Mubadalah.id – Menikah itu memiliki tujuan-tujuan mulia yang harus dipegang kedua belah pihak, laki-laki dan perempuan. Jadi, seseorang janganlah menikah hanya sekedar untuk mengubah status KTP saja.
Demikian dinyatakan Ibu Nyai Hj. Hindun Anisah, Pengasuh Pondok Pesantren Hasyim Asy’ari Bangsri Jepara, dalam sebuah pengajian bulanan, Kitab Manabu’ssa’adah (Telaga Kebahagiaan), di Kantor PWNU Jawa Tengah, bersama aktivis Fatayat NU dan mahasiswa-mahasiswa sekitar, Sabtu, 25 Mei 2019.
“Tujuan-tujuan mulia ini diperlukan untuk mengikat masing-masing pihak, suami dan istri, agar terus mampu mampu menghadirkan kebaikan dan kebahagian, sepanjang kehidupan pernikahan mereka, baik untuk diri maupun pasangannya, untuk anggota keluarga yang lain, dan juga masyarakat”, lanjut Ibu Nyai.
Hukum menikah itu, menurut para ulama, karena itu, tidak terkait pada sekedar pertemuan dua insan, laki-laki dan perempuan, semata, tetapi lebih pada sejauh mana sikap dan perilaku seseorang terhadap pertemuan tersebut.
Seseorang yang menginginkan kebaikan, berperilaku baik, dan menghadirkan kebaikan, dalam pernikahan tersebut, akan memperoleh pahala dari pernikahannya yang dilakukan, bisa sunnah, bahkan wajib.
Sebaliknya, seseorang yang justru tidak memiliki kebutuhan untuk menikah, atau tidak memiliki keinginan yang baik dalam menikah, bahkan sebaliknya bisa mengantarkannya berbuat buruk pada pasangannya, maka pernikahannya bisa dianggap buruk, salah, dan bahkan berdosa. Hukum fiqhnya, mulai dari khilaf al-awla, makruh, dan bisa haram”.
Jadi, menikahlah dengan niat baik, isilah kehidupan pernikahan sehari-hari dengan hal-hal baik, agar masing-masing bisa bahagia dan membahagiakan, dan lakukan semua itu dengan motivasi dan nilai-nilai ibadah.