Mubadalah.id – Pengasuh Pondok Pesantren Mahasina Darul Qur’an wal Hadits, Nyai Hj. Badriyah Fayumi, Lc. MA menjelaskan bahwa sampai hari ini, cuti haid dan cuti hamil masih menjadi agenda perjuangan para aktivis perempuan.
Kesempatan perempuan untuk menjalankan hak reproduksinya ini, kata Nyai Badriyah, baru diberi batas waktu tiga bulan oleh kebijakan resmi di negara kita, yakni untuk melahirkan, menyusui dan merawat bayi pasca persalinan.
Pemberian ASI Eksklusif selama empat bulan sudah gencar dikampanyekan. Namun kampanye itu masih belum bisa terimplementasi secara nyata karena belum diikuti oleh kebijakan “cuti ASI Eksklusif”.
Itulah realita kesenjangan antara wacana dan kebijakan tentang kesehatan reproduksi (kespro) perempuan di Indonesia dan banyak negara lain yang sudah gencar menyuarakan pentingnya perlindungi hak reproduksi.
Ketentuan Allah
Nyai Badriyah mengungkapkan, berbeda dengan kebijakan manusia, ketentuan Allah SWT untuk perempuan yang sedang menjalani proses reproduksinya sungguh sangat nyata dan konsisten melindungi perempuan.
Dengan memberikan perlindungan hak reproduksi perempuan secara total, maka perempuan bisa paripurna menjalankan fungsi reproduksinya, mulai haid, hamil, melahirkan, hingga menyusui.
Beragam ketentuan Allah turunkan sebagai bentuk affirmative action kepada kaum perempuan.
Seperti, haid, nifas, hamil dan menyusui selalu berimplikasi pada hukum yang bersifat “pengkhususan”.
Haid dan nifas membebaskan perempuan dari dua kewajiban rukun Islam, yakni shalat dan puasa.
Untuk shalat, kata Nyai Badriyah, bahkan pembebasan kewajiban itu tanpa syarat. Tak ada qadha shalat bagi perempuan yang sedang haid dan nifas.
Tanda siklus reproduksi adalah dengan keluarnya darah setiap bulan atau setelah melahirkan ini bagi sebagian perempuan mengundang rasa sakit.
Bagi sebagian yang lain menjadikan emosi tidak stabil. Yang pasti setiap perempuan mengalami rasa tidak nyaman saat haid dan nifas dalam beragam bentuknya.
Semua itu, Nyai Badriyah menyebutkan, adalah kodrat dari Allah untuk perempuan dalam rangka menjaga keberlangsungan hidup manusia.
Dengan “pengorbanan rutin” itu, kerahimanNya menyertai perempuan setiap kali mengeluarkan darah dari rahimnya. Allah pun memberikan “cuti shalat”, hal yang sesungguhnya merupakan pokok agama, tanda ketaatan hamba kepada Tuhannya, dan hak Allah sebagai al-Ma’bud. (Rul)