Mubadalah.id – Ketua Pelaksana KUPI II, Masruchah meyebutkan bahwa kehadiran KUPI ini penting untuk menyebarkan pandangan keagamaan, bahwa Islam itu adalah rahmat bagi semua umat manusia (rahmatan lil ‘alamim).
Dengan dasar seperti itu, maka KUPI melarang kepada semua umat manusia untuk berbuat kekerasan seksual, melarangan perkawinan anak, dan melarangan perusakan alam yang dampaknya bagi kehidupan perempuan.
“Pandangan keagamaan KUPI ini bisa menjadi rujukan ulama perempuan di manapun ia berada. Termasuk sahabat ulama perempuan,” kata Masruchah, saat Talks KUPI, Rabu, 2 November 2022.
Untuk diketahui, Masruchah menjelaskan bahwa dalam KUPI ini sebetulnya terbagi menjadi dua kelompok, ada ulama perempuan dan sahabat ulama perempuan.
“Ketika berbicara ulama perempuan, maka mereka adalah ulama perempuan yang ada di lingkar pesantren, majelis taklim, pusat studi gender dan anak, dan di lingkar lainnya,” ucapnya.
“Bagi teman-teman aktivis perempuan misalnya aktivis HAM dan teman-teman yang selama ini konsen dalam konteks pendampingan korban itu juga bagian yang kami sebut sebagai sahabat ulama perempuan,” paparnya.
Masruchah mengingatkan bahwa dalam kerja-kerjanya ulama perempuan tidak sendirian, mereka berkolaborasi untuk manjawab persoalan-persoalan yang ada di tengah masyarakat.
“KUPI atau ulama perempuan tidak bekerja sendiri. Tapi bagaimana tugas kita berkolaborasi untuk menjawab persoalan-persoalan bangsa, kemanusiaan, dan persoalan kesemestaan,” jelasnya.
Sementara itu, Masruchah juga menyebutkan bahwa KUPI II nanti menjadi ruang perjumpaan terkait eksistensi, peran dan kiprah para ulama perempuan.
Eksistensi, peran dan kiprah ini, kata Masruchah artinya kita semua menyakini bahwa ulama perempuan itu ada.
“Saya kira Indonesia punya ulama perempuan, di mana di tahun 2017 (KUPI I). Mereka (para ulama perempuan) menyatakan eksistensinya terkait dengan peran dan kiprah meraka di masyarakat,” tegasnya.
“Dan ketika berbicara kiprah dan peran ulama perempuan di masyarakat, ya peran-peran mereka adalah peran kemanusiaan, peran kebangsaan. Dan tentunya isu kesemestaan dengan pendekatan Islam yang rahmatan lil ‘alamin,” tambahnya. (Rul)