauan Kembali kasus ini.
Sri Nur Herawati perwakilan Komnas Perempuan mengatakan MA beralasan, tidak menggunakan PERMA tersebut dalam kasus Baiq Nuril, karena peraturan tersebut mengatur perempuan yang berhadapan dengan hukum adalah perempuan yang berkonflik dengan hukum, perempuan sebagai korban, perempuan sebagai saksi, atau perempuan sebagai pihak.
“Perempuan yang berkonflik dengan hukum sebagai saksi, korban, dan terdakwa bisa menggunakan Perma tersebut. Perma ini dilakukan untuk segala situasi, tidak hanya perempuan sebagai korban,” ujar Sri dalam konfrensi pers.
Komnas Perempuan juga menyesalkan langkah Polda NTB menghentikan penyidikan kasus dugaan perbuatan cabul yang dilaporkan Baiq Nuril karena ketidakmampuan menerjemahkan batasan perbuatan cabul dalam KUHP ke dalam penyidikan kasus.
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) juga mendesak Presiden Joko Widodo memberikan amnesti kepada terpidana kasus pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Baiq Nuril.
“Kami meminta agar Presiden memberikan amnesti kepada Baiq Nuril sebagai langkah khusus atas keterbatasan sistem hukum pidana. Terutama dalam melindungi warga negara korban dari tindakan kekerasan seksual yang belum memberikan kesetaraan perlindungan,” ujar Wakil Ketua Komnas Perempuan Budi Wahyuni.
Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Livia lstania DF Iskandar juga mendukung adanya upaya lain memberikan keadilan bagi kasus pelecehan seksual yang menimpa Baiq Nuril.
“Salah satu upaya yang dimungkinkan untuk didorong adalah pemberian amnesti,” ujar Livia di tempat sama.
Sumber: https://www.fimela.com/lifestyle-relationship/read/4007711/sikap-komnas-perempuan-atas-putusan-mahkamah-agung-perihal-kasus-baiq-nuril