Mubadalah.id – Berita mengenai perempuan yang mengalami pelecehan seksual di Kereta Api (KA) Argo Lawu relasi Solo Balapan-Gambir ramai menjadi perbincangan warganet. Sebagaimana unggahan video yang terbagikan Instagram Narasinewsroom pada 20 Juni 2022 sekitar pukul 22.00 WIB. Melalui kasus ini, apa yang harus kita lakukan sebagai upaya pencegahan kekerasan seksual, agar peristiwa serupa tak lagi terjadi.
Kasus serupa juga baru terjadi di KRL Commuter Line jurusan Jakarta Kota-Cikarang pada Jumat malam 4 Juni 2022 lalu. Pelecehan seksual merupakan salah satu bentuk tindak pidana kekerasan seksual. Sebagaimana aturan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
Mengenal Kekerasan Seksual
Menurut Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, kekerasan seksual adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina, melecehkan, dan/atau menyerang tubuh, dan/atau fungsi reproduksi seseorang. Karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau gender, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan psikis dan/atau fisik termasuk yang mengganggu kesehatan reproduksi seseorang dan hilang kesempatan melaksanakan pendidikan dengan aman dan optimal.
Sementara, meneliti dua kasus di atas masuk pasal 5 UU TPKS kategori pelecehan seksual nonfisik. Yaitu “Setiap orang yang melakukan perbuatan seksual secara nonfisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/atau organ reproduksi dengan maksud merendahkan harkat dan martabat seseorang. Berdasarkan seksualitas dan/atau kesusilaannya, dipidana karena pelecehan seksual nonfisik, dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) bulan dan/atau pidana denda paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).”
Kekerasan seksual merupakan penistaan terhadap harkat martabat dan moral kemanusiaan. Berbicara mengenai kekerasan, Islam sebagai agama pembebas memberikan respon penekanan pada penghapusan penindasan dan kekerasan terhadap perempuan.
Hal ini sebagaimana tertuang dalam kata pengantar Hamim Ilyas di buku “Perempuan Tertindas? Kajian Hadits-hadits Misoginis.” Bahwa ada larangan mengubur bayi perempuan hidup-hidup (QS. at- Takwir, 81:8-9), memukul (QS. an-Nisa, 4:30), membuat sengsara dan menderita (QS at-Thalaq, 65:6), dan mempersulit hidup perempuan (QS. al-Baqarah, 2:236).
Apabila terhadap kekerasan biasa (karena dalam hukum pidana Indonesia, ada bentuk pidana biasa dan khusus) saja Islam begitu tegas, apalagi terhadap kekerasan seksual. Islam tentu sangat melarang dan mengutuk segala perbuatan keji. Setelah melakukan pengkajian, setidaknya, Islam memberikan rambu-rambu pencegahan kekerasan seksual melalui lima tips yang bisa terangkum berdasarkan sumber Al-Quran dan hadits.
Pencegahan Kekerasan Seksual dengan Ghadhdhul Bashar
Perintah untuk menjaga “pandangan” (ghdhdhul Bashar), terdapat dalam QS. An-Nur, 24:30-31. Perintah tersebut berlaku setara dan seimbang (mubaadalah) kepada laki-laki dan perempuan untuk menjaga pandangan (yaghudhdhuu minal abshaarihim-yaghdhudhna minal abshaarihinna), dan memelihara kemaluan (yahfadhuu furuujahum-yahfadhna furuujahumna).
Ada penjelasan menarik dari tulisan Dr. Nur Rofiah, Bil.Uzm di buku Nalar Kritis Muslimah: Refleksi atas Keperempuanan, Kemanusiaan, dan Keislaman, Bab II tentang Ghadhdhul Bashar Bukan Menundukkan Pandangan, bahwa ghadhdhul bashar menunjukkan makna mengenai kontrol atas cara pandang (perspektif), bukan sekedar menundukkan pandangan mata fisik.
Definisi ini sebagaimana mengutip Dr. Amrah Kasim, ahli semiotika Al-Quran alumnus al-Azhar Kairo, yang menjelaskan bahwa kata bashar merujuk pada sebuah kondisi mental saat memandang sesuatu, bukan merujuk pada makna mata fisik seperti pada penjelasan kata ‘ainun‘.
Apabila kontrol atas cara pandang sudah baik, maka akan mampu merubah nafsu menjadi jinak untuk tidak melakukan hal yang bertentangan dengan moral. Ingatlah tentang betapa urgensi sebuah tindakan yang dikontrol oleh pikiran, seperti nasehat Pramoedya Anata Toer, “Seorang terpelajar harus sudah berbuat adil sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan,” (Pramoedya Anata Toer, Bumi Manusia, 1975).
Pencegahan Kekerasan Seksual dengan Tazkiatun Nafsh
Allah telah mengilhamkan manusia tentang kebaikan dan keburukan, maka membutuhkan harmonisasi antara akal, hati, jiwa, dan tindakan untuk menentukan langkah mana yang mau kita ambil. Sebagaimana firman Allah dalam QS Asy-Syams ayat 8-10.
فَاَلْهَمَهَا فُجُوْرَهَا وَتَقْوٰىهَاۖ قَدْ اَفْلَحَ مَنْ زَكّٰىهَاۖ وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسّٰىهَاۗ
“Maka Dia mengilhamkan kepadanya jalan kejahatan dan ketakwaan, sungguh beruntung orang yang menyucikannya (jiwa itu), dan sungguh rugi orang yang mengotorinya ”
Telah jelas bukan, bahwa sejatinya yang mampu menghentikan sebuah tindakan kekerasan seksual ada pada keberanian dan kemauan menyucikan jiwa dari setiap gambaran kejahatan nafsu yang masuk ke otak atau akal. Manakala cara pandang terkontrol, maka muncullah kesucian jiwa, sehingga bisa melakukan pencegahan kekerasan seksual dapat.
Seperti nasehat Buya Hamka yang terkenal, “Kita memang hanya akan dipertemukan dengan apa-apa yang kita cari.” Kalaulah mencari jiwa kita hanyalah kerusuhan, kemaksiatan, dan kekotoran pikiran, maka sebuah karya seni dan sastra yang indah sekalipun bisa berubah menjadi objek seksual bagi jiwa kita yang kotor.
Pencegahan Kekerasan Seksual dengan Salat
Seorang muslim sedikitnya lima kali dalam sehari melakukan penyucian hati, jiwa dan raga melalui salat. Ada dua kesalehan sekaligus dalam salat, yakni hubungan langsung dengan Allah (habluminallah) melalui kekhusyukan dalam salat (keshalehan individu) dan hubungan dengan manusia (habluminannas). Mengenai sikap khusyuk yang berakibat seseorang tidak melakukan perbuatan yang keji (tanda kesalehan sosial). Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Ankabut :45.
اُتْلُ مَآ اُوْحِيَ اِلَيْكَ مِنَ الْكِتٰبِ وَاَقِمِ الصَّلٰوةَۗ اِنَّ الصَّلٰوةَ تَنْهٰى عَنِ الْفَحْشَاۤءِ وَالْمُنْكَرِ ۗوَلَذِكْرُ اللّٰهِ اَكْبَرُ ۗوَاللّٰهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ
“Bacalah Kitab Al-Quran yang telah diwahyukan kepadamu (Muhammad) dan laksanakanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Dan ketahuilah mengingat Allah (shalat) itu lebih besar keutamaannya dari ibadah yang lain. Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Manakala hati, jiwa dan raga seorang muslim telah selalu terisi dan melalui proses pembaharuan, mustahil Tuhan hilang dalam dirinya. Maka tindakan pencegahan kekerasan seksual bisa melalui kehadiran Allah dalam setiap salat. Yang ia yakini masih membekas dan pengaruhnya terbawa hingga menuju salat selanjutnya.
Pencegahan Kekerasan Seksual dengan Puasa
Puasa adalah perisai (washshiyyaamu junnatun) dalam sebuah hadits riwayat Bukhari Muslim. Perisai dalam puasa adalah takwa (QS Al-Baqarah ayat 185). Karena menurut Cak Nur, sapaan akrab Nurcholish Madjid, bahwa takwa adalah menghadirkan Allah dalam diri manusia. Manakala Allah sudah hadir dalam diri manusia, maka kegelapan jiwa akan tersinari cahaya ketundukan, penghormatan, dan pemuliaan terhadap orang lai. Sebagaimana ia yang juga suka mendapat perlakuan demikian. Sehingga, tidak akan pernah ada perbuatan yang menistakan moral manusia lain.
Memperbanyak Zikir dan Baca Al-Qur’an
Dalam ajaran filsafat Hindu, yoga menjadi salah satu metode untuk mengendalikan aktifitas pikiran. Sebuah cerita tentang yoga yang menjadi media untuk menyembuhkan traumatik akibat kekerasan seksual yang perempuan alami.
Selain itu, hal yang berkaitan dengan pikiran, jiwa dan hati dapat juga kita bersihkan dengan memperbanyak zikir dan membaca Al-Quran. Langkah ini sebagai salah satu media menata, membersihkan jiwa dan bahkan menjadi obat.
Ada sebuah cerita mengenai Buya Hamka yang aktivitas kesehariannya tak lepas dari banyak membaca Al-Quran semasa sang istri meninggal. Ternyata, dengan memperbanyak baca al-Quran tidak lain agar pikiran tidak terbelenggu rasa rindu yang mendera pada sang mendiang istri. Artinya fokus pikiran bisa teralihkan dan dialihkan.
Berkaca dari cerita tentang Buya tersebut, bahwa Al-Qur’an memang bisa dan sebagai obat (QS. Yunus, [10]:57) dan QS. Fushshilat, [41]:44). Begitupula dengan zikir, sebagaimana yang jelas tertuang dalam surat Al-Ankabut ayat 45, waladzikrullahi akbar. Bahwa dzikir adalah sebuah tindakan menghadirkan Allah dalam jiwa manusia. Kehadiran Tuhan dalam diri manusia akan menghapus kegelapan kepada penuh cahaya keimanan (QS. Al-Baqarah, [2]: 257).
Pencegahan kekerasan seksual yang dalang dan akar berada di otak pelaku, memang hanya bisa kita cegah melalui hal-hal di atas. Sekali lagi, selama otak pelaku selalu memandang lawan jenis hanya sebagai makhluk seksual, dan mengabaikan sebagai makhluk intelektual dan spiritualnya.
Meminjam bahasa Dr. Nur Rofiah, kejahatan yang berwajah kekerasan seksual tidak akan pernah musnah, meskipun sang mentari terbit dari barat. Dan bukankah, jihad terberat hamba Allah adalah berperang melawan hawa nafsunya sendiri? []